Kamis, Desember 24, 2009

Natalan

Little Lamb email backgroundNatal, dari kata Bahasa Latin, 'Natus'. Artinya, kelahiran.
Sebelum hari natal, didahului masa adven. Adven, dari khasanah bahasa Latin juga, 'adventus'. Artinya, kedatangan. 
Jadi masa adven, dimaksudkan sebagai masa mempersiapkan kedatangan.
Yang datang adalah 'Sang Penebus', Yesus Kristus. Dia datang lewat peristiwa kelahiran. Lahir sebagai jabang bayi. Lahirnya, diperingati sebagai hari Natal.


Kerap ada keluhan, kenapa ya, kok Natal rasanya gini-gini saja. Monoton. Sama dengan tahun lalu. 
1. Di bagian dari wilayah Kampung Laut, suatu kali diadakan perayaan Natal, secara special. Ekaristi, dilanjutkan dengan makan-makan. Juga makan nasi. Daerah tersebut, yang namanya air, agak susah. Posisi wilayahnya, di muara-muara sungai. Dibilang pedesaan, iya. Dibilang, daerah minus, juga bisa iya. 


Karena akan ada pesta natal, dengan makan nasi, maka ibu-ibu pada bersiap-siap. Satu hari sebelumnya sudah nyediakan ini-itu. Malam harinya ngebut, nglembur masak ini-itu, agar habis ekaristi, jam 11-an, sudah siap santap. Sampai-sampai beberapa ibu, tidurnya amat minim. Kelelahan.


Karena kurang tidur & kelelahan, ketika ikut ekaristi, wajahnya muram. Wajah orang capai. Mukanya, seperti orang yang baru murung. Mukamurung. Akibatnya, keikutsertaan dalam ekaristi malah tak optimal, tak seperti hari biasanya. Dus perayaan natal, malah melahirkan 'mukamurung'. Mudah emosi, mudah marah. 



2. Di bagian wilayah lain, pada kesempatan lain, juga pernah diadakan perayaan natal. Rapat-rapat dilakukan. Persiapan, dimatangkan. Jadwal, ditetapkan. Akhirnya menjadi kesepakatan.



Namun, dua hari menjelang hari 'H'. Ada laporan kepada pengudud '76, bahwa acara dibatalkan, diundur lain waktu, sesudah rapat terakhir. Karena ada anggota umat yang sedang punya hajad.

Ketika hari unduran tiba, peng-udud '76 datang ke lokasi. Ternyata tak ada acara istimewa. Yang ada malah laporan komplain, kenapa hari 'H' tak datang. 
Setelah ekaristi, lalu diadakan rapat kecil evaluasi. Dari evaluasi terketahui, bahwa ada mantan pengurus yang sakit hati. Sebenarnya tak mau diganti, tetap ingin duduk sebagai ketua stasi. Karena dia pintar & punya HP, lalu romonya diapusi. Umat-umat lainnya juga diapusi. Dus natal malah melahirkan tindakan ngapusi. Tak hanya itu, juga sakit hati.


Natal, adalah saat sakral. Bukan karena ada sinar kilat yang melesat dari langit. Bukan pula karena ada penampakan istimewa, yang heboh & spektakuler. Bukan karena seperti ada durian jatuh, orang dapat nomer lotre, hadiah puting beliung. Bukan pula karena ada menara natal yang begitu tinggi.

Kesakralan natal, disebabkan di belakang perayaan itu ada makna. Maknanya, adalah Firman, menjadi daging. Sabda menjadi manusia. Peristiwa inkarnasi. Allah mengosongkan diri, turun jadi manusia sejati. Merendahkan diri. Dan itu terjadi, karena 'Sang Dia', yang mengasihi. Mengasihi manusia, demi keselamatannya. Terbebas dari belenggu dosa. 


Secara waktu, natal adalah saat biasa saja. Yang tidak biasa, natal adalah saat, kesempatan, manusia me-nge-set ulang hidupnya. Hidup harus di-set ulang, dikonstruksi lagi, dimaknai lagi, bahwa Allah mencintai umatnya terus menerus. Maka hidup riilpun harus distandartkan pada cinta ilahi. Kalau begini, natal mestinya merupakan saat lahir kembali setiap manusia, jadi manusia baru.  Natal bukan kelahiran 'mukamurung'. Bukan pula kelahiran 'perbuatan ngapusi' dan bukan kelahiran 'sakit hati'.


Selamat hari Natal. 
Maap lahir & batin.


Syalom. Wilujeng. Rahayu.
Wasalam: 
-agt agung pypm-







Sepotong Kisah Seorang Lektor


Sebuah stasi, Tambaknegara, namanya. Berposisi di dekat bendung gerak Serayu, kawasan pedesaan-pegunungan. Umat merayakan ekaristi, tiap dua minggu sekali. Perkembangan umat memang, bergrafik menurun, alias memprihatinkan. Jika umat-umat di perkotaan, tanya pada peng-udud '76 tentang stasi itu, yang muncul selalu warna keprihatinan, menyayangkan, bernada keluhan.

Setelah direnung-renungkan 'rasa sayang-rasa sayang' yang muncul itu, jatuh akhirnya, ya--maap-- sebatas 'rasa sayang'. Tak kemudian, muncul ide bantu, untuk menyelamatkan stasi itu, agar survive, bisa berkembang, tak lenyap dimakan jaman. 

Di stasi kecil itu, terdapat 12 umat yang setia ikut ekaristi. Yang ibu muda, 1. Yang balita satu, atau terkadang dua. Yang remaja, satu.   Yang remaja seorang jejaka, klas satu es-em-pe. Ketika ekaristi, yang jadi lektor adalah si remaja-es-em-pe. Bahasanya, pakai liturgi Jawa. Buku bacaan-kitab-sucinya, terbitan Panitia Liturgi KAS. Bahasa Jawa gaya yogya-solonan, dibawakan dengan lidah banyumasan.  Menjadi sebuah ekspresi iman yang khas.



Ketika masih di klas enam, es-D, Si remaja es-em-pe sudah bertugas jadi lektor. Ketika itu, saat baca, masih kadang kadang, meng-eja huruf. Terutama 'ng...' dan 'ny...'. Namun sekarang sudah makin trampil bacanya. Isi bacaan juga sudah bisa tertangkap. Apalagi stasi itu sekarang dikirimi pengeras suara, model wireless, merk Wenston. Saat di depan mic, peng-udud '76, menyarankan agar gaya bacanya, membayangkan seperti penyiar TV.


Jadi, menjadi lektor berbahasa lokal, bukanlah sebuah benda meteor yang jatuh dari langit. Seorang umat seusia SMP, sudah bisa melaksanakan tugas itu. Bahasa Jawa lagi. Rutin, lagi. Makin hari, makin lancar lagi. 


Lalu bagaimana juga, sebuah stasi kecil, pedesaan-pegunungan harus di-'survive'-kan. Tentu butuh ide. Ide yang real. Ide yang memperkembangkan. Dan ide itu diaplikasikan. 


Kebanyakan remaja pedesaan, punya orientasi kerja. Kerjanya di kota besar. Atau jadi TKI. Namun kebanyakan pula, jika sudah begitu mereka lalu tak pulang.  Atau jika mereka pulang, banyak yang sudah ganti baju, atau ganti iman. Mensikapi situasi seperti ini, rasanya tepat memperhatikan program yang dijalankan oleh Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo: 'Bali ndeso, Bangun ndeso'. 


Praktik-pastoralnya, adalah membuat orang muda tetap bisa cari nafkah di desanya. Tak usah pergi ke kota besar. Dan itu bisa terjadi, jika mereka punya potensi. Jika potensi belum punya, dipunyakan. Digali, dibantu pengembangan potensi itu, sampai bisa jadi tumpuan hidup. Jadi mesti ada penegasan orientasi. Dari orientasi ke perkotaan, dibalik orientasi ke pedesaan. 


Pengembangan potensi, memang butuh dana, juga tenaga, dsb. Para misionaris jaman dulu, banyak menyekolahkan anak-anak desa. Sebuah pengembangan potensi. Si Remaja es-em-pe, yang biasa tugas jadi lektor, sekarang liburan dua minggu. Dia nyantrik kerja di sebuah bengkel. Malam hari di rumah, dibantu oleh mamaknya, sedang menyusun proposal untuk mendirikan bengkel kecil. Peng-udud '76 punya gagasan, si Lektor, remaja es-em-pe, bisa sekolah STM. Jika sudah ber-ilmu, dan  trampil, jadi pengusaha di desanya, di stasinya. Lalu punya istri, orang setempat. Lalu punya anak-anak, yang akhirnya bisa jadi lektor, mengganti bapaknya. Keluarganya, menjadi aktivis stasinya. 


Selamat menjadi Lektor. 


Syalom. Wilujeng. Rahayu.

Wasalam:
-agt agung pypm-

Jumat, Desember 18, 2009

Satu Suro

-agt agung pypm-

Sabtu, Desember 12, 2009

Menjadi Suster


Pak Gatot dari Kembangan Purbalingga, si petani organik, yang sekarang namanya terkenal di mana-mana, jika menyebut 'Suster' rohaniwati, yang keluar dari mulutnya kata 'Soster'. Dia susah untuk mengucapkan 'suster'.


1/. Sabtu, duabelas Desember, nol-sembilan, jam delapan-malam, umat stasi Wangon mengadakan kenduri, atau kepungan. Yang dikepung nasi Tumpeng, dengan ubarampenya. Yang mengupengi, adalah warga sekitar kapel. Mereka diundang untuk turut mendoakan bangunan kapel yang segera akan dibangun. Pak Kayin, yang pimpin doa. Ketua stasi, yang beri pengantar.


Usai doa, tumpeng dipangkas. Dan iwak pitik ingkung, dipotheng-poteng, dicuwil-cuwil untuk dibagi. Dua warga sekitar, tangkas trengginas menunaikan tugas membagi itu. Semua warga makan bersama. Juga beberapa umat yang hadir. Peng-udud '76 ikut makan. Diberi oleh si pembagi daging jerohan, rempela-ati. Bagian yang di-spesialkan. Enak....


Usai makan bersama, usai doa, mereka pulang ke rumahnya masing-masing. Dibawakan padanya oleh Ibu-ibu panitia, dibantu anak-anak, bingkisan dos-berisi makanan-makanan 'selametan'.


2/. Minggu, tigabelas Desember, umat-umat pada kerjabakti. Membersihkan lokasi tempat kapel akan dibangun. 


3/. Kamis, tujuhbelas Desember, direncanakan peletakan batu pertama kecil-kecilan, mulainya bangunan fisik tempat doa itu. Banyak tukang bangunan tidak bersedia mengerjakan tugas pendirian rumah, jika sudah memasuki Bulan Sura. Tgl 18-nya, adalah tahun baru Sura. Maka, peletakan batu pertama, diajukan. 


4/. Pak Lurah, mendorong agar kegiatan pembangunan segera dimulai. Seorang Lurah yang baik. Karena meskipun dia moslem, namun amat dukung berdirinya kapel itu. Bu Lurah, tak asing dengan umat katolik. Karena dia kerap ke gereja. Runtang-runtung dengan Suster-suster, ngadakan aneka kegiatan: pengobatan, jambanisasi, pemberdayaan, kesehatan, pap-smear, pupuk-kompos-organik, studi kemasyarakatan. Peng-udud '76 pernah dikirimi pecel-lele goreng oleh Bu Lurah.  Pernah pula bersama studi banding ke 'Lembah Hijau', Sukoharjo.



5/. Susteran Wangon belum lama kehilangan pompa air 'Sanyo'. Namun pompa air itu, akhirnya bisa kembali. Yang mencari pencurinya, warga sekitar. Yang mengembalikan pada suster juga Warga. Warga sekitar, amat hormat pada suster, karena kerajinannya suster ikut terlibat pada masyarakat sekitar. Kerap suster ikut pertemuan RT. Calon koster Wangon, juga seorang muslim, warga sekitar. 


6. Pembangunan Kapel Wangon akan segera dimulai minggu ini. Dan itu bisa dilaksanakan, karena IMB-nya yang sudah keluar. 


Untuk bisa keluar IMB, harus ada tandatangan warga. Sekurang-kurangnya, 60 tandatangan. Syarat untuk Wangon, malah dapat 80 tanda tangan. Melebihi kuota. Dan empat puluh tandatangan dari total, yang mendapatkan adalah Suster. Dia keliling kampung dekat kapel, anjangsana, silaturahmi. Malah ada warga yang moslem, justru bantu suster. Keliling warga itu memintakan tandatangan untuk suster. 


8. Manjing, ajur, ajer, adalah sikap yang dihayati oleh Suster BKK. Rapat RT-pun, bersedia ikut. Menyatu, menjadi bagian dari warga sekitar. Sedih ikut, sedih. Berhasil, ikut bangga. Memajukan, mensejahterakan, itulah prinsip yang dipegangnya. Diperjuangkannya.  


9. Selamat menjadi Suster, yang ............


Syalom. Wilujeng. Rahayu.

Wasalam:
-agt agung pypm-

Kamis, Desember 10, 2009

Untuk apa ditahbiskan

Seorang warga umat bertanya kepada peng-udud '76, 'Untuk apa repot-repot ngurus, ngantar orang-orang kursus pertanian. Juga kursus peng-obatan. Apa ndak buang-buang energi. Apa ndak buang-buang waktu ? Ngapa pilih sopir sendiri kendaraan ? Apa tak ada pengemudi. Apa tak kurang kerjaan.
 
1. Minggu kemaren, habis ekaristi di Kebasen, seorang umat langsung cerita, 'Rm saya sudah nanam tanaman-tanaman obat. Saya kumpulkan dari kebun & tepi kali serayu. Ternyata banyak tanaman sekitar rumah yang bermanfaat sebagai obat'. Kawan yang ikut kursus obat yang lalu, juga sudah ke sini. Dia cari tanaman untuk obati tetangganya. Di dekat rumahnya, yang jenis itu belum ada'. 
 
2. Seorang Ibu yang juga peserta, cerita di kesempatan lain, 'Bapak W yang dulu ikut kursus, kemaren ke sini. Ngajak tukar-tukaran tanaman, dan temu kelompok. Bagus kok Rm. Dia orang muslim, tapi sekarang jadi seperti saudara'.
 
3. Seorang 'babah' yang jualan jamu, begitu ketemu peng-udud '76, tanya. Pelatihan tahap II kapan lagi. Ilmu yang didapat di tahap pertama, sudah dicobakan. Seorang penderita diabetes, ditangani dua minggu, lukanya jadi kering. Ada penderita stroke, desa sebelah, saya coba dengan ramuan ini, ini, ini, sekarang mulai bisa jalan.

4. Seorang veteran dari stasi pegunungan, punya surat-surat penghargaan jaman perjuangan vs DITII. Meski surat kelengkapannya memenuhi syarat untuk dapat tunjangan veteran, nyatanya dia sulit untuk mandapatkannya. Kawan-kawannya, sudah dapat tunjangan veteran semua. Dalam perjalanan pelatihan, dia sharing banyak ttg perjuangan & nasib apes-nya. Umat lain yang dulu belum kenal, mendengarkan. Dan kebetulan pernah bantu orang yang berusaha perjuangkan tunjangan veteran. Saat itu berhasil.  Lalu, mereka berkawan.Dari sharing di kendaraan, selama perjalanan, sekarang mereka saling bantu, untuk dapatkan hak sebagai veteran perang. 

5. Dalam proses pelatihan, dalam proses perjalanan di jalan, dalam satu kendaraan, terjadi komunikasi kehidupan. Dan juga komunikasi iman. 

6. Butir-butir di atas adalah bagian-bagian dari proses pemberdayaan. Dan itu bisa berjalan juga karena solidaritas umat beriman. Dananya sebagian dari dana fakir misikin, dana pengembangan, dana APP. 

Dialog bisa diusahakan berbentuk dialog kehidupan, lewat berbagai cara & kesempatan. Untuk menegakkan Kerajaan Tuhan, Kerajaan Allah. Sumbernya, tak lain adalah Spirit Injil, spirit Warta-gembira. 
Selamat ber-warta-gembira, yang menggembirakan. 

Syalom. Wilujeng. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Sabtu, Desember 05, 2009

Resep dagang laris

William Sakespheare, dalam sebuah karya sastranya, mengungkapkan, 'Apa arti sebuah nama....?' Betul, sebuah pertanyaan kritis-refleksif, dari seorang sastrawan. Mempertanyakan makna di balik sebuah fakta. Fakta yang adalah sebuah 'sebutan'. Bisa berupa, sebuah kata, bisa juga rangkaian beberapa kata. Ternyata di belakangnya, ada banyak nilai yang mau dikejar, atau menjadi semangat bagi pemiliknya. Bisa jadi pas. Bisa jadi pula, malah naas yang didapat.


Di dekat Kopi Eva, Jalan ke arah Ambarawa, terdapat sebuah rumah makan. Dulu warnanya, hijau tua. Model jendela dengan papan-papan, dijajar berdiri. Model bangunan pintu & jendela, biasa dipakai  rumah makan 'Warteg'. Suasana warung itu dulu ramai. Selalu ada kendaraan berhenti. Terutama truk-truk pasir, box. Kendaraan, berbagai ragam.  Warung makan yang ramai itu, bernama 'Tambah Lagi'.


Belakangan, model bangunan itu diubah. Jendela diganti kaca full. Warna cat, diganti pink. Dan 'nama' warung makan diganti, 'Tumbuh Lagi'. Namun sayang, warung makan itu kini malah sepi adanya. Tak banyak pembeli sebagaimana dulu.


Barangkali betul, apa yang dibilang William: Apa arti sebuah nama ?. Ternyata nama, sebagai sebuah ucapan, mengandung arti bermakna. 'Tambah Lagi', berbeda dengan 'Tumbuh Lagi'. Desain & warna, serta suasana menentukan sebuah makna pula. Maknanya, bentuk, warna, suasana yang tak pas, bisa menjadikan orang takut atau enggan mendekat. Bisa jadi orang --apalagi yang tua -- silau dengan warna pink. Bisa jadi orang berkantung pas, takut dengan rumah-makan bersuasana restoran. Bisa jadi pula, 'Tambah Lagi', terasa bukan sebagai rambu-larangan jika orang makan merasa enak, lalu ingin tambah lagi. Tanpa merasa ada beban.


Di dekat Koperasi Susu, arah Cilongok seorang Bapak cerita tentang warung makannya. Warungnya dibiarkan suasana biasa. Tak bernama. Materi pintu, model papan 'warteg'-an. Warna hijau tua, dibiarkan agak kusam. Lantainya, semen biasa. Pohon rambutan rindang, dibiarkan menaunginya. Ketika ditanyakan, mengapa tidak direhab jadi model ala restoran, dia menjawab. "Uang sebenarnya sudah ada. Namun tak akan rehab itu warung. Karena demikian saja, sudah demikian ramainya. Jika direhab bagus, nanti para pembeli malah takut datang. Lalu pada pergi."


Apa arti sebuah nama. Apa arti sebuah warna. Apa arti sebuah model & style. Konsumen-lah yang akan menentukannya.


Selamat melayani konsumen.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Jumat, Desember 04, 2009

Dialog Mini

Syalom.

Empat kali saya mengantar petani-petani, kursus ke KPTT Salatiga. Sekali menghantar rombongan umat, pelatihan obat herbal ke Boyolali. Saya pilih, sopiri sendiri itu mobil. Perjalanan, memakan waktu sekitar 6 jam.


Dalam satu mobil, isinya beragam umat. Ada yang katolik. Ada yang moslem. Duduk jejer. Selama 6 jam. Makan bareng di warung tenda. Mereka pada saling sapa, saling omong, saling kenal. Dalam pelatihan, juga bersama. Selama 3 hari. Atau malah 6 hari.


Sesudah itu, mereka merasa dapat saudara baru. Ada yang saling komunikasi via Hp. Ada yang saling kunjung. Belajar bersama.


Empat hari lalu, pastoran katedral dapat kiriman sekantong beras organik. Si pengirim, seorang moslem, yang dikursuskan paroki. Baru saja panen. Mereka yang tadinya punya image negatif ttg orang katolik. Jadi netral. Malah lalu ramah. Persilahkan dikunjungi. Terbuka mata-hatinya, melihat kegiatan gereja katolik. Juga pelayanan romo-romonya.


Sebuah dialog mini. Menurut saya.


Selamat berdialog, terus-terusan.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Minggu, November 29, 2009

Tuhan Yesus & Orang Banci

Di kampung sekitar Kali Logawa - Karanglewas, Purwokerto, mudah dijumpai anak-anak seusia SD-SMP, pada merokok. Celana mereka masih pendek, warna merah. Atau biru. Namun di tangannya sudah pegang rokok. Kadang kelihatan, mereka jalan sambil hisap rokok. Udud, klempas-kelempus. Penuh percaya diri, ning esih wagu.

Adalah hak seseorang untuk merokok. Namun bagi anak-anak, soalnya lebih besar. Karena mereka belum bisa cari duit untuk beli rokok. Masih minta orang tua. Di Purwokerto pernah ditemukan anak nyolong  helm, untuk beli rokok. Bagi orang dewasa saja, rokok sudah mengandung soal, karena mengganggu kesehatan. Apalagi, bagi anak-anak, yang belum bisa cari nafkah. Kesehatannya bisa terganggu. Keuangannya bisa juga terganggu. Peng-udud '76, juga tahu itu. Maap, rada nekat.

Ketika diselidiki, mengapa bisa terjadi gejala masyarakat yang demikian, anak-anak pada merokok. Seorang Ibu, menuturkan kisahnya. Dua orang anaknya. Yang satu klas 5 SD. Yang satu dua SMP. Keduanya merokok. Itu bisa terjadi, karena mereka diolok-olok kawan-kawannya, jika tak merokok. Jika tak berani merokok, anak laki-laki dikatakan, 'Yeeee, ora wani ngrokok, banci...!'. Dus mereka takut dikatakan sebagai orang banci.

Agar tak dikatakan banci, merokoklah mereka. Dan akhirnya, lama-lama kecanduan merokok. Yang apes orang-tuanya. Tiap hari, tak kurang empat batang rokok mereka hisap. Esok, awan, sore, malam. Jika dihitungkan dengan angka, ketemu nilai dhuit, empat kali pitungatusseket. Ketemunya, tigaribu rupiah. Itu baru rokoknya. Belum jajan-e. Belum dolanan Pe-Es-e.  Di sinilah terjadi ketimpangan. Anak-anak yang tiap hari dapat pelajaran kesalehan. Namun praktek hidupnya, jauh dari kebijaksanaan. Yang jadi korban, orang-tua. Gara-gara anak madat, banyak orang jadi kian mlarat.

Minggu ini, adalah pesta Kristus Raja Semesta Alam. Pelindung Paroki Katedral Purwokerto. Sudah banyak diurai, dikupas apa arti & makna dari 'Kristus Raja Semesta Alam'. Memang aneh. Yesus Kristus, tak punya apa-apa, kok dikatakan sebagai raja. Raja semesta alam, lagi. Raja, mestinya punya apa-apa: tahta, harta, wanita, dsb-dsb. Jangankan harta, untuk meletakkan kepala saja, yesus bilang, alas tak punya. Istri, Yesus juga tak nikah. Tahta, pangkat, kedudukan, rasanya tak ada yang disandangnya.

Memang itulah, status 'raja', jika ukurannya dari kacamata dunia. Yesus tak masuk kriteria. Namun, jika dari kacamata kristiani, raja yang melekat dalam diri Tuhan Yesus Kristus akan ber-arti lain. Kristus sebagai Raja semesta alam, mengandung makna bahwa dialah manusia yang seutuhnya. Utuh, karena dalam dirinya ada martabat ilahi sekaligus insani. Dalam kemanusiaannya, terjadi kehadiran Allah. Dia adalah Allah sendiri, yang masuk menjadi manusia. Manjalma, manjing ing jalma. Inkarnasi. Martabatnya sebagai raja, tak untuk mendapatkan harta, tahta, wanita. Melainkan untuk menjadi terang, bagi hidup manusia, yang dikuasai kegelapan dosa.

Situasi manusia dalam kuasa kegelapan. Banyak hal negatif menguasai hidup manusia. Struktur-struktur dosa menjerat hidup manusia. Kehadiran Yesus sebagai raja, untuk menjadi saksi, bahwa manusia tidak harus tunduk pada kedosaan. Melainkan untuk patuh pada ajaran kebenaran. Kebenaran, tak lain bahwa Allah itu kasih. Dan kasih harus diamalkan. Diaplikasikan. Itu berarti, seorang anak tak harus takut, jika dikatakan 'banci', jika tidak merokok. Penghargaan terhadap nilai kesehatan, terhadap masa depan, terhadap jerih payah orang tua, lebih berharga, daripada menuruti olok-olok kawan-kawan. Kawan-kawan, yang pasang gengsi sebagai lelaki.

Seorang misdinar, akan dikatakan menghayati Kristus sebagai Raja Semesta alam, jika bisa menghargai dirinya sendiri, menghargai orang-tuanya, dan tak takut jika diolok-olok, ketika dia dalam cara hidup yang benar. Ora ela-elu. Ora leda-lede.

Selamat menjadi terang, bagi lingkungan, bersemangatkan Kristus Sang Raja Semesta Alam.

Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu-rahayu-rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Sabtu, November 07, 2009

Kyai Semar Badranaya

 Membaca Semar

Dua bulan yang lalu, sebuah brosur disebarkan. Isinya pemberitahuan bahwa seseorang di kawasan Gunung Srandil, akan kemasukan roh-nya Kyai Semar. Jika sedang kerasukan, apa yang keluar dari mulutnya, dipandang sebagai wahyu Kyai Semar. Kalimat lain menuliskannya dengan frase 'turunnya Kyai Semar'. 


Siapakah Semar itu ?. 
Dalam sebuah peng-kaji-an agama, alias pendalaman iman Slasa-kliwonan, seorang guru--yang adalah juga seorang dalang--, mengutarakan siapakah tokoh yang disebut dengan Ki Semar itu. Uraiannya, kurang-lebih sbb: Sejak sebelum agama Islam & agama Kristen hadir di kawasan tanah Jawa, masyarakat setempat sudah mempunyai kearifan-kearifan. Sudah mempunyai ajaran-ajaran keutamaan, ajaran-ajaran kebijaksanaan.  Kerendahan-hati, sopan-santun, aja-dumeh, hormati alam, hormati sesama, askese, tapa-brata,  hidup doa, semedi, dsb. Ajaran kebijakan itu, difigurkan dalam bentuk sebuah tokoh. Tokoh itu adalah Semar. Jadi Semar, sebenarnya adalah sosok, atau tokoh yang diciptakan untuk mengsistemasi ajaran-ajaran kebijaksanaan hidup. Ajaran kebijaksanaan, tidak berupa kalimat-kalimat imperatif, atau kalimat hukum. Melainkan dalam bentuk tokoh, dalam hal ini tokoh Semar. Maka sepak terjang Semar, dengan punakawan-nya, yang biasanya dalam adegan 'Goro-goro', adalah sebuah peng-ungkapan kebijaksanaan-kebijaksanaan Jawa. Aja dumeh, aja adigang-adigung-adiguna, aja alu-amah, aja ngumbar hawa-nepsu, aja kumalungkung, aja nggleleng, aja kemayu, aja kemaki, dsb-dsb. Maka, orang yang menghayati keutamaan-keutamaan, ajaran kebijaksanaan yang arif, baik, dan adiluhung tadi sebenarnya menghayati ajaran di belakang figur tokoh Semar. Dus Semar, ada dalam hati orang yang saleh. Jadi, Semar bisa dikatakan sebagai ada, namun bisa juga tidak ada. Tokoh itu tak di awang-awang sana, melainkan ada dalam hati manusia, dalam wujud peng-amalan kebijaksanaan. Atau, kebijaksanaan yang diamalkan.  



Dalam Injil Yohanes, diutarakan juga, tentang 'Siapakah Allah itu ?'. Dari uraian yang panjang dan lebar, ternyata, bermuara pada sebuah kalimat pendek, 'Allah adalah Kasih'. So, dalam diri orang yang menghayati 'kasih', Gusti Allah hadir. 


Terimakasih Penginjil Santo Yohanes. Terimakasih ajaran bijak, 'ke-Semar-an' para leluhur. 
Telah menghantar kami, bertemu dengan Allah dalam kegiatan bernuansa 'Kasih'. 


Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu-rahayu-rahayu. 
Wasalam:
-agt agung pypm-


Jumat, Oktober 30, 2009

Sopir


File:Ford 1961.JPGDi Purwokerto banyak perusahaan ekspedisi. Usaha pengiriman barang-barang antar kota-antar propinsi. Truk-truk besar banyak mengangkut komoditas ekonomi, menuju kota tujuannya. Untuk itu terdapat banyak pengemudi, atau sopir-sopir.




Suatu siang, di dekat pabrik komponen jembatan, pra-cetak Buntu, melintas sebuah truk bertuliskan di pintu belakangnya. "Tetep emoh bojo sopir....".


Di masyarakat, kerap terdengar kalimat minir berkaitan dengan profesi sopir. Sopir, 'Yen ngaso, mampir'.


Tetapi apakah tiap sopir selalu minir perilakunya. Tak juga. Banyak sopir yang baik perilakunya.
a. Seorang sopir Bus 'PR', Solo-Palembang, tiap bertugas mengemudi, selalu dua orang. Bergantian. Satu tugas. Satu tidur, istirahat. Jika giliran istirahat, sebelum tidur, dia mengeluarkan seuntai rosario dari sakunya. Dan, lalu..... berdoa rosario.


b. Seorang sopir truk gandheng di Pwkt, prihatin terhadap tetangganya, seorang pemuda. Pemuda tetangga tak jelas juntrung kegiatannya. Nganggur, tak kerja, mabuk-minuman.
Keprihatinannya, direalisasikan dengan ajak si pemuda-tetangga ikut kerja. Pemuda tetangga diajarinya kerja dengan jadi kernet. Jadilah beberapa waktu si pemuda punya kerja. Jadi pembantu sopir alias kernet. Ke mana-mana membantu sopir mengurusi truk-gandheng. Dapat nafkah, dapat kerja, punya penghasilan. 


Nanum, air susu, kadang terbalas dengan air tuba. Suatu kesempatan, truk menghantar muatan ke Jakarta. Dibongkar tak jauh dari kawasan Kalijodo. Ketika selesai bongkar, dan lalu hendak berangkat pulang, dicari si kernet, namun tak ketemu-ketemu. Sesudah sekian lama, ada laporan datang pada Pak sopir, 'Si kernet di sandera di Lokalisasi Kalijodo, oleh orang-orang. Karena, dia main malima, alias main perempuan,  tapi bayarnya kurang'. Sebagai solusi, terpaksalah Pak Sopir, menebus si kernet agar dilepaskan. 

Perilaku negatif pertama, masih dimaafkan oleh Pak Sopir. Dia masih dibolehkan kerja. Harapannya, kernet masih bisa jadi orang baik-baik. 

Tapi itu harapan. Harapan kadang tinggal harapan. Suatu saat, truk Pak Sopir bawa muatan hendak dibongkar di Yogyakarta. Kendaraan berhenti dulu. Mendinginkan mesin di Purworeja. Juga untuk makan dan minum, serta melepas penat.

Ketika mau berangkat lagi, lhoooo..... si kernet tak ada. Dicari, tak ada. Dicari-cari tetap tak ada. 
Ternyata si kernet pergi tanpa pamit, alias 'minggat'. 
Dan ketika diperiksa, lhoooo...... dongkrak juga tak ada. 
Ternyata si kernet pergi sambil 'nggondhol' dongkrak, yang harganya ratusan ribu. 

Sejarah penyelamatan oleh Kristus, adalah rangkaian berbuat baik, terus menerus tanpa henti. Juga ketika, diapusi, dipertanyai, bahkan dikhianati. 

Selamat melanjutkan Karya Penyelamatan. 

Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung ypm-

Rabu, Oktober 21, 2009

Tikus Makan Sabun

Di warung kelonthong, sebelah Bakso 'Paijo", Ajibarang, dijual aneka kebutuhan sehari-hari. Antara lain rokok. Si penjual meletakkan rokok-rokok, dalam sebuah lemari kecil, dijadikan satu dengan sabun-sabun mandi. Dipikirnya, itu tak soal, karena bentuknya sama-sama kotak & bagus-bagus kemasannya. Tak pikir panjang akan side-effek-nya, bahwa ada dampak kimiawi atas cara penyimpanan model tersebut. 

Seorang perokok, membeli sebungkus rokok. Menghisapnya, sehabis makan bakso Paijo. Setelah beberapa hisapan, mengeluh, meng-komplain, rokok yang baru dibelinya, berasa sabun mandi. 'Wuah rokok apa kiye, rasane ana sabune.....?!' Iseng ingin membuktikan, 'Peng-udud '76', lalu membeli rokok di warung itu. Ternyata, rasanya hampir sama. Rokok '76, berasa campur sabun mandi.   


Di warung wedang, tak jauh dari garasi PO Sumber Alam, Kutoarjo, seorang Ibu tua jualan minuman-minuman. Antara lain 'Extra Joss'. Suatu malam, sekitar jam 23.00-an, peng-udud '76 beli es-batu-campur-extra-joss, buat nambah tenaga. Ketika diminum, jebul, rasanya campur 'rasa detergent', sabun colek.


Karena rasa agak mengecewakan, komplain sama ibu tua penjual minuman. Diambilnya, kemudian gelas baru. Diisinya, dengan es, air & extra-joss. Tapi, untuk gelas revisi, rasanya tak beda dengan yang pertama. Tetap masih berasa detergent. 'Wuah....., kerinduan atas rasa dahaga, ter-tambahi dengan rasa kecewa...... Rasane mangkel tujuh turunan....'.


Setelah diperiksa, ternyata gelas kedua, diambil tetap dari kelompok gelas pertama. Jadi tak kacek. Wong nyucinya bareng. Dengan air yang sama. Dengan sabun detergen yang sama pula. Setelah diinvestigasi, ketemu asal-muasal penyebabnya. Karena sudah malam, air untuk nyuci perabotan piring-gelas, tak segera diganti. Meski sudah dipakai berulangkali. Akibatnya, rasa sabun-detergen jadi menempel di gelas-gelas.

Pengusaha kecil, jual produk, kerap kurang-pikir perhitungkan 'pasar'.
Pengusaha besar, sebelum jual produk, amati dulu 'pasar'. Juga rawat pasar.



Mari kita men-siasat-i 'pasar'.


Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu-rahayu-rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Jumat, Oktober 16, 2009

Indikator

Dalam dunia ukur-meng-ukur, dikenal adanya istilah 'Indikator'. Jika terjadi sebuah kemajuan, indikasi-indikasinya apa. Sebaliknya, jika terjadi kemunduran, tanda-tandanya apa. Ada indikasi yang bisa dicermati. Lalu dipakai untuk menarik sebuah kesimpulan. Terjadi, kemajuan, kemunduran, atau kemandhegan. Indikasi, --yang lalu dijadikan ukuran--, disebut 'Indikator'. Sebuah Harian Nasional terkemuka, selalu mencantumkan kolom 'Indikator' di bagian kiri atas.


Demikian juga untuk menggambarkan kondisi lingkungan alam, bisa dilihat dari indikator-indikator yang bisa ditemukan, atau masih bisa dialami. Lingkungan alam yang masih seimbang, kondusif untuk hidup, diindikasikan dengan tersedianya a.l. air-bersih. Juga margasatwa, yang masih bisa hidup dan  tersedia secara cukup. Tumbuh-tumbuhan yang masih memadai mensuplai oksigen. Pangan yang masih secara mudah didapatkan. Dsb-dsb.


Seorang transmigran di kawasan BK, Sum-sel cerita tentang lingkungan alam,  yang ideal untuk hidup. Yang ideal, adalah yang seimbang. Seimbang antara manusia dengan komponen-komponen alam penunjang di sekitarnya. Demikian pula perihal daur ulang limbah manusia. Yang terbuang bisa tetap punya nilai kemanfaatan bagi yang lain.


Dia hidup di sebuah desa, hasil transmigran. Sampai remaja, hidup di lingkungan desa. Dan dia senang dengan suasana ketika itu. Rumahnya sederhana, tapi layak untuk hidup. Untuk masak, mandi, cuci, sudah ada sumur. Tapi untuk toilet, keluarganya tak punya. Demikian juga tetangga-tetangga desa.  Jika 'b-a-b', mereka pergi ke sungai. Tetapi, yang unik, sungai di tempat mereka ketika itu tak polusi. Kotoran manusia tak terlihat. Tetap jernih airnya, dihiasi ikan-ikan berseliweran. Dan itu bisa terjadi, karena ekosistem air tawar, yang terjaga. Habitat yang hidup di sungai bisa saling dukung. Manusia menguntungkan hewan. Hewan menguntungkan manusia. Keduanya terdukung oleh kondisi alam, yang harmoni.


Kondisi harmonis habitat alam sungai itu, bisa dirasakan indikasinya, jika ia 'b-a-b' di sungai. Sungai yang sehat, ketika orang 'b-a-b', sudah diikuti ikan-ikan. Tak hanya itu, ketika ia sedang jongkok, dan pantatnya terendam air, ikan-ikan sudah menyondol-nyondolnya. Malah, begitu kotoran manusia keluar dan jatuh di air, terus jadi rebutan ikan-ikan. Satu-dua 'urang', malah ada yang menggigit bagian sekitar organ pembuangan. Maka, air sungai tetap bersih. Tak terdapat kotoran manusia. Terjadilah keseimbangan alam. Yang sungguh alamiah. 


Namun, kini ikan-ikan itu tak nyondol-nyondol lagi. Urang-urang tak nggigit lagi. Sungai kelihatan kotor, tercemari.  Dan penyebabnya juga adalah manusia sendiri: Cari ikan, dengan 'endrim', potas, obat-racun ikan, jenu, dsb. Juga disetrom, sehingga ikan-kecilpun jadi mati. Tak hanya itu, sisa insektisida tanaman, sudah pula mengalir ke sungai. Diperparah oleh limbah industri, yang tak terolah secara tuntas. Padahal banyak mengandung zat mercuri.


Keseimbangan alam, adalah pola hidup yang saling menghidupkan. Tak saling mematikan. 
Menghidupkan antar makhluk hidup, manusia, hewan, tanaman. 
Menjaga komponen kehidupan, air, udara, tanah, iklim, dan cuaca. 


Mari saling menghidupkan.


Syalom. Wilujeng, Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Kamis, Oktober 15, 2009

Kematian Or-Tu, sahabat-sahabat



Kematian, memang tak ter-elakkan.
Ketika itu terjadi, memedih & menyedih-kan. Berpisah secara fisik, selamanya.
Sebuah fakta kemanusiaan, yang adalah kodrat.
Sebuah bagian kehidupan yang terasa pahit.
Tetapi mesti terjadi. Dan harus dialami.
Hidup memang sebuah misteri.
Ada sisi-sisi, yang tak tergapai oleh nalar & budi.
 
Dari kacamata iman, Hidup hanyalah diubah. Bukan dilenyapkan.
Kematian, adalah sebuah transisi.
Bukan sebuah akhir.
Suatu kediaman abadi, tersedia bagi kami di surga, bila pengembaraan kami di dunia ini berakhir.

Selamat jalan, untuk Ayahanda Basuki Patmonugroho.
Selamat jalan pula, untuk Ibunda Ismidasih.

Wasalam: -agt agung pypm-

Jumat, Oktober 09, 2009

Wong Edan

Beberapa tahun yang lalu, Minibus-Mitsubishi-Colt-T-120, eng-ing-eng, pulang dari kota metropolitan, Jakarta. Kepergiannya, untuk menghantar calon tenaga kerja, dari desa yang hendak kerja di kota. Berangkat, lewat jalur selatan, pulang lewat jalur pan-tu-ra. Kecepatan kendaraan minibus tua, rata-rata 60-70 km/jam. Berangkat-pulang dr Jakarta, sudah agak siang. Perjalanan menyusuri Tol Jagorawi, diteruskan jalur Pamanukan, Cirebon, Brebes, Tegal. 

Sampai kawasan itu sudah gelap-malam. Memasuki kawasan Losari, sudah jam dua-satunan. Saat, jam demikian, perut terasa lapar, karena memang belum makan malam. Maka berhentilah di sebuah warung makan pinggir jalan, di bawah pohon-pohon. Nasi, dengan lauk tahu, dihiasi dengan telur, dilahap dengan sigap. Habis nasi-lauk, dilengkapi dengan minum kopi, agar tak ngantuk di perjalanan lagi. Menu selanjutnya, adalah udud. Dinyalakanlah rokok '76 sebatang. Dihisap, sebagai pelengkap makan. 

Ketika menikmati kopi dan udud, datanglah seorang wanita duduk mendekat. Sikapnya ramah, memberi sapa. Dari mana, mau ke mana. Lalu ngajak ngomong ngalor dan ngidul. Pengudud '76 nanggapi dengan sekenanya. Namun akhir dari cerita, ternyata wanita yang mendekat, adalah seorang pe-es-ka. Di ujung sapaan dia mengajak 'ML'. 'Making Love', bahasa sandinya. 


Ketika si wanita menggoda dengan setengah memaksa, peng-udud '76 bilang, dengan berkata, 'Maap Mbak saya tak kuat. Tak kuat dhuitnya, tak kuat tenaganya.' Dia-pun mundur-menjauh, tak lagi menegur sapa. Meski sempat ngucapkan sebuah kata, 'bohong...!'.



Ternyata, masih ada babak berikutnya. Selang wanita pertama pergi, muncul wanita yang lain. Yang kedua, tak beda dengan yang pertama. Ngajak omong sana dan sini. Panjang dan lebar. Namun di akhir cerita, jadinya sama, ngajak 'ML'. Terketahui pula, bahwa wanita kedua, adalah juga seorang pe-es-ka. Atas keramahan-kegenitan, dan ajakannya, peng-udud '76 bilang lagi, 'Maap mbak, saya tak kuat. Tak kuat dhuitnya, juga tak kuat energinya.'. Terdengar kemudian, kata yang tak jauh dengan kata sanggahan pertama, 'ngapusi...! '. Si wanita inipun akhirnya juga menjauh, pergi. 


Jadi, ada dua babak peristiwa. Ternyata, belum ending.  Ada  lagi satu babak berikut. Menjelang kopi habis disruput & rokok habis dihirup, muncul seorang wanita agak gendhut. Dengan keramahannya, dia menyapa. Dan nampaknya pula pandai melucu. Tetapi, out-put akhir, pun juga sama. Dia seorang pe-es-ka. Yang sedang melakukan aksinya, hendak menggaet pria-pria. Ketika, wanita ketiga menyampaikan tawaran-godhanya, peng-udud '76 bilang lagi, 'Maap, tak kuat. Tak kuat dhuitnya, tak kuat energinya.'.


Sesudah kopi segelas habis, salam pamit disampaikan pada si pemilik warung makan. Ketika peng-udud '76 beranjak pergi, si wanita ketiga berujar, 'Edan...... Uwong sing iki, pancen ora gelem tenan.......'.


Dengan, sepenggal kalimat, meng-inferior-kan diri, 'Maap, tak kuat dhuit-nya, tak kuat energinya',  selamatlah dari cengkeraman para wanita. Yang dengan lihai, memainkan rayuan mautnya. 


Hidup selibat, tak berarti bebas dari godaan. Hidup selibat, adalah sebuah komitmen.
Komitmen, selalu mengandung niat yang amat kuat, menjadi sebuah tekad: Sekali selibat, tetap selibat. 
Untuk Kerajaan Allah, tentunya. 

Seorang rohaniwan senior, menasehatkan, jangan main-main dengan 'sex'. Sekali merenggut, terenggut.



Selamat, merawat kehidupan selibat. 


Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Jumat, Oktober 02, 2009

Yang Masuk Sorga.




Sebuah siang, trail-mot-nas menyusuri tepian Sungai Serayu. Di sebuah tempat terdapat truk-truk tangki aspal sedang parkir. Ternyata, tempat itu tempat kencing. Bukan kencing air seni, melainkan truk yang kencing aspal. Sebuah sindikat, tata-kerjasama-nya rapi, melakukan aksinya.  Tapi sayang, aksi pencurian.


Suatu kali, 72 murid laporan pada Yesus, bahwa mereka cukup berhasil mengusir setan-setan, dan menyembuhkan orang sakit. Dan itu semua dilakukan oleh mereka berkat 'atas nama Yesus'. 


Para murid merasa mongkog, bangga, masgul. Itu wajar. Yesus menanggapi, itu baik, dan pantas untuk  suka-cita. Namun jangan hanya sampai di tahap itu.  Lebih suka-cita  lagi, bukan karena bisa bertindak baik, berkegiatan sosial, bantu orang. Namun, karena 'namamu, sudah tercatat di Sorga !'. 


Jadi, sukacita, sebagai buah kegembiraan, menurut Tuhan Yesus, ada tingkatannya.
Pertama, berbuat baik.
Kedua, nama 'tercatat di sorga'.
Nampaknya, betul yang dikatakan Tuhan Yesus. Banyak orang memang  bisa berbuat baik, saling tolong-menolong, solider, kerjasama. Namun tak otomatis serba betul, dan lalu dapat pahala. Karena itu bisa tak pas. Alias tidak tepat.



Preman-preman, saling kerjasama antar mereka, saling berbuat baik antar mereka. Namun, untuk memeras. Atau untuk mencuri. Curi minyak, curi aspal, curi batubara, curi besi, curi kayu,  dsb.  Saling solider, tutup mulut, jika ada yang kecekel aparat. Saling bela anggota gang-nya, jika dapat tantangan dengan kelompok lain.


Perusahaan-perusahaan yang nakal, kadang kerjasama, kong-kali-kong,  untuk ngontrol harga. Harga jadi tinggi. Istilah untuk mengungkapkah hal seperti itu, adalah 'kartel'. Dekat dengan istilah kartel, adalah 'monopoli', 'Oligopoli'. 


Bandar narkoba, bisa jalankan bisnisnya dari balik terali besi. Itu juga karena kerjasama. Dus kerjasama, baik, tapi belum tentu pas, atau benar, atau pener. 


Yang 'baik', tetapi sekaligus bener, serta pener, adalah yang jadikan orang--si pelaku kebaikan-- tercatat di Sorga. Tak tiap perbuatan baik, otomatis menghasilkan  orang tercatat di sorga. 

Yang baik, dan lalu menjadikan orang  tercatat di sorga, mesti memenuhi kriteria. 
Pertama, baik sungguhan.
Baik, secara moral, etika, hukum, budaya, adat.

Kedua, bersumberkan kuasa Yesus. 
Ketiga, selalu menyandarkan diri pada Yesus. 
Jadi dalam berbuat baik, selalu dihayati adanya relasi dengan Yesus. Tentu saja ajaran-ajaran Yesus. Ajaran Yesus, intinya kasih. Kasih itu bersifat membangun, tak merusak.


Selamat berbuat baik, yang ber-out put- kan, 'nama kita tercatat di sorga'. 


Syalom. Wilujeng. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Minggu, September 27, 2009

Ju-bin


Di bioskop-bioskop diputar film. Jenis film yang diputer, biasanya satu dimensi saja. Lebih indah jika dua dimensi. Lebih indah lagi jika tiga dimensi, meskipun harus memakai kacamata khusus. 


Kotak bujursangkar bisa dilihat dengan sisi tiga dimensi. Di sinilah keterbatasan mata manusia, hanya bisa melihat dimensi terbatas. Manusia adalah makhluk multi dimensional. Tidak hanya satu, atau dua, atau tiga, namun banyak dimensi. Maka yang namanya manusia tak terbatas, tak ada habisnya untuk dilihat. 


Demikian juga Kerajaan Allah, sifatnya multi dimensional. Demikian kaya arti & makna-nya. Tentu saja, arti-arti & makna yang sesuai dengan kehendak Allah. Salah satu dimensi Kerajaan Allah adalah harmoni. Harmoni dengan alam, harmoni dengan lingkungan. Maksudnya, Kerajaan Allah dirasakan kehadirannya, jika terjadi relasi harmonis manusia dengan alam. 


Kedekatan dengan alam, menjadikan alam terjaga. Termanfaatkan, tak diperas, atau dirusak-kan. Alam memberi sesuatu nilai kemanfaatan. Manusia menikmati sumbang sih dari alam itu. Hidup yang berpola demikian, disebut hidup yang berwawasan alam. Berwawasan lingkungan. Material yang mendekati ke-aslian, disebut bersifat alami. Di situ terkandung nilai-nilai plus, yang tak tergantikan. 


Di Stasi Kaliwedi & Genthawangi, setelah dijubin model terkini, umat yang ikut misa lalu lepas alas kaki. 


Di RS St Elizabet Lama, Jl Gatot Subroto, ada sal-sal untuk orang sakit. Sal-sal baru, lantainya bertegel jenis keramik. Salah satu sal yang cukup luas, tetap dipertahankan memakai tegel model lama, terbuat dari semen dan pasir. Jika dibandingkan, dan juga diiyakan oleh Suster Kepala, rasa-suasana sal yang ber-alaskan tegel model lama, lebih sejuk. 
 

Di Purwokerto maupun di Yogyakarta, terdapat perusahaan pembuat tegel konvensional, gaya lama. Namanya PD Kunci. Yang di Yogya, berproduksi sejak jaman sebelum kemerdekaan. Kini usaha itu masih jalan, malah justru bisa berkembang. Pemakai produk tegel-nya justru banyak hotel-hotel berbintang di Pulau Bali.

Membangun 'Jubin', dengan model tertentu, adalah sebuah pilihan. Pilihan membuat bangunan.  Tentu didahului dengan pertimbangan. 



Hidup dekat dengan alam, hidup bersahabat dengan lingkungan, adalah sebuah pilihan. 
Memghadirkan Kerajaan Allah, dengan hidup gaya ramah lingkungan, melestarikan alam, adalah juga sebuah pilihan. Pilihan berlandaskan pada Iman.  



Selamat, akrab dengan alam.
Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu-rahayu-rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Rabu, September 23, 2009

Sukun & Kerajaan Allah













Sebuah Bus Sinar Jaya, trayek Kroya - Jakarta. Di pagi-pagi benar, esuk umun-umun, berhenti di sebelah selatan kawasan Kota Jakarta. Tepatnya kidul stasiun KA. Tak menurunkan penumpang, namun menurunkan Sukun-sukun dari bagasinya. Ternyata, buah-buah sukun itu dikirim dari daerah Binangun, Widara Payung Cilacap. Daerah tak jauh dari kediaman istri kedua Noordin M Top.

Sesudah diturunkan, diteruskan dimuat bajaj, di bawa ke sebuah tempat. Untuk diolah jadi makanan, dan dipasarkan. Sukun-sukun itu menjadi bahan komoditi. Sebuah hasil bumi, jadi komoditas ekonomi. Menghasilkan uang, menunjang kehidupan. Buah yang dulu tak ada, jadi ada, karena ada penanaman pohon. Pohon Sukun. Dan itu merupakan buah dari sebuah gerakan beberapa tahun yang lalu, yakni gerakan penghijauan, dengan menanam pohon Sukun. Kecuali rindang, juga menyejukkan.

Di antara stasi-stasi Paroki Katedral Purwokerto, ada yang namanya Stasi Genthawangi. Stasi ini agak berbeda dengan yang lain. Salah satu cirinya, adalah hampir tiap rumah penduduk rindang, tak panas, karena selalu ada pohon-pohon di halamannya. Pohon-pohon itu, pohon mangga, atau pelem dalam bahasa Jawanya. Kini sudah mulai berbuah, nambah asri suasana. Warna hijau, teduh, dilengkapi dengan buah segar tergantung di ranting. Sejuk, tak kimiawi, tapi sejuk alami. Suasana nyaman itu, bisa terjadi, karena beberapa tahun yang lalu, pernah ada gerakan. Bukan gerakan demonstrasi, provokasi, tapi gerakan menanam pohon. Sebuah kegiatan penghijauan, yang sekaligus bernilai tambah, menghasilkan buah.

Demikianlah, jika ada relasi harmoni antara manusia dan lingkungan. Saling meng-untung-kan. Manusia diuntungkan, ketika alam sekitar, dirawat, direboisasi. Tak dieksploitasi. Dikelola secara seimbang. Memang alam tak baik jika diperas habis-habisan. Akan ada balasan. Pesan 'kuasailah jagat raya dari kitab Suci' mesti diartikan sebagai kegiatan mengelola, merawat, melestarikan alam lingkungan. Tak berarti memerasnya habis-habisan.

Bacaan Kitab-suci hari-hari ini, juga mem-pesankan pada para murid, untuk mengabarkan Kerajaan Allah. Dan pemberitaan Kabar gembira Kerajaan Allah, mesti bersifat kabar gembira. Sesuatu akan menjadi kabar gembira, jika tercipta relasi baik dengan sesama. Sesama yang adalah manusia. Juga sesama, yang adalah alam lingkungan. Pohon-pohon, tanaman keras maupun padi-palawija. Tanah yang subur. Cadangan air yang memadai. Tak mengandung ancaman banjir atau kekeringan.

Bulan depan adalah juga perayaan Kristus Raja semesta Alam. Sebuah konsep pengertian bahwa keberadaan Yesus Kristus di dunia, tak lepas dengan situasi alam. Alam yang terjaga, adalah bentuk real ungkapan akan pengakuan Yesus Sang penguasa alam ini.

Penghijauan-penghijauan, adalah sebuah upaya untuk melestarikan, merawat alam dan lingkungan. Kegiatan itu tak harus berskala besar. Atau bernilai milyaran. Bisa berupa gerakan. Gerakan bersama, menanam pohon. Bisa pula gerakan personal.

Di sebuah tempat, ada bengkel spesialis, Jeep. Namanya, Bengkel Seribu Pohon. Bengkel itu sejuk, karena diatapi oleh pohon-pohon yang rindang & men-sejuk-kan.

Selamat, menikmati ke-rindang-an & ke-sejuk-an, dari pohon-pohon.

Syalom. Wilujeng Wengi. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-
www.lelakuku.blogspot.com

Sabtu, September 19, 2009

Gagah

Ada sebuah lagu anak-anak, yang mengandung warna sanjungan akan ke-gagah-an. 'Aku seorang kapitet, mempunyai pedhang panjang, Kalau berjalan prok-prok-prok. Aku seorang kapitet.......'.

Dalam bahasa kemasyarakatanpun, kerap terdengar kalimat-kalimat sanjungan, 'Semoga, kalau gedhe nanti gagah, seperti 'Super-man', seperti Werkudoro. Gantheng seperti bintang filem. Cantik seperti bidadari. Luwes, seperti Miss Universe.

Sebuah siang, Trail-mot-nas berada di kawasan pegunungan bagian barat Banyumas. Menuju sebuah desa yang belum pernah didatanginya. Karena belum yakin akan arah posisinya, maka bertanyalah pada seseorang. Orang itu gadis remaja. Sedang tunggu sebuah toko kecil, jadi satu dengan rumah kecantikan, sebagai 'Salon Desa'. "Mbak, mau tanya, Dusun Kemantren itu mana ya...?'. Anak remaja itu, tak segera jawab, malah lari ke belakang, sambil bicara berteriak, bilang pada ibunya, 'Mak kae ana tukang ojek, arep takon maring Kemantren. !!!!!'. Tak berapa lama kemudian, ibunya keluar ke depan, beri keterangan posisi Desa Kemantren.

Habis diberitahu informasi, lalu Trail-mot-nas segera pergi. Tempatnya, masih agak jauh. Tenggorokan terasa haus, maka lalu beli wedang kopi di warung desa. Sambil udud & minum kopi, tanya-tanya peristiwa tadi, berefleksi, 'Kok remaja tadi sebut-sebut, ana tukang ojek arep takon maring kemantren'. Siapa tukang ojeknya ?. Pengendara Trail-mot-nas, dikatakan sebagai tukang ojek ?!. Padahal, coba berkaca dlm bayangan, merasa diri gagah. Pakai sepatu boot. Pakai jaket tebal. Pakai kaos tangan. Pakai helm cakil berkwalitas. Koookk, tukang ojeeeeg.....?.

Sesudah sekian waktu di daerah itu, terketahuilah bahwa di sana ada tukang-tukang ojeg. Banyak di antara mereka motornya, berjenis trail, karena beratnya medan. Side efeknya, 'gebyah uyah'. Tiap orang pakai motor jenis trail, dipandang sebagai tukang ojek.

Jadi, gagah tak harus seperti kapitet. Tak harus seperti bintang filem. Tapi bisa juga gagah, seperti tukang ojek.

Selamat, untuk yang profesi tukang ojeg.
Selamat jadi gagah, seperti ...........

Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Rabu, September 16, 2009

Kursus ITB

Ada bermacam-macam kursus ditawarkan. Kursus bahasa asing. Kursus komputer. Kursus bikin kue. Dsb-dsb. Semuanya mengarah agar orang punya ketrampilan. Punya daya. Daya berkembang. Daya ekonomi. Daya hidup. Penting pula punya resep. Resep hidup agar bertahan dari godhaan. Maka dalam kekatolikan diselenggarakan 'Kursus Persiapan Perkawinan'.

Di tepian Sungai Serayu, terdapat sebuah kapel kecil. Seorang remaja Es-em-pe, klas satu, rajin ikut ekaristi dua mingguan. Tak sekedar ikut, duduk doa saja. Tapi sebelum ekaristi dimulai, turut menyiapkan sarana-sarana liturgi. Piala, roti-anggur, buku-buku bacaan, dsb. Dus, sekaligus dia sebagai koster. Adhiknya yang masih balita, kerap membantunya. Bawa gelas kecil dan wijikan, dari sakristi ke altar.

Jika ekaristi dimulai, Si remaja Es-em-pe juga jadi pembaca. Biasanya, Bacaan pertama. Dus juga, dia sebagai lektor. Bagian doa-umatpun, dia yang doakan. Dus, juga sebagai pendoa-umat. Dialah satu-satunya umat muda, yang paling mumpuni di stasi itu. Seorang remaja Es-em-pe, klas tujuh. Menurut istilah mendiknas, era kabinet persatuan.

Suatu hari, sepeda si remaja Es-em-pe, klas tujuh, ban-luarnya pecah. Maka harus diganti. Dia ganti dengan yang baru, sesudah dibelikan orang-tuanya di pasar Rawalo. Gantinya, tak di bengkel. Tapi diganti sendiri. Alat-alatnya, terbatas. Untuk ngatasi keterbatasan, buat njugil ban, dia pakai sendok makan. Jadi tak ada rotan, akar-pun jadi. Sendok makan, bisa buat ganti ban. Tak hanya untuk suap nasi. Tak hanya kreatif, tapi sungguh aktif. Lebih dari sekedar 'kere-aktif', spt yang tertulis di mobil angkot.

Rabu kemarin, pagi-pagi, mobil kijang dinas hijau, meluncur ke rumah si remaja es-em-pe, klas tujuh. Yang juga koster, yang juga lektor, yang juga pendoa umat. Kedatangan kijang, untuk menghantar ke sebuah pengusaha tambal ban. Remaja es-em-pe, klas tujuh, sedang libur sekolah idul-fitrinan, selama duabelas hari. Selama sepuluh hari, waktu liburan hendak diisinya dengan kegiatan. Bukan kegiatan wisata ke Pulau Dewata, atau Danau Nirwana. Melainkan akan diisi dengan kursus. Yakni kursus 'tambal ban'.

Setiap pagi, kini dia naik bus duaribuan. Berangkat kursus 'nambal ban'. Cita-citanya, ingin menjadi juragan ban. Seperti 'Subur Ban', Jaya Ban, .........ban.

Selamat bepergian, dengan memakai ban.
Jika gembos, mampirlah ke tukang tambal ban.
Berkat 'ban', terdukunglah kehidupan beriman.

Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu.
Wasalam:

-agt agung pypm-

Senin, September 14, 2009

Muka masam

Seorang ibu guru yang soleh, sebuah sore menceritakan pengalaman ke-Tuhan-an-nya. Yang menjadi pengalaman ke-iman-an-nya. Ketika sekolah di es-em-pe, disodorkan pada anak-anak didik, untuk memilih pelajaran agama yang dikehendakinya. Ada beberapa guru agama, dengan spesialisasi ilmu agama yang dibidanginya. Ada guru yang wajahnya masam terus. Kecut. Tak pernah ramah. Salah satu guru yang lain, adalah guru agama katolik. Guru yang satu ini, khas dibanding yang lain. Dia, tak pernah marah. Wajahnya ramah. Murah senyum. Dan rendah hati. Semangat keterbukaannya, semangat persaudaraannya, menarik bagi calon ibu guru soleh, yang ketika itu seusia gadis es-em-pe.

Ketertarikan pada guru agama katolik, menuju ke pertanyaan, 'ada apa' di balik pribadi bapak guru, yang rendah-hati itu. Keinginan-tahu pada guru, menjadikan dia murid yang rajin & tekun. Dari ketekunannya, meningkat lebih lanjut, akhirnya menjadi katekumen. Dalam proses pembelajaran, sebagai katekumen, diketahuinya bahwa pak guru agama katolik punya semangat. Semangat itu, adalah semangat iman. Iman akan Gusti Yesus Kristus. Gusti Yesus, yang jadi pegangan pak guru agama katolik, ternyata tak senang perang. Tak senang pula kekerasan. Yang disenangi malah, pengorbanan. Pengorbanan demi sesama. Banyak penyembuhan dilakukannya, dengan gratis. Gusti Yesus itu, karena kegiatan penyembuhannnya jadi terkenal. Dicari banyak orang. Namun, Dia tak mau jadi terkenal. Dilarangnya, agar jangan cerita pada siapa-siapa, jika Ia berbuat baik.

Ajarannya, Gusti Yesus juga lain daripada yang lain. Cinta, tak hanya ditujukan pada orang yang disenangi saja, malah juga ditujukan pada orang yang tak disenangi. Malah, musuh-pun, supaya dicintai, dan dimaafkan. Wuedan. Ajaran, yang di luar kebiasaan.
Jika beri sedekahpun, disarankan jangan omong-omong. Jika tangan kanan beri sodakoh, tangan kiri jangan sampai tahu. Weladalah, kopyah.
Juga jika puasa, diajarkannya, jangan bermukamurung. Minyaki rambut, agar tak kentara jika sedang puasa. Weladalah.
Pula jika doa. Diajarkan, masuklah di kamar. Tutuplah pintu. Tuhan Allah sudah tahu apa yang hendak kau doakan. Tak usah teriak-teriak. Apalagi maksa-maksa orang untuk berdoa.
Tuhanmu juga tak jauh di sana. Tuhanmu, dekat padamu, sebutlah dalam doamu dengan sebutan 'Bapa'.


Itu baru beberapa ajaran. Dari ajaran itu, terkesimalah gadis es-em-pe itu. Kian lama jadi yakin. Karena ternyata Gusti Yesus itu, rela mati untuk umatnya. Dia yang mengorbankan diri-Nya. Tak mengorbankan orang lain. Tak juga mengorbankan musuh, agar mati semua. Dia sendiri yang memilih mati. Malah mengampuni. Malah juga mendoakan musuh-musuhnya, yang menjadikan Dia dihukum mati.

Selamat. Untuk gadis es-em-pe. Yang kini sudah jadi ibu guru yang soleh. Guru agama lagi. Meniru pak gurunya, yang rendah hati dan ramah. Dan itu, tak lepas dari Sang GURU Sejati. Gusti Yesus sendiri.

Syalom. Wilujeng. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung ypm-
www.lelakuku.blogspot.com

Jumat, September 11, 2009

Bakso PMI

Tiga minggu lalu, seorang bayi dibabtiskan oleh orang-tua & neneknya, di hadapan imam, di Kapel Stasi Wangon. Bayi calon terbabtis, menyenangkan, meriangkan. Tak henti-henti orang-tuanya mengamati gerak & gerik bayi kecil itu sepanjang waktu. Liturgi babtisan, jadi satu bagian dengan misa harian. Maka banyak umat yang mengikutinya. Ketika acara liturgi babtisan, si bayi kecil tiba-tiba menggeliat. Sambil mengeluarkan suara, 'Heeeeeek......'. Tiba-tiba diikuti bunyi lain, 'thuuuuut.....'. Payah, si bayi kecil itu 'kentut'.

Efek selanjutnya ternyata benar. Belum ekaristi selesai, si ibu & nenek sibuk mengurusi bayi itu di toilet. Satu kejadian, bertautan dengan kejadian lain, sebelumnya. Seperti efek domino.

Seorang warga, kelahiran Yogyakarta, pemuda gagah-berani. Suatu saat sakit perut. Diperiksakan ke dokter, tertemukan ternyata mengidap sakit usus buntu. Lalu dioperasi. Masuk RS Pantirapih. Sesudah dioperasi, diberi pesan tegas oleh perawat, 'Jangan minum, sebelum kentut'. 'Tunggu minumnya, walaupun amat haus. Boleh minum, jika sudah kentut'.

Tetapi, dasar pemuda 'gagah-berani'. Ketika perawat sesaat meninggalkan si pasien, untuk menyiapkan obat, si pemuda diam-diam mengambil minuman. 'Glegek, glegek, glegek'. Nekat minum, melanggar larangan suster perawat. Tak berapa lama kemudian, si pemuda gagah-berani meregang nyawa. Mati, menuju ke alam baka. Kejadian yang tak harus terjadi, jika orang ikuti nasehat dokter & perawat yang benar.

Seorang bapak, yang sudah berkeluarga cerita masa mudanya. Dia pernah jatuh cinta. Dengan wanita yang kini jadi istrinya. Keindahan jatuh-cinta, dilukiskannya seperti lagunya Edy Silitonga. Malah lebih dari pada itu, katanya bau kentutpun rasanya wangi. Sesuatu yang dibuat memang meng-ada-ada, guna melukiskan keindahan cinta.

Dalam hidup, selalu ada-ada saja. Hal yang tak menyenangkan namun berupa sebuah fakta. Yang tak terhindarkan, tak terbantahkan. Merupakan bagian dari kehidupan. Malah hakiki. Bahwa itu diciptakan, tentulah ada maksudnya.

Selamat mengelola ciptaan-ciptaan Tuhan.

Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Rabu, September 09, 2009

Bakso(I)

Pic04414[1]Banyak orang senang makan bakso. Ada macem-macem bakso. Bakso malang. Bakso kuah. Bakso malvinas. Kerap ditambahi, label 'Asli Solo'. Ada pula di terminal Ajibarang, 'Bakso Paijo'. Di dekat kantor PMI Purwokerto, terdapat sebuah warung yang cukup ramai, namanya 'Bakso Kenthut'.

Sebuah siang di sebuah antrian para nasabah BRI, di kawasan Purwokerto, terdapat seorang ibu-ibu tua berjilbab. Dia ikut antri di depan teller, untuk mengurus uang simpanannya. Pengudud '76, termasuk orang yang ikut antri. Posisinya, di bagian belakang. 'Let' dua orang.

Tiba-tiba, agak serentak, beberapa pengantri, mengipas-ngipaskan tangannya di depan hidung mereka. Bukan karena panas, melainkan sebagai efek dari sebuah bunyi. Bunyi yang terdengar, adalah 'dhut !'. Ternyata bunyi itu bunyi kentut. Ada orang kentut. Orang-orang pada kelimpungan. Menyengir-nyengirkan hidungnya. Menahan rasa. Rasa bau yang tak sedap. Seorang yang tak bereaksi apa-apa, adalah si ibu tua, yang bercidung jilbab. Ternyata dia adalah si peng-kentut. Orang yang kentut. Situasi sekitarnya, gerah, namun dia tetap PD, percaya diri. Diam. Tak geming. Merasa tak salah. Payah.

Kota Lahat - Palembang, di Pulau Andalas, Sumatra, jaraknya sekitar sejauh Purwokerto - Jogya. Di kota kecil itu pernah ada seorang guru. Suatu kali perutnya sakit. Mengguling-guling tak keruan, menahan rasa sakit. Perutnya kembung. Dia merasa ada angin kuat di dalamnya. Dibawalah dia ke RSUD setempat. Ternyata, di Rs itu, tak bisa segera sembuh. Lalu dibawalah dia dengan mobil ke Palembang. Dihantar ke RS Charitas. Perjalanan, memakan waktu kuranglebih empat jam.

Masuk ke Rumah-sakit pastilah sebentar antri, urusan pendaftaran-registrasi. Ketika menunggu, dirasanya tenggorokan haus. Seorang kawan pengantar memberinya minuman Larutan Penyegar Cap Kaki-tiga. Tak dikira, tak dinyana, sesudah meminum cairan itu, terdengar bunyi, 'duuuuuuuuuuuut.........!'. Keluarlah angin kencang itu dari perutnya. Ya, tiba-tiba dia bisa meng-kentut. Dari nestapa muncul ketawa. Dari peristiwa itu, legalah rasa perutnya. Sungguh terjadi, belum masuk Rumahsakit, penyakitnya jadi lari sendiri.

Kentut. Karena dia, suasana jadi tak biasa. Yakni, resah, tak nyaman di rasa. Tapi tanpa dia, bisa jadi malapetaka. Bahwa dia diciptakan, tentulah ada maksudnya.

Selamat, menjaga diri dari malapetaka.

Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu.
Wasalam.
-agt agung pypm-