Rabu, Februari 16, 2011

Doa Sederhana

Di paroki Katedral, ada banyak macam warganya. Di antaranya, ada yang tidak 100% normal kejiwaannya. Bagaimanapun mereka adalah umat manusia juga. Yang perlu disapa. Kemarin, dua orang umat yang tidak 100% itu, bisa beraktivitas normal, seperti kita-kita. Mereka berdua, menaikkan tanaman-tanaman jati dan rambutan ke bak pickup, untuk didistribusikan. Guna kegiatan penghijauan.

Ketika naik di bak belakang, mereka berdua juga pakai helm, dalam rangka patuh dan sadar hukum. Kekurangan salah satu di antara mereka, adalah kadang-kadang omong sendiri. Motor diajak omong. Pohon pisang diajak omong. Yang satunya lagi, kadang-kadang main pencak silat di jalan. Berhadapan dengan entah siapapun orangnya, yang penting bisa diajak seperti lawan dalam pertandingan. Masih disyukuri, bahwa mereka masih dalam batas tidak mengganggu orang-lain. Bisa bekerja, bisa berbelanja, bisa bertegur sapa. Bisa bernyanyi, malah bisa ber....doa.

Sehabis kerja, dibuatkan mie rebus instan untuk mereka. Ketika, hendak menyantap, --tanpa diminta-- mereka bikin tanda-salib, sebagai bentuk doa sederhana.

Orang tidak-100%- normalpun, berdoa. Apalagi ............

Mari kita berdoa. Juga untuk mereka.

Syalom. Wilujeng. Rahayu.
Wasalam:
-agt. agung ypm-

Rabu, Februari 02, 2011

Photographer Calung

Apik atau tidaknya sebuah pertunjukkan kesenian, ditentukan oleh tukang foto. Betulkah demikian. Bisa jadi.

Minggu lalu tepatnya 26 Januari, di Paschalis Hall, diadakan acara dialog agama. Dialog disertai pentas budaya-seni 'Calung Banyumasan'. Sebagai pembuka, sela & penutup. Ketika latihan dan jendral-repetisi-nan terasa sudah lancar. Enak di mata, enak di telinga. Namun ketika pentas di hadapan umum, dua lagu sempat tersendat. Apa pasal. Setelah dievaluasi, ada dua hal. Penabuh yang piawai, tak bisa hadir, karena dipanggil Boss-nya, seorang distributor buku. Tersendat kedua, disebabkan oleh faktor external. Yaitu, penabuh 'Gong'.

Penabuh Gong, profesi utama, adalah koster. Koster katedral. Sesudah sekian waktu ikut berkesenian, dia bisa lancar memainkan alat musik itu. Namun ketika dia pentas saat itu, dalam salah satu lagu yang tersendat, dia mengaku grogi. Tak hanya grogi, malah merasa kacau. Ternyata, situasi tak nyaman itu disebabkan oleh permintaan seorang fotografer perempuan, agar ia berpose indah. Sang fotografer perempuan, mendesak-desak, agar pose-sedang-menabuh gongnya, bagus. Akibatnya, dia kehilangan alur lagu. Sehingga, mestinya ketika gong kecil yang ditabuh, malah gong yang besar. Jadi kewalik-walik.

1. By the way, sebagai sebuah kesenian, sudah jalan. Dan evaluasi, menjadikan kesadaran untuk makin giat berlatih dan memperbaiki diri, serta kelompok. Jika dihitung-hitung, sampai kini sudah Lima lagu wajib daerah Banyumas yang terkuasai. 1. Ricik-ricik, 2. Elling-eling, 3. Bendrong Kulon, 4. Manyar Sewu. 5. Waru Doyong. 6. Dawet Ayu Banjarnegara.

Untuk meng-iringi-i Ekaristi, sudah terkuasai pula satu set lagu-lagu 'Ordinarium'. Yang terdiri dari: Gusti Nyuwun Kawelasan, Minulya, Suci, Rama-Kawula, Cempening Allah. Waktu-waktu belakangan, tinggal menghafal.

2. Untuk masa yang akan datang, sudah disusun Lagu-lagu berwawasan lingkungan untuk dipelajari. Yang terdiri atas: Perahu Layar, Lesung Jumengglung, Kanca Tani, Sekar Gadung, Pantai Logending, Caping Gunung.

3. Jika program butir 2 sudah bisa, akan diusahakan membuat fragmen singkat. Durasi setengah-jam-an, atau satu- jam-an. Model pethilan. Atau drama singkat, dengan diselingi lagu-lagu.

Dengan itu, diharap Kesenian Calung, tetap hidup, survive. Tak mati, berkelanjutan. Berkembang.
Dan untuk itu semua, ternyata membutuhkan yang disebut, Pengarah Acara, Manajer, atau Ketua Kelas.

Waktu belakangan, para seniman calung sedang berpikir memilih 'Ketua Kelas'.

Rasanya, keberlangsungan budaya seni patut untuk tetap dihidupi dan dihidupkan. Seorang warga masyarakat bilang, "Dengan seni hidup jadi tidak kering, segerrrr.."

Siapa mau ndaftar. Jadi Ketua Kelas. Agar hidup tetap segerrrrr.

Syalom. Willujeng Wengi. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-
(Ketua kelas sementara)

Selasa, Februari 01, 2011

Sayur-nara

 
1. Dalam perjalanan dengan sebuah mobil, dari Jakarta menuju Yogyakarta, empat orang anak remaja ikut. Ketika makan siang di sebuah 'Rumah makan', tak ada seorangpun yang memilih sayur-sayuran. Ketika kunjungan stasi habis ekaristi, ternyata anak-anak yang ikutpun, sama. Mereka tak senang makan sayur.

2. Kesaksian seorang Guru Senior, dalam upacara-upacara bendera Hari Senin, anak-anak SD, jarang yang pingsan, semaput. Anak-anak SMA, justru kerap ada yang semaput. Katanya, daya tahan remaja-ramaja yang semaput itu lemah, akibat sekian lama kurang dalam hal makan sayur-sayuran. Kesenangan mereka, makanan yang fast-food-fast-food, dan enak serta gurih-tajam.

3. Seorang keluarga desa yang sederhana, di kawasan Banyumas, jika makan jarang beli material di warung atau toko. Makan dasar nasi, plus sayur-sayuran yang diambil dari pekarangan, atau ladang, atau sawah, atau tumbuhan yang hidup di tepi jalan, atau tepi selokan. Anggota keluarga itu, sehat-sehat, jarang sakit.

4. Seorang herbalis cerita, jika makan kita kurang serat, mudah kena diare. Faeces, akan berupa lembek, atau banyak cairan. Jika banyak serat, faeces akan berupa batang-batang. Dan akan lancar dalam proses pembuangannya. Serat-serat, bisa didapat dari sayur-sayuran, atau makanan berserat lain seperti, gori, sukun, kluwih, lalapan-lalapan, dsb-dsb.

5. Mgr Hadisumarto, dalam sharingnya, bilang bahwa suku-suku bangsa yang makanan dominannya daging, biasanya usianya pendek-pendek. Yang makan dominannya tumbuh-tumbuhan, usianya lebih panjang.

6. Peng-udud '76 senang makan sayur, dan lalapan-lalapan. Butir-butir manfaat dari cerita-cerita di atas ternyata betul nyata. Terutama, butir nomor 4.

Mari kita galak-kan senang makan sayur-sayuran. Demi kesehatan.

Syalom. Wilujeng dalu. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung ypm-