Sabtu, Maret 14, 2009

Sri Sopirah II


E d a n.................


Sri Sopirah, seorang perempuan desa. Karena keluguannya, jadi hamil karena ulah majikannya. Malah, peristiwa itu terjadi ketika majikan-perempuan sedang pergi ke gereja. Tak hanya itu ternyata.

Sesudah hamil, Sri Sopirah pulang ke desanya, dekat Wangon posisinya. Tak ada uang restitusi. Tak ada uang extra. Pulang hanya bawa duapuluhribu rupiah ketika itu. Di desa, jadi wanita biasa. Bekerja ala orang desa. Membesarkan anak tanpa bapak. Yang kemudian 'dipupu' oleh adiknya. Si anak-pun lalu dibawa transmigrasi ke pulau Sumatra.

Sekian waktu Sri Sopirah hidup di desa. Rupanya, keluarga majikan kelimpungan, dengan tiadanya Sri Sopirah. Entah info darimana, Sri Sopirah diminta untuk kembali kerja di sana. Lewat seorang kawan, Sri Sopirah akhirnya kembali bekerja di majikan semula. Blok-M, itu sekitar posisinya.

Namun, nasib Sri Sopirah, tak berujung di sini saja. Di keluarga majikan yang dulu itu, ternyata ada pria lain yang ikut tinggal. Salah satu keluarga dekat majikan, katanya. Nasib apes-nandhes terulang. Sebuah kesempatan, si pria itu juga meng-gagahi Sri Sopirah. Persis seperti majikan-nya yang dulu. Dia tak bisa protes, tak bisa berontak, karena ke-tak-berdayaannya. Akhirnya, Sri Sopirahpun, hamil untuk kedua kalinya. Di rumah majikan yang sama, dengan pria yang berbeda. Diapun, lalu dipulangkan ke desa. Hamil, melahirkan, dibantu bidan desa. Uang belas kasih, juga tak ada. Ketika si bayi lahir, lalu juga diampu oleh salah seorang saudarinya. Dibawa juga ke pulau Sumatra. Ini, untuk yang kedua kalinya.

Orang kecil, berhadapan dengan orang besar. Ini persoalannya. Orang besar, punya daya, punya apa-apa. Orang kecil tak punya apa-apa, tak punya daya. Dus kembali ke persoalan kemiskinan, duduk-perkaranya.

Dalam ranah ilmu sosial, kemiskinan, bisa dibagi dari penyebabnya.
1. Kemiskinan struktural.
2. Kemiskinan faktual.
Kemiskinan struktural, diakibatkan oleh persoalan sosial kemasyarakatan yang berat sebelah. Yang tak adil. Struktur-struktur berat sebelah itu bisa di politik, ekonomi, budaya, han-kam, ideologi, sosial, atau yang lainnya.
Kemiskinan faktual, bisa berbentuk ketidakmampuan yang asali. Orang dilahirkan sejak awalnya sudah miskin. Rumah tak punya. Harta-benda tak punya. Makanan, tak selalu cukup, untuk dikatakan 'tak punya'. Syarat-syarat dasariah untuk hidup wajar, sungguh tak punya. Maka lalu pendidikan-pun tak punya. Anak yang lahir, tak sempat mendapat pendidikan formal. Akibatnya, polos, lugu, gampang ditipu. Barangkali seperti inilah, asal muasal perempuan ber-nama Sri Sopirah.

Lalu harus bagaimana, kata seorang penyanyi. Lalu harus dihadapi. Dengan apa. Dengan gerakan. Dalam ajaran gereja, ada istilah 'Solidaritas'. Dari sana, ada kata turunan 'Solider'. Maka, lalu kerap terdengar kalimat, 'Solider dengan kawan. Terutama kawan yang berke-kurang-an'. Banyak orang ber-iman, terketuk hatinya. Maka muncullah 'Gerakan Solidaritas', Kesetia-kawanan Sosial. Solidaritas, adalah titik temu antara 'yang kuat', dengan 'yang lemah'. 'Yang ber-untung', dengan 'yang belum ber-untung.' Majikan, dengan karyawan. Atasan dengan bawahan. Semua, sama martabatnya, di hadapan Allah.

Minggu-minggu ini adalah masa pantang & puasa. Kegiatan itu, adalah juga ungkapan, malah juga wujud dari 'Gerakan Solidaritas'. Mari bersama-sama, memperbanyak 'Gerakan Solidaritas'.

Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Tidak ada komentar: