Jumat, Oktober 30, 2009

Sopir


File:Ford 1961.JPGDi Purwokerto banyak perusahaan ekspedisi. Usaha pengiriman barang-barang antar kota-antar propinsi. Truk-truk besar banyak mengangkut komoditas ekonomi, menuju kota tujuannya. Untuk itu terdapat banyak pengemudi, atau sopir-sopir.




Suatu siang, di dekat pabrik komponen jembatan, pra-cetak Buntu, melintas sebuah truk bertuliskan di pintu belakangnya. "Tetep emoh bojo sopir....".


Di masyarakat, kerap terdengar kalimat minir berkaitan dengan profesi sopir. Sopir, 'Yen ngaso, mampir'.


Tetapi apakah tiap sopir selalu minir perilakunya. Tak juga. Banyak sopir yang baik perilakunya.
a. Seorang sopir Bus 'PR', Solo-Palembang, tiap bertugas mengemudi, selalu dua orang. Bergantian. Satu tugas. Satu tidur, istirahat. Jika giliran istirahat, sebelum tidur, dia mengeluarkan seuntai rosario dari sakunya. Dan, lalu..... berdoa rosario.


b. Seorang sopir truk gandheng di Pwkt, prihatin terhadap tetangganya, seorang pemuda. Pemuda tetangga tak jelas juntrung kegiatannya. Nganggur, tak kerja, mabuk-minuman.
Keprihatinannya, direalisasikan dengan ajak si pemuda-tetangga ikut kerja. Pemuda tetangga diajarinya kerja dengan jadi kernet. Jadilah beberapa waktu si pemuda punya kerja. Jadi pembantu sopir alias kernet. Ke mana-mana membantu sopir mengurusi truk-gandheng. Dapat nafkah, dapat kerja, punya penghasilan. 


Nanum, air susu, kadang terbalas dengan air tuba. Suatu kesempatan, truk menghantar muatan ke Jakarta. Dibongkar tak jauh dari kawasan Kalijodo. Ketika selesai bongkar, dan lalu hendak berangkat pulang, dicari si kernet, namun tak ketemu-ketemu. Sesudah sekian lama, ada laporan datang pada Pak sopir, 'Si kernet di sandera di Lokalisasi Kalijodo, oleh orang-orang. Karena, dia main malima, alias main perempuan,  tapi bayarnya kurang'. Sebagai solusi, terpaksalah Pak Sopir, menebus si kernet agar dilepaskan. 

Perilaku negatif pertama, masih dimaafkan oleh Pak Sopir. Dia masih dibolehkan kerja. Harapannya, kernet masih bisa jadi orang baik-baik. 

Tapi itu harapan. Harapan kadang tinggal harapan. Suatu saat, truk Pak Sopir bawa muatan hendak dibongkar di Yogyakarta. Kendaraan berhenti dulu. Mendinginkan mesin di Purworeja. Juga untuk makan dan minum, serta melepas penat.

Ketika mau berangkat lagi, lhoooo..... si kernet tak ada. Dicari, tak ada. Dicari-cari tetap tak ada. 
Ternyata si kernet pergi tanpa pamit, alias 'minggat'. 
Dan ketika diperiksa, lhoooo...... dongkrak juga tak ada. 
Ternyata si kernet pergi sambil 'nggondhol' dongkrak, yang harganya ratusan ribu. 

Sejarah penyelamatan oleh Kristus, adalah rangkaian berbuat baik, terus menerus tanpa henti. Juga ketika, diapusi, dipertanyai, bahkan dikhianati. 

Selamat melanjutkan Karya Penyelamatan. 

Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung ypm-

Rabu, Oktober 21, 2009

Tikus Makan Sabun

Di warung kelonthong, sebelah Bakso 'Paijo", Ajibarang, dijual aneka kebutuhan sehari-hari. Antara lain rokok. Si penjual meletakkan rokok-rokok, dalam sebuah lemari kecil, dijadikan satu dengan sabun-sabun mandi. Dipikirnya, itu tak soal, karena bentuknya sama-sama kotak & bagus-bagus kemasannya. Tak pikir panjang akan side-effek-nya, bahwa ada dampak kimiawi atas cara penyimpanan model tersebut. 

Seorang perokok, membeli sebungkus rokok. Menghisapnya, sehabis makan bakso Paijo. Setelah beberapa hisapan, mengeluh, meng-komplain, rokok yang baru dibelinya, berasa sabun mandi. 'Wuah rokok apa kiye, rasane ana sabune.....?!' Iseng ingin membuktikan, 'Peng-udud '76', lalu membeli rokok di warung itu. Ternyata, rasanya hampir sama. Rokok '76, berasa campur sabun mandi.   


Di warung wedang, tak jauh dari garasi PO Sumber Alam, Kutoarjo, seorang Ibu tua jualan minuman-minuman. Antara lain 'Extra Joss'. Suatu malam, sekitar jam 23.00-an, peng-udud '76 beli es-batu-campur-extra-joss, buat nambah tenaga. Ketika diminum, jebul, rasanya campur 'rasa detergent', sabun colek.


Karena rasa agak mengecewakan, komplain sama ibu tua penjual minuman. Diambilnya, kemudian gelas baru. Diisinya, dengan es, air & extra-joss. Tapi, untuk gelas revisi, rasanya tak beda dengan yang pertama. Tetap masih berasa detergent. 'Wuah....., kerinduan atas rasa dahaga, ter-tambahi dengan rasa kecewa...... Rasane mangkel tujuh turunan....'.


Setelah diperiksa, ternyata gelas kedua, diambil tetap dari kelompok gelas pertama. Jadi tak kacek. Wong nyucinya bareng. Dengan air yang sama. Dengan sabun detergen yang sama pula. Setelah diinvestigasi, ketemu asal-muasal penyebabnya. Karena sudah malam, air untuk nyuci perabotan piring-gelas, tak segera diganti. Meski sudah dipakai berulangkali. Akibatnya, rasa sabun-detergen jadi menempel di gelas-gelas.

Pengusaha kecil, jual produk, kerap kurang-pikir perhitungkan 'pasar'.
Pengusaha besar, sebelum jual produk, amati dulu 'pasar'. Juga rawat pasar.



Mari kita men-siasat-i 'pasar'.


Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu-rahayu-rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Jumat, Oktober 16, 2009

Indikator

Dalam dunia ukur-meng-ukur, dikenal adanya istilah 'Indikator'. Jika terjadi sebuah kemajuan, indikasi-indikasinya apa. Sebaliknya, jika terjadi kemunduran, tanda-tandanya apa. Ada indikasi yang bisa dicermati. Lalu dipakai untuk menarik sebuah kesimpulan. Terjadi, kemajuan, kemunduran, atau kemandhegan. Indikasi, --yang lalu dijadikan ukuran--, disebut 'Indikator'. Sebuah Harian Nasional terkemuka, selalu mencantumkan kolom 'Indikator' di bagian kiri atas.


Demikian juga untuk menggambarkan kondisi lingkungan alam, bisa dilihat dari indikator-indikator yang bisa ditemukan, atau masih bisa dialami. Lingkungan alam yang masih seimbang, kondusif untuk hidup, diindikasikan dengan tersedianya a.l. air-bersih. Juga margasatwa, yang masih bisa hidup dan  tersedia secara cukup. Tumbuh-tumbuhan yang masih memadai mensuplai oksigen. Pangan yang masih secara mudah didapatkan. Dsb-dsb.


Seorang transmigran di kawasan BK, Sum-sel cerita tentang lingkungan alam,  yang ideal untuk hidup. Yang ideal, adalah yang seimbang. Seimbang antara manusia dengan komponen-komponen alam penunjang di sekitarnya. Demikian pula perihal daur ulang limbah manusia. Yang terbuang bisa tetap punya nilai kemanfaatan bagi yang lain.


Dia hidup di sebuah desa, hasil transmigran. Sampai remaja, hidup di lingkungan desa. Dan dia senang dengan suasana ketika itu. Rumahnya sederhana, tapi layak untuk hidup. Untuk masak, mandi, cuci, sudah ada sumur. Tapi untuk toilet, keluarganya tak punya. Demikian juga tetangga-tetangga desa.  Jika 'b-a-b', mereka pergi ke sungai. Tetapi, yang unik, sungai di tempat mereka ketika itu tak polusi. Kotoran manusia tak terlihat. Tetap jernih airnya, dihiasi ikan-ikan berseliweran. Dan itu bisa terjadi, karena ekosistem air tawar, yang terjaga. Habitat yang hidup di sungai bisa saling dukung. Manusia menguntungkan hewan. Hewan menguntungkan manusia. Keduanya terdukung oleh kondisi alam, yang harmoni.


Kondisi harmonis habitat alam sungai itu, bisa dirasakan indikasinya, jika ia 'b-a-b' di sungai. Sungai yang sehat, ketika orang 'b-a-b', sudah diikuti ikan-ikan. Tak hanya itu, ketika ia sedang jongkok, dan pantatnya terendam air, ikan-ikan sudah menyondol-nyondolnya. Malah, begitu kotoran manusia keluar dan jatuh di air, terus jadi rebutan ikan-ikan. Satu-dua 'urang', malah ada yang menggigit bagian sekitar organ pembuangan. Maka, air sungai tetap bersih. Tak terdapat kotoran manusia. Terjadilah keseimbangan alam. Yang sungguh alamiah. 


Namun, kini ikan-ikan itu tak nyondol-nyondol lagi. Urang-urang tak nggigit lagi. Sungai kelihatan kotor, tercemari.  Dan penyebabnya juga adalah manusia sendiri: Cari ikan, dengan 'endrim', potas, obat-racun ikan, jenu, dsb. Juga disetrom, sehingga ikan-kecilpun jadi mati. Tak hanya itu, sisa insektisida tanaman, sudah pula mengalir ke sungai. Diperparah oleh limbah industri, yang tak terolah secara tuntas. Padahal banyak mengandung zat mercuri.


Keseimbangan alam, adalah pola hidup yang saling menghidupkan. Tak saling mematikan. 
Menghidupkan antar makhluk hidup, manusia, hewan, tanaman. 
Menjaga komponen kehidupan, air, udara, tanah, iklim, dan cuaca. 


Mari saling menghidupkan.


Syalom. Wilujeng, Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Kamis, Oktober 15, 2009

Kematian Or-Tu, sahabat-sahabat



Kematian, memang tak ter-elakkan.
Ketika itu terjadi, memedih & menyedih-kan. Berpisah secara fisik, selamanya.
Sebuah fakta kemanusiaan, yang adalah kodrat.
Sebuah bagian kehidupan yang terasa pahit.
Tetapi mesti terjadi. Dan harus dialami.
Hidup memang sebuah misteri.
Ada sisi-sisi, yang tak tergapai oleh nalar & budi.
 
Dari kacamata iman, Hidup hanyalah diubah. Bukan dilenyapkan.
Kematian, adalah sebuah transisi.
Bukan sebuah akhir.
Suatu kediaman abadi, tersedia bagi kami di surga, bila pengembaraan kami di dunia ini berakhir.

Selamat jalan, untuk Ayahanda Basuki Patmonugroho.
Selamat jalan pula, untuk Ibunda Ismidasih.

Wasalam: -agt agung pypm-

Jumat, Oktober 09, 2009

Wong Edan

Beberapa tahun yang lalu, Minibus-Mitsubishi-Colt-T-120, eng-ing-eng, pulang dari kota metropolitan, Jakarta. Kepergiannya, untuk menghantar calon tenaga kerja, dari desa yang hendak kerja di kota. Berangkat, lewat jalur selatan, pulang lewat jalur pan-tu-ra. Kecepatan kendaraan minibus tua, rata-rata 60-70 km/jam. Berangkat-pulang dr Jakarta, sudah agak siang. Perjalanan menyusuri Tol Jagorawi, diteruskan jalur Pamanukan, Cirebon, Brebes, Tegal. 

Sampai kawasan itu sudah gelap-malam. Memasuki kawasan Losari, sudah jam dua-satunan. Saat, jam demikian, perut terasa lapar, karena memang belum makan malam. Maka berhentilah di sebuah warung makan pinggir jalan, di bawah pohon-pohon. Nasi, dengan lauk tahu, dihiasi dengan telur, dilahap dengan sigap. Habis nasi-lauk, dilengkapi dengan minum kopi, agar tak ngantuk di perjalanan lagi. Menu selanjutnya, adalah udud. Dinyalakanlah rokok '76 sebatang. Dihisap, sebagai pelengkap makan. 

Ketika menikmati kopi dan udud, datanglah seorang wanita duduk mendekat. Sikapnya ramah, memberi sapa. Dari mana, mau ke mana. Lalu ngajak ngomong ngalor dan ngidul. Pengudud '76 nanggapi dengan sekenanya. Namun akhir dari cerita, ternyata wanita yang mendekat, adalah seorang pe-es-ka. Di ujung sapaan dia mengajak 'ML'. 'Making Love', bahasa sandinya. 


Ketika si wanita menggoda dengan setengah memaksa, peng-udud '76 bilang, dengan berkata, 'Maap Mbak saya tak kuat. Tak kuat dhuitnya, tak kuat tenaganya.' Dia-pun mundur-menjauh, tak lagi menegur sapa. Meski sempat ngucapkan sebuah kata, 'bohong...!'.



Ternyata, masih ada babak berikutnya. Selang wanita pertama pergi, muncul wanita yang lain. Yang kedua, tak beda dengan yang pertama. Ngajak omong sana dan sini. Panjang dan lebar. Namun di akhir cerita, jadinya sama, ngajak 'ML'. Terketahui pula, bahwa wanita kedua, adalah juga seorang pe-es-ka. Atas keramahan-kegenitan, dan ajakannya, peng-udud '76 bilang lagi, 'Maap mbak, saya tak kuat. Tak kuat dhuitnya, juga tak kuat energinya.'. Terdengar kemudian, kata yang tak jauh dengan kata sanggahan pertama, 'ngapusi...! '. Si wanita inipun akhirnya juga menjauh, pergi. 


Jadi, ada dua babak peristiwa. Ternyata, belum ending.  Ada  lagi satu babak berikut. Menjelang kopi habis disruput & rokok habis dihirup, muncul seorang wanita agak gendhut. Dengan keramahannya, dia menyapa. Dan nampaknya pula pandai melucu. Tetapi, out-put akhir, pun juga sama. Dia seorang pe-es-ka. Yang sedang melakukan aksinya, hendak menggaet pria-pria. Ketika, wanita ketiga menyampaikan tawaran-godhanya, peng-udud '76 bilang lagi, 'Maap, tak kuat. Tak kuat dhuitnya, tak kuat energinya.'.


Sesudah kopi segelas habis, salam pamit disampaikan pada si pemilik warung makan. Ketika peng-udud '76 beranjak pergi, si wanita ketiga berujar, 'Edan...... Uwong sing iki, pancen ora gelem tenan.......'.


Dengan, sepenggal kalimat, meng-inferior-kan diri, 'Maap, tak kuat dhuit-nya, tak kuat energinya',  selamatlah dari cengkeraman para wanita. Yang dengan lihai, memainkan rayuan mautnya. 


Hidup selibat, tak berarti bebas dari godaan. Hidup selibat, adalah sebuah komitmen.
Komitmen, selalu mengandung niat yang amat kuat, menjadi sebuah tekad: Sekali selibat, tetap selibat. 
Untuk Kerajaan Allah, tentunya. 

Seorang rohaniwan senior, menasehatkan, jangan main-main dengan 'sex'. Sekali merenggut, terenggut.



Selamat, merawat kehidupan selibat. 


Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Jumat, Oktober 02, 2009

Yang Masuk Sorga.




Sebuah siang, trail-mot-nas menyusuri tepian Sungai Serayu. Di sebuah tempat terdapat truk-truk tangki aspal sedang parkir. Ternyata, tempat itu tempat kencing. Bukan kencing air seni, melainkan truk yang kencing aspal. Sebuah sindikat, tata-kerjasama-nya rapi, melakukan aksinya.  Tapi sayang, aksi pencurian.


Suatu kali, 72 murid laporan pada Yesus, bahwa mereka cukup berhasil mengusir setan-setan, dan menyembuhkan orang sakit. Dan itu semua dilakukan oleh mereka berkat 'atas nama Yesus'. 


Para murid merasa mongkog, bangga, masgul. Itu wajar. Yesus menanggapi, itu baik, dan pantas untuk  suka-cita. Namun jangan hanya sampai di tahap itu.  Lebih suka-cita  lagi, bukan karena bisa bertindak baik, berkegiatan sosial, bantu orang. Namun, karena 'namamu, sudah tercatat di Sorga !'. 


Jadi, sukacita, sebagai buah kegembiraan, menurut Tuhan Yesus, ada tingkatannya.
Pertama, berbuat baik.
Kedua, nama 'tercatat di sorga'.
Nampaknya, betul yang dikatakan Tuhan Yesus. Banyak orang memang  bisa berbuat baik, saling tolong-menolong, solider, kerjasama. Namun tak otomatis serba betul, dan lalu dapat pahala. Karena itu bisa tak pas. Alias tidak tepat.



Preman-preman, saling kerjasama antar mereka, saling berbuat baik antar mereka. Namun, untuk memeras. Atau untuk mencuri. Curi minyak, curi aspal, curi batubara, curi besi, curi kayu,  dsb.  Saling solider, tutup mulut, jika ada yang kecekel aparat. Saling bela anggota gang-nya, jika dapat tantangan dengan kelompok lain.


Perusahaan-perusahaan yang nakal, kadang kerjasama, kong-kali-kong,  untuk ngontrol harga. Harga jadi tinggi. Istilah untuk mengungkapkah hal seperti itu, adalah 'kartel'. Dekat dengan istilah kartel, adalah 'monopoli', 'Oligopoli'. 


Bandar narkoba, bisa jalankan bisnisnya dari balik terali besi. Itu juga karena kerjasama. Dus kerjasama, baik, tapi belum tentu pas, atau benar, atau pener. 


Yang 'baik', tetapi sekaligus bener, serta pener, adalah yang jadikan orang--si pelaku kebaikan-- tercatat di Sorga. Tak tiap perbuatan baik, otomatis menghasilkan  orang tercatat di sorga. 

Yang baik, dan lalu menjadikan orang  tercatat di sorga, mesti memenuhi kriteria. 
Pertama, baik sungguhan.
Baik, secara moral, etika, hukum, budaya, adat.

Kedua, bersumberkan kuasa Yesus. 
Ketiga, selalu menyandarkan diri pada Yesus. 
Jadi dalam berbuat baik, selalu dihayati adanya relasi dengan Yesus. Tentu saja ajaran-ajaran Yesus. Ajaran Yesus, intinya kasih. Kasih itu bersifat membangun, tak merusak.


Selamat berbuat baik, yang ber-out put- kan, 'nama kita tercatat di sorga'. 


Syalom. Wilujeng. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-