Senin, Juni 28, 2010

Bendrong Kulon

'Bendrong Kulon'

Manungsa titahing Allah, ditinggal pada abote.
Dudu lemah, dudu omah, sing dibiji mung pribadine.
Sunda, Jawa, lan Madura, lanang wadon ora beda.
Wajib jaga, wajib ngreksa, age bareng bangun negara.

Tepa slira, among rasa, dijiwit pada larane.
Sapa ingsun, sapa sira, golet cara murih becike.
Wedi salah, wani bener, manungsa pada ngrasane.
Ora bodho, ora pinter, sing diluru kejujurane.

Senadyanta sejen bangsa, tukar kawruh sing miguna.
Jaga diri, jaga asma, Nusa-bangsa aja nggo srana.
Sesrawungan sing miguna, aja nganggo bab sing ala.
Wani njaga, wani mbela, supaya uripe mulya.

Sudah 4 lagu, dipelajari oleh para peminat seni banyumasan, dalam bermusik Chalung:
1. Manyar-Sewu,  2. Ricik-ricik,  3. Eling-eling, dan 4. Bendrong Kulon.
Ber-enam, mereka berusaha menyuarakan seni suara instrumen tradisional itu. Tak mudah memang. Tak mudahnya, karena 6 orang tak bisa serentak berlatih bersama secara rutin. Ada saja satu atau dua yang berhalangan. Ada yang karena kondangan. Ada pula yang berhalangan karena melayani majikannya yang sedang sakit. Sebagai jalan pintas, pendamping-pun turun tangan menjadi penabuh instrumen. Entah jadi pen-nge-gong, kadang pula jadi pen-demung. Tentu saja dengan keterbatasannya.

Beberapa orang mulai tahu, bahwa ada proses belajar musik tradisionil jenis chalung itu. Seseorang kemudian memberi tahu, "di Paroki ini, ada juga kelompok kulinthang lho". Maka tiga hari lalu, Kijang Hijau dinas meluncur memonitor sekelompok wanita, yang berlatih lagu-lagu kolinthang. Dua hari kemudian, ada umat cerita, memberi tahu, "di lingkungan itu, ada kelompok kroncong lho...."  Lha, ternyata, ada potensi-potensi tak kentara yang ada.

Kelompok Kolinthang, sudah tiga lagu liturgi dikuasai. Tinggal nambah dua, untuk mereka bisa mengiringi perayaan liturgis ekaristi. Minggu lalu sudah dishoting pula oleh kameramen TV-lokal Banyumas. Menariknya kelompok wanita itu, ada pemusik, yang berkeyakinan GKJ, ada pula yang Moslem. Musik, ternyata bisa menyatukan berbagai saudara beda keyakinan, yang kerap kali disekat-sekatkan.

Jika dihitung-tung, ada warna-warni jenis musik yang bisa dipakai untuk memuliakan Allah, di seputar Purwokerto: Organ klasik, karawitan logam, Chalung-banyumasan, keroncong, dan kolinthang. Ada pula ensemble anak-anak. Bukankah ini potensi besar.

Sebuah paroki di Yogyakarta, menjadwalkan secara periodik & kontinyu, kelompok-kelompok musik etnis. Mereka diberi tugas melayani, mengiringi liturgi ekaristi. Ada gaya nasional, ada Jawa, Sunda, Batak, Dayak, Flores, Nias, papua. Dan buahnya, gereja menjadi semarak, bergairah.

Rasanya, potensi-potensi musikal ini, bisa menjadi tantangan. Bukan tantangan untuk perang. Melainkan tantangan untuk memuji Allah dengan lebih optimal, dan maksimal.

Cantate bis orat. Menyanyi itu, dua kali berdoa.
Selamat memuji Allah, dengan meng-optimal-kan potensi-potensi yang ada.

Syalom. Wilujeng. Rahayu.
Wasalam:
-agung pypm-

Jumat, Juni 25, 2010

Ke-arif-an

Romo V Kirjito dari lereng Gunung Merapi, Magelang, Jateng, dan Habib Said Ali al Habsy asal Martapura, Kalimantan Selatan, mendapat ucapan dari pendiri Maarif Institute, Syafii Ma'arif (kanan), dalam Malam Anugerah Maarif Award 2010, Kamis (10/6).
1. Minggu lalu, seorang imam, Rm Kirjito yang berkarya di lereng gunung Merapi, dapat penghargaan, Maarif-awards.  Apa yang dia buat, sampai mendapat penghargaan macam itu.

Pada sebuah kesempatan dia menikahkan orang. Dalam acara pemberkatan, sepasang pengantin memakai pakaian wayang. Upaya mengangkat  tradisi-lokal.

Dalam banyak kesempatan lain, ia memperjuangkan kelestarian alam. Di sekitarnya, banyak terjadi penambangan pasir membabi buta. Diajaknya masyarakat berkegiatan, mengelola secara arif-bijaksana. Penambangan yang tak terkendali, mengancam kehidupan masyarakat, terutama dalam ketersediaan air. Dan soal pangan yang juga terancam.

Masih banyak kegiatan yang serupa. Namun intinya adalah, dia memperjuangkan yang disebut 'kearifan lokal. Kearifan lokal, adalah segala tindakan masyarakat, kebiasaan, bahasa, budaya, pola hidup, cara berpikir yang menghargai orang, & hasil karyanya, lingkungan,  dan masa depan keturunannya. Karena hal itu, wajahnya kerap termuat di koran-koran. Bukan karena selibriti, melainkan karena memperjuangkan hidup-kemanusiaan.

Apakah, dia mengkristuskan orang. Tidak. Dia memperllihatkan kebaikan. Dan kebaikan itu bersumberkan ajaran Kristus. Maka yang nampak adalah kebaikan Kristiani. Perkara orang itu menerima kristus atau tidak, adalah urusan Roh Kudus. Tugas kita, adalah menjalankan, mengedepankan kebaikan-kebaikan hidup. 

Karena kebaikan yang dilakukan, orang lalu melihat, dan menghargai. Datang untuk melihat dan berusaha untuk meniru. Di sinilah beredar virus, namun virus kebaikan.

2. Dalam bacaan injil, digambarkan oleh Yesus: " Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak dan Yakub di dalam Kerajaan Sorga, ..." Lalu Yesus berkata kepada perwira itu: "Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya."

"Banyak orang akan datang, dari timur dan barat'. Pertanyaannya, kenapa dan untuk apa. Jawabannya, antara lain, ada dalam kisah Rm Kirjito tadi. Karena melihat kebaikan orang. 

Selamat memperlihatkan kebaikan-kebaikan hidup. Berlandaskan ajaran TuhanYesusKristus.

Syalom. Wilujeng. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Kamis, Juni 24, 2010

Gereja Laki-laki

1. Seorang perempuan, tidak berminat bersuami. Setelah ditelusuri scr detail, ternyata ketika usia gadis kecil, pernah melihat ibunya dipukul oleh bapaknya. Pengalaman ini jadi trauma-jiwa. Sejak itu, dia kehilangan figur 'Bapa'. Perempuan itu, kini telah jadi rohaniwati, namun sekian lama batinnya terbelenggu. Tak punya gambaran indah tentang 'bapak', tentang laki-laki yang gentle, gagah-satria. Figur yang tertanam, adalah, laki-laki itu kejam, tak ber-perasa-an.
Seorang pemuda, jika berdoa, tak pernah bisa menyebut Tuhan-Allah itu dengan kata 'Bapa'. Setelah ditelusuri scr rinci, ketika usia anak-anak, dia kerap ditinggal oleh bapaknya pergi. Dan ketika pulang, bapaknya kerap menghukuminya, dengan pukulan, jika terjadi kesalahan. Semakin tambah usia, bapaknya pergi dan hidup dengan wanita lain. Dengan ibunya, dia ditinggalkan begitu saja. Pemuda itu kehilangan figur, tentang 'Bapak' yang baik. Maka, tak mampu berdoa dengan sebutan Allah sebagai 'Bapa'. 

Seorang rohaniwan berkisah, ada imam, senang jika ada anak kecil menggemaskan. Lalu menggendongnya, dan minta dicium oleh anak itu. Bahkan jika anak kecil itu menginjak remaja. Pertanyaan psikologis-teologis nya, siapa yang butuh atas ciuman itu. Si anak, atau si 'imam'. Bisa jadi ada kebutuhan afeksi yang mendorong untuk selalu dipenuhi.  Maka lalu selalu ada kehendak untuk mencium anak kecil. Sebuah aktivitas yang kelihatannya, bersifat amal soleh, namun di belakangnya kemungkinan ada faktor lain yang melatarbelakanginya.

2. Dari Kitab Suci, Kej 1 & 2, dikisahkan bahwa Allah menciptakan tubuh baik adanya. Baik tubuh pria, maupun wanita, mencerminkan pikiran Allah, sebagai citra Allah. Maka sejak awalnya, tubuh pria & wanita adalah indah & elok adanya. Tubuh manusia menjadi tidak mencerminkan 'gambaran Allah', ketika terjadi tindakan 'narsis'. Atau penyimpangan. Di manakah & kapan bentuk-bentuk penyimpangan itu terjadi. Di sinilah, refleksi teologi tubuh main peranan. Sexual-abuse, atau pelecehan sexual, kadang terjadi tak kentara, bahkan dalam skala amat kecil. Namun betapa kecilpun skalanya, selalu ada  efek bagi korban. Apalagi jika si pelaku ber-statutus rohaniwan, yang nota bene punya power, atau kuasa. 

Maka sexual abuse, sebenarnya juga bentuk dari ketidak seimbangan kuasa. Ada kuasa yang lebih lemah, tak mampu menghadapi kuasa lain yang lebih kuat.

3. Refleksi Teologi Tubuh, membantu orang, terutama rohaniwan-rohaniwati, untuk menyadari sejak kapan, dan dalam peristiwa apa saja, didapat perlakuan yang bersifat sexual abuse. Dibantu, dengan refleksi teologis, ilmu kedokteran, dan psikologi, diharap orang menyadari dan lalu bisa menempatkan peristiwa-peristiwa secara sehat dalam  hidupnyan. Arahnya, orang bisa hidup optimal, terbebaskan dari pengalaman traumatis yang menjadi luka-luka batin membelenggu.  Terutama berkaitan dengan hidup sexual.
Lewat analisis, doa, sakramen pengakuan dosa, dan peribadatan, peserta diajak ke arah gambaran 'Bapa' yang otentik, yang alkitabiah. Bukan 'bapa' yang menakutkan, yang kejam. Di sini, gambaran tentang Allah, sebagai 'Bapa' dipulihkan. Kerap gambaran ttg bapa, teracuni oleh pengalaman-pengalaman yang berwarna sexual abuse, di masa kecil.

Selamat menghayati gambaran Allah sebagai Bapa. Bapa yang sesungguhnya. Bukan bapa, yang teracuni oleh kuasa kegelapan. 

Syalom. Wilujeng. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Senin, Juni 21, 2010

Mata Kontemplatif & pencopet

Lumen-2000 adalah mitra dari KWI, dalam hal pengembangan pribadi-pribadi imam Indonesia. Dengan harapan, para imam menjadi pribadi yang tangguh, tahan uji dan kreatif. Olah rohani, atau retret imam 7-11 Juni 2010, terselenggara a.l. atas jasa mereka. Pendamping, pemberi retret adalah Mgr Suharyo pr. Tema-nya, 'Kesetiaan Kristus, Kesetiaan Imam'. Langkah-langkah permenungan, bermodel 'Ignasian'.  Teks, sebagai acuan, diambil dari Injil Mateus, dibantu surat kepada umat Ibrani.

Salah-satu bagian yang diberi banyak perhatian, adalah bagian kotbah Yesus di bukit. Dikaji, apakah 'Kotbah Yesus di bukit' itu, merupakan sebuah idealitas, ataukah semacam tuntutan, bagi pendengarnya. Dari sana, pendengar di ajak, agar tak berhenti pada rumusan kotbah, melainkan sesudah mendengar, masing-masing diharap memiliki dalam dirinya penglihatan-kontemplatif. Orang yang berpenglihatan kontemplatif, adalah yang mampu melihat,  yang lebih jauh daripada yang nampak. Mampu melihat, alam & tubuh manusia sebagai suara Tuhan. Mampu melihat, pribadi atau persona sebagai gema Allah. 

Pulang dari Via Renata, Cimacan, para imam pulang ke tempatnya masing-masing. Sebagian naik bis rombongan menuju katedral Jakarta, untuk transit.  Peng-udud '76 turun di Cempakaputih, untuk ganti bis di Terminal Pulau Gadung, menuju Girisonta. Di halte Cempaka Putih, tiga mikrolet, tak mau distop, meski masih ada tempat duduk.  Menimbulkan tanda tanya. Pada yang keempat sebuah mikrolet, bersedia berhenti. Namun ketika bergerak mau buka pintu sebelah sopir, empat pemuda serentak bergerak bersama, manawarkan, dan mendorong untuk masuk mobil. Gerak mereka seperti pasukan khusus. Semacam ada rencana. Saat itu intuisi membisik, ada bahaya !. Dan ternytata betul, empat pemuda adalah copet. Mereka secara sistematis, mengeroyok calon korbannya. Ada yang menawarkan, ada yang menolong, ada yang mendorong. Ada pula calon penerima hasil copetan. 

Karena intuisi jalan, begitu para copet jalankan aksi, pengudud '76 tak bergerak, tak bereaksi. Tangan tetap di posisi handel pintu. Berdiri, tak gerakkan kaki. Tak jadi buka pintu. Dan mikroletpun diam, tak berjalan pula. Karena calon korban diam seperti patung, mobil diam seperti patung, para copetpun, jadi diam tak bergerak seperti patung. Padahal tangan sudah, memegang, tas & tali hp. Akhirnya, semua terdiam seperti patung. Suasananya, seperti ketika Yesus menghadapi orang-orang yang mengadukan wanita yang kedapatan jinah. Para copet jadi bingung. Mata mereka ditatap, satu-satu. Lalu mereka diam, pergi menundukkan kepala.

Menghadapi pencopet, kerap rasa jadi geram. Tapi mata kontemplatif, menimbulkan rasa iba. Sebenarnya mereka pribadi-pribadi 'yang kasihan'. Butuh kasih & sayang. Kasihan, karena hidup tak berpengharapan, berpondasikan kekerasan. Dan perampasan milik orang lain. Butuh pertobatan.

Selamat ber-penglitatan kontemplatif.

Syalom. Wilujeng. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-