Kamis, Maret 05, 2009

App & Politik




Syalom, Wilujeng, Rahayu.


Pada sebuah pertemuan, ada pertanyaan evaluatif tentang kegitan Aksi puasa pembangunan(APP). Ditanyakan, apa hambatan-hambatan dan tantangan APP.

Hambatan kegiatan app, bisa dikategorikan dua kelompok:
Satu, ketika di paroki Kroya, saya selalu datang jika ada undangan atau ada pemberitahuan pertemuan APP. Tapi, ke-rajin-an hadir dalam pertemuan itu malah dipersepsi sebagai 'mayeng-mayeng'. Malah dilaporkan lagi. Ini kategori hambatan internal.

Dua, beberapa kegiatan amal-saleh yang dibantu dana app, dan bersentuhan dengan masyarakat umum--non kat--, di beberapa tempat di-persepsi, diarani, malah dituduh sebagai gerakan kristenisai. Padatal, tak. Ini kategori hambatan eksternal.


Jadi, kerap, hal persepsi menjadi biang masalah. Tak mengherankan sebenarnya, karena persepsi adalah kegiatan nalar manusia. Levelnya, masih manusia. Maka, sifatnya terbatas. Tingkatan-nya, masih manusiawi. Belum tingkat malaikat. Maka bisa berat sebelah. Bisa sifatnya, subyektif.


Manusia adalah mahkluk multi-dimensional. Penglihatan manusia, terkadang hanya dari salah satu dimensi saja. Dimensi lain tak terjangkau untuk terlihat. Di sinilah terletak keterbatasan. Maka bisa saja salah.

Seorang imam senior di Cilacap, kerap menggunakan isilah 'Persepsi' dalam berbagai pembicaraan. Kata itu menjadi ciri khas, dan di balik kata itu ternyata terkandung rambu-rambu moral sosialitas. 'Kita terlalu mudah ber-persepsi terhadap seseorang. Dan persepsi itu kerap bersifat negatif. Dari ber-persepsi negatif, kita kerap lalu mudah meng-hakim-i seseorang.' 'Hati-hati yaaaaa !, jangan mudah menghakimi orang lain. Nanti kita kita juga dihakimi..........!', katanya.

Dalam pemilu th 2009, terdapat lebih dari tigapuluh partai. Partai politik. Masing-masing menawarkan konsep politik sendiri. Konsep politik hidup bernegara, sebuah cara pandang bagaimana sebuah negara diartikan, dimaknai, dan dikelola. Dus di sini, terdapat persepsi. Persepsi atas sebuah negara, bagamana tata negara dikelola. Politik-pun tak lepas dengan soal persepsi. Persepsi kenegaraan. Persepsi bagaimana sebuah hidup bersama akan dibangun. Sebagai sebuah negara.


App, pemilu, partai-politik, aksi sosial, keg-politik, tak lepas dengan 'persepsi'. Persepsi satu orang, persepsi satu kelompok, persepsi...............
Ustadz Mus.....Bisri dari Rembang, dalam pesan-religiositasnya di Polda Jateng, menegaskan, bahwa, boleh kita ber-partai, ber-golongan, ber-ideologi, ber-persepsi tentang tatanan politik, namun, mbok jangan ngotot. Satu ngotot terhadap yang lain. Maksudnya, memaksakan konsep, persepsinya sendiri pada yang lain.

Selamat ber-persepsi. Tapi, tak usah ngotot.

Wasalam:
-agt agung pypm-

Tidak ada komentar: