Kamis, Maret 12, 2009

Dheng-kul


Tiap orang hidup punya dhengkul. Punya lutut. Sesuatu yang vital. Namun sayang, yang vital itu kadang disia-siakan. Atau malah untuk men-sia-siakan orang.

1. Di jalan Kaliurang Yk, ada sebuah kolamrenang. Penjaganya seorang tua. Ramah. Banyak cerita. Yang aneh, kakinya bisa sedikit ditekuk ke depan. Dan jika jalan, lalu tak normal. Agak pincang. Kenapa sebab !? Karena sudah tak punya tempurung lutut. Sudah tak punya 'enthong-enthong' dhengkul.
Kondisi demikian ada ceritanya.

Suatu hari dia sedang duduk di tepi jalan. Tak ada halilintar, tak ada gelagat jagad, tiba-tiba ada batu terlempar keras sekali, mengenai tempurung lututnya. 'Athao............................!', sakit sekali katanya. Sesudah diperiksa, tempurung lutut-nya sudah pecah. Pecah kena lemparan batu.
Siapa yang melempar. Yang melempar batu, ternyata sebuah mobil. Mobil itu melintas di jalan aspal. Pas di jalan itu ada sebutir batu. Batu itu terlindas ban. Karena tekanan oleh ban mobil, batu itu melesat seperti peluru. Mengenai bapak si penjaga kolamrenang, tepat di bag dhengkulnya. Cacatlah dia seumur hidup.

2. Mitsubhisi Colt T-12o, Eng-ing-eng, minibus, pernah meng-angkut, menghantar seorang umat, 'Bu Mistem' namanya. Umat Stasi Kampunglaut. Dibawa dari Cilacap, menuju Sangkalputung, Palur, Sragen. Ke ahli tulang. Agar ditangani. Kenapa !? Karena, tempurung lututnya pecah jadi tiga. Tak hanya itu, lalu bergeser posisinya ke bawah. Tak berada di bagian sendi, secara presisi. Akibatnya, sakit. Jika dipaksa jalan, sakit sekali.

Tempurung lutut Bu Mistem pecah, karena terpeleset. Suaminya membangun rumah. Lantainya yang semula tanah dipasangi keramik. Keramik baru, ternyata licin. Ketika hujan gerimis, dia terpeleset oleh halus-licinnya keramik.

Ahli tulang Sangkalputung, tak sanggup. Angkat tangan. Menyarankan untuk dibawa ke dokter. Esok harinya, Colt T-120, Mitshubisi, meluncur ke dokter tulang RS Pantirapih. Di sana di-photo-rontgen. Diperiksa teliti. Kesimpulannya, tulang tempurung lutut pecah jadi tiga. Bergeser posisinya. Maka harus dibetulkan. Bisa.!
Dokter bilang, 'Dioperasi, tulang yang pecah diikat dengan platina. Posisinya dibenarkan.!'.

Pulanglah, Minibus Colt T-120 ke Cilacap untuk cari duit, cari dana. Sepuluh hari kemudian baru kembali ke RS Pantirapih. Sesudah memeriksa, merahlah muka Pak Dokter, abang mbranang, bernada penyesalan mendalam. Apa pasal. Pak Dokter bilang, 'Rm sudah terlambat. Pecahan tulang sudah menempel di bagian tulang kaki. Sudah menyatu. Tak mungkin dilepas lagi.' Penyopir Minibus Colt-T pun, pulang dengan rasa & wajah sayu.

Kepala, pundhak, lutut, kaki. Lutut kaki, lutut-kaki.
Kepala, pundhak, lutut, kaki. Lutut kaki, lutut-kaki.
Daun telinga, mata, hidung & gigi.
Kepala, ....................dst.

Demikian, nada-nada, syair, sebuah lagu anak-anak yang indah.
Tapi jadi tak indah jika lutut, tak ada.

Lutut, menjadikan indah hidup manusia.
Tanpa lutut, orang tak bisa jalan.
Maka jangan sepelekan 'lutut, alias dhengkul'.
Termasuk, 'ndhengkul-ndhengkulke' orang. 'Dhengkul-mu..........!'

Selamat, tidak ndhengkulke orang.

Syalom. Wilujeng. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Tidak ada komentar: