Kamis, Agustus 27, 2009

Jagading Lelembut III

Hidup, bisa dilapis-lapiskan jadi beberapa tingkatan. Lapis yang biasa adalah natural. Lapis, di atasnya, supra natural.
Lapis dari kacamata lain, yang biasa adalah normal. Lalu ada, supra normal. Ada pula kemudian, para-normal. Di bawahnya, lalu ada ab-normal. Turunannya yang lain lagi, adalah ora-normal.


Beberapa orang dikaruniai oleh Sang Pencipta kemampuan spesific. Kemampuan itu, a.l bisa melihat barang yang lembut, yakni lelembut. Bahkan lebih kecil daripada rambut.
1. Seorang umat, malam hari sakit perut. Belum punya WC-toilet. Maka pergi ke kebun. Kebetulan sebelahan dengan makam-kuburan. Ketika sedang buang hajat. BAB. Di bruk, sebelah rumah, muncul seonggok kain berdiri, sebesar manusia, warna putih. Ada ikatan di bagian ujungnya. Jondhal-jondhil. Menampakkan pula bagian wajahnya. Dia melihat, dan diwedeni memedi pocongan, katanya. Takut setengah hidup, juga setengah mati. Tapi tak bisa apa-apa.
2. Seorang umat lain, biasa bangun jam 3 pagi. Untuk persiapan masak. Maka mesti ambil air. Buat bikin wedang, dan panganan. Ketika, hampir dekat kran, dirasanya agak aneh. Ada tiga anak kecil-kecil sekali mainan air. Keanehan kian besar, mainan air kok malam-malam, jam tiga paginan. Dia amati, postur tubuh anak-anak itu memang amat kecil. Tapi bagian wajah, adalah muka orang dewasa. Diceritakan, itulah yang disebut thuyul. Mahkluk kecil, yang masuk dalam kategori lelembut.

Mahkluk ciptaan Tuhan ada dua macam. Satu kelihatan. Satu lagi tak kelihatan. Tak setiap orang mampu kontak dengan yang-tak-kelihatan. Atas, yang tak kelihatan, ada sebuah kata-sebutan 'Medi'. Dekat dengan kata itu, 'Wedi'. Artinya, takut. Orang yang diketoki, kerap merasa wedi. Dikatakan, karena weruh 'memedi'. Yang takut, disebut di-wedeni.

Itulah pengalaman, Kena percaya, kena ora. Itulah levelnya, karena bukan dogma. Namun, selalu ada satu hal penuh makna. Ketika lelembut, memedi itu muncul, dihadapi dengan doa, merekapun menghilang.

Kitab Suci, juga memuat kisah-kisah lelembut. Yesus berhadapan dengan roh-roh, orang kesurupuan. Yang selalu, bermakna, mereka menyingkir karena berhadapan dengan 'Kuasa'. Kuasa ilahi tentunya. Di hadapan "Yang Maha Kuasa", kita ber-iman. Selamat ber-iman.

Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu-rahayu-rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Selasa, Agustus 25, 2009

Slasa Kliwon, ketimpa tangga

Sudah kesekian kali tiap malem Slasa Kliwon, umat Stasi Genthawangi berkumpul. Kumpulan bisa berupa ekaristi, bisa juga berbentuk sarasehan. Sarasehan, sekali-dua kali dengan model bedah-buku. Buku-buku yang dianggap bermutu, bisa mendukung hidup ke-iman-an, dibaca bersama, diperdalam bersama. Yang baca giliran. A.l oleh anak-anak SD-SMP.

Malam kemaren, yang dibahas a.l. soal iman. Ada asal-usul iman. Ada sejarah iman. Ada aneka iman. Orang beriman, ada di mana-mana.
1. Iman Israel.
Iman Israel adalah cikal-bakal iman Kristiani. Mereka meng-imani, Yahwe satu-satunya Allah yang benar. Allah-Yahwe, dialami sebagai yang terlibat dalam sejarah manusia. Atau Allah yang menyejarah.
Allah yang menyejarah, adalah tunggal. Ini merupakan monoteisme Yahudi yang tak bisa ditawar. Tak bisa diganggu-gugat. Dalam Ul 6:4, termaktub pengakuan iman mereka: "Dengarlah, hai orang Israel. Yahwe itu Allah kita. Tuhan itu esa. Kasihanilah Yahwe, Allahmu. Dengan segenap hatimu, dan dengan segenap kekuatanmu." Keesaan Tuhan macam ini, yang dibela mati-matian oleh orang Yahudi. Maka, kehadiran Yesus, sebagai mesias, 'Anak Allah', manusia inkarnasi, dianggap menghojat Allah. So mereka menolak Yesus.

2. Nilai Plus Iman Kristiani.
Iman Israel, terhenti pada pengakuan Allah itu Esa. Allah yang esa itu adil. Menghukum yang salah. Beri ganjaran pada yang buat baik. Allah, yang iuridis.
Iman kristiani lebih maju daripada itu. Allah tak sekedar beri ganjaran atau hukuman. Allah bagi orang kristen, bukanlah yang peng-hukum. Melainkan Allah yang mahakasih. Dia begini atau begitu pada manusia, karena satu alasannya. Yakni kasih. Kehadiran Yesus Kristus, adalah proses perwahyuan, bahwa Allah itu Sang Pengasih. Hyang maha kuasa. Hyang maha pengasih.

3. Iman agama asli.
Orang Banyumas, sebelum kedatangan agama Islam, sudah punya agama sendiri. Sudah ada kepercayaan tentang adanya Tuhan. Sekurang-kurangnya, masyarakat waktu itu, mempercayai, adanya kekuatan-kekuatan gaib, ada kuasa, di luar diri manusia. Allah sebagai Sang penguasa, sebagai pencipta, dijuluki dengan sebutan Hyang. Aktivitas mencipta, disebu titah. Mentitahkan, berarti menciptakan. Manusia, adalah buah dari karya titah itu. Maka manusia disebut tiyang. Berasal dari titah ing Hyang.

Sesudah saresehan, dua orang mengatakan merasa lebih jelas tentang iman kristen Katolik. Mereka jadi makin mantap. Termasuk ketua stasi. Namun dalam kemantapan iman yang kian bertambah, ketua stasi tetap bertanya-tanya, 'Mengapa kok orang yang berhutang uang padaku, tak melunasi kewajibannya. Malah ngemplang. Padahal, uang yang saya pinjamkan itu, uang koperasi. Sudah jatuh tertimpa tangga. Harus kembalikan uang pokok. Juga ngembalikan bunganya. Dampak dari si 'penglempang''. Wah, duh, jadi orang beriman.

Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu-rahayu-rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Minggu, Agustus 23, 2009

Batu Giok

Ada berbagai macam batu. Batu giok. Batu permata. Yang lalu dikelompokkan sebagai batu mulia. Dari kasanah Kitab Suci, dikenal ada batu penjuru, yang biasa dibuang oleh tukang-tukang bangunan. Di 'gathuk'-kan batu itu peran-posisinya dengan batu sendi.

1. Sebuah sore, Chevy-Luv-pickup meluncur ke Kapel Stasi Klampok Banjarnegara. Untuk misa novena-nan. Masuk di pintu belakang, berpaspasanlah dengan seorang Ibu. Naik sepeda jengki Hijau merk Phoenix. Lalu menyambut, bersalaman, kenalan sebagi umat. Ketika bersalaman, dia memberi sapaan, berbentuk sebuah kalimat, 'Selamat sore rm. Selamat datang. Wuah mobilnya antik. Apa tak ada yang lebih jelek ....?

2. Tiga hari lalu, Chevy-Luv menyusuri jalan tepian Sungai Serayu. Menuju daerah Margasana. Untuk menemui umat yang jualan dhawet-ireng petruk gareng. Gaya rasa banjarnegaranan. Sehabis pertigaan Rawalo, sebuah sepedamotor mengejar, menyalib, lalu men-stop si Chevy-pickup. Pengemudi jadi kaget. Dalam hati tanya-tanya, 'ada apa ini. Mosok mobil 'bodol' mau dirampok. Atau dirampas'. Setelah dua-duanya berhenti, pengendara motor buka helm, lalu mendekat. Pemegang kemudi biasa udud '76 turun. Sambil nyalakan sebatang, menunggu apa yang mau dikatakan. Biker, pengendara motor ngajak salaman. Terjadilah kenalan, bersapaan. Sesudah omong-bertanya dan menjawab, terketahuilah. Ternyata biker itu pemilik Chevrolet terdahulu. Dia adalah orang ketiga. Saati ini posisi chevy ada di tangan orang kelima. Dus sejak lahirnya, sudah ganti pemilik lima kali.

Ketika di kawasan Jembatan gerak Serayu, dia mengikuti pick-up, Si Chevy. Lihat tampangnya. Lihat performa-nya. Juga dengar suara mesin & knalpotnya. Dia terkesima. Maka lalu mengejar dan menghentikannya di Rawalo. Pada bagian dialog, biker, pengendara sepedamotor yang nekat mengejar berkata, 'Apa boleh Chevrolet ini saya beli kembali ?!'. Atas pertanyaan bersifat tawaran itu, pengudud '76 hanya menjawab, 'He, he. !'.

Pada akhir babak, satu kalimat yang keluar, 'Ngapuntene, dereng jeleh. Tak akan dijual...!'.

3. Minggu-minggu ini, mes, rumah karyawan gereja Katedral sudah siap huni. Tiga orang karyawan dengan keluarganya, bersiap berkemas untuk pindah dari rumah kontrakan. Tiga hari lalu, mereka menghubungi pengudud '76, minta tolong, apa dibolehkan pinjam pick-up, untuk pindahan. Buat ngangkut barang-barang. Pas hari minggu, seharian Chevy-luv-pickup hilir mudik mengangkuti barang-barang karyawan.

Pasaran sewa pick-up di Purwokerto, duaratus-limapuluh-ribuan sekali borongan. Itung-itung, ada tiga penyewa. Tiga, kali, duaratuslimapuluribu. Nominal akhir, tujuhratuslimapuluhribuan. Karena mereka karyawan, maka lalu tak usah bayar. Output akhir, jadi laku-amal senilai tujuhratuslimapuluhribuan. Bravo........... Laku amal. Sebuah aktivitas sosial. Bersolidaritas.

Tuhan Yesus pernah bilang dalam sebuah ajarannya, kurang lebih begini, 'Batu yang dibuang tukang-tukang bangunan, bisa menjadi batu sendi'.

Selamat mengusahakan, jadi batu sendi.

Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu-rahayu-rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Jumat, Agustus 21, 2009

Untuk apa.....( Selamat utk Rm Hadi MSC )

Untuk apa manusia diciptakan. Menurut sebuah syair lagu nostalgia, pria diciptakan untuk bertemu wanita. Sebaliknya, wanita diciptakan untuk bertemu dengan pria. Imam, diciptakan untuk ............

Entah pria, entah wanita. Baik awam maupun imam, diciptakan untuk 'menjadi'.
Menurut sebuah refleksi filosofis, manusia diciptakan untuk menjadi 'Human being'. Maksudnya, diciptakan sebagai mahkluk hidup yang dari sono-nya, punya sifat 'human'. Manusiawi. Bukan hewani. Punya akal-budi. Punya nalar tinggi.

Kata 'menjadi', mengandung sifat dinamis. Tak statis. Menggelinding terus. Berproses. Menuju ke sebuah situasi ideal --yang menurut GBHN, di masa pemerintahan lalu-- disebut menjadi 'manusia yang seutuhnya'.

Proses 'menjadi' manusia-seutuhnya, dalam rentangan hidup di dunia, tergelar dalam beberapa sesi.
Manusia diciptakan untuk menjadi kanak-kanak. Ketika usianya, pas masa anak-anak.
Manusia diciptakan untuk menjadi remaja. Ketika usia-usianya seputar masa remaja.
Manusia diciptakan untuk menjadi dewasa. Ketika memang usia dan pikirannya, menginjak remaja.
Manusia diciptakan untuk menjadi tua. Ketika umur-umurnya, memang sudah memasuki masa tua.

Manusia tak diciptakan untuk jadi orangtua, ketika ia masih muda. Sebaliknya,
Manusia tak diciptakan untuk merasa muda, ketika usianya sudah tua.

Maka, sebuah masa, ditakdirkan untuk diterima, dinikmati dan disyukuri sesuai dengan waktunya. Tak untuk dilewati begitu saja. Tak untuk diratapi, sebagai nestapa.

Semoga awet muda, untuk yang masih muda.
Semoga awet tua, untuk yang memasuki masa tua.

Awas, rambu-rambunya, 'Hendaklah engkau sempurna, sebagai Allah Bapamu, sempurna adanya.....'

Selamat Ulang tahun '40 hidup imamat, Rm Ign Hadisiswaya MSC.

Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pyppm-

Rabu, Agustus 19, 2009

Cheng - Lu

Ceng - lu. Apakah ceng-lu. Kerap terdengar di telinga, kalimat ceng - lu.

Sebuah siang, tiga gadis mudika Kroya, pergi beli mie-ayam, ke sebuah tempat di bawah pohon, dengan ceng-lu. Dua hari lalu juga, tiga gadis berjilbab, tanpa helm, melintas di kawasan Karanglewas-Cilongok, dengan ceng-lu.

Ceng-lu, adalah boncengan telu. Persisnya, berboncengan telu. Maksud yang dikandungnya, orang naik sebuah sepedamotor, dengan berboncengan telu. Apa yang salah. Motor-motornya dewek. wong-wonge dewek.

Jelas salah. Karena UU Lalulintas tak membolehkan hal itu. Sebuah sepedamotor, hanya dibolehkan untuk ceng-ro. Boncengan wong loro. Itu aturannya. Itu undang-undangnya. Demi keselamatan kita semua. Terutama pemakai jalan. Jika tak dipatuhi, namanya pelanggaran. Karena, menyangkut hukum, maka ceng-lu disebut pelanggaran hukum.

Sebuah sore, tiga pemuda desa, cenglu di jalan kulon wangon. Juga tak ber-helm. Malah juga ketika di tikungan menyalib sebuah mobil. Yang kasihan, kend dari arah berlawanan. Tak lihat, tak ndhuga. Ada obyek dari arah lawannya. Tak komanan jalan. Maka bertubrukkanlah, mereka di kanan bagian jalan. Dengan motor orang mau mudik ke Ciamis. Pemuda cenglu, gelimpangan di bag kanan jalan. Sekali lagi, situasi tikungan, bikin banyak orang tak lihat obyek di depannya. Muncul sebuah Bus ZN, asal Malang. Baru saja ziarah Wali songo di Jawa Barat. Isinya, juga orang-orang Kota Malang. Tak bisa menghindar, kaget, tiga pemuda ceng-lu, terlindas Bus yang tanpa salah. 'Bressssss', sekaligus tiga nyawa. Motor yang untuk ceng-lu, malah utuh, terpental di pinggir jalan.

Ceng-lu, oh ceng-lu. Praktis memang. Sekali jalan tiga penumpang, tersolusi. Tak usah wira-wiri. Tapi, ya itu, sekaligus tiga nyawa. Yang juga kasihan, para peziarah wali-songo asal Malang. Pulang ziarah, malah dapat muzibah. 'Orang Malang', yang sungguh malang.

Tak usah ceng-lu, agar tak malang.

Syalom. Wilujeng. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Minggu, Agustus 16, 2009

Saradhadhu

Seorang Bapak tua, tinggal di sebuah pinggiran kota. Tak jauh dari prapatan Tanjung. Suatu saat cerita, tentang hidupnya. Tentang keluarganya. Dia pernah jadi tentara. Juga saudaranya, beberapa jadi tentara. Ada pula yang mantri polisi. Dalam perbincangannya, dia kerap menyebut-nyebut sebuah kata, 'Saradhadhu'. Orang yang turut berjuang, perang melawan penjajah. Membela negara. Republik Indonesia. Dia bangga dengan kawan-kawan dan keluarganya, yang banyak jadi pembela negara. Jadi tentara. Sebagai 'Saradhadhu'.

1. Minggu sore, Trail-mot-nas meluncur ke SPN. Untuk ibadat ekaristi bersama dengan para calon polisi negara. Calon 'Serdhadhu'. Ada duabelasan calon polisi negara, ber-iman pada nilai kekatolikan. Mereka mau mendasarkan hidup, pada nilai yang sudah dihayatinya sekarang ini. Yakni berlandaskan semangat Yesus Kristus. Dalam agama katolik.

2. Kebetulan, kakak-kakak mereka sedang menangani masalah teror-menteror, yang dilakukan oleh orang-orang yang jatuh dlm aliran 'terorisme'.
Dalam peribadatan, maka lalu a/. digali apa yang disebut teroris itu.
b/. disandingkan dengan apa yang disebut 'preman'. Dan kebetulan esok hari, jatuh hari peringatan kemerdekaan, maka c/. dilihat pula, peran, jati diri sosok orang yang disebut 'pahlawan'.

3. Teroris. Adalah orang yang tindakannya menimbulkan ketakutan. Teror. Entah dengan ancaman. Entah dengan tindakan pembunuhan. Masyarakat jadi resah. Was-was. Tak nyaman. Itu bisa terjadi, karena ideologi. Ideologi mereka, ideologi kebencian. Ideologi balas dendam. Bukan ideologi cintakasih.

4. Preman. Adalah orang yang tindakannya nekad. Tak peduli. Tak peduli kepentingan orang lain. Tak peduli dengan moralitas. Tak peduli, soal baik atau buruk. Tak peduli dengan agama. Memalak orang. Ngancam. Minta jatah, upeti dengan paksa. Out-put dari tindakannya, meresahkan banyak orang. Ideologinya, ideologi nekad. Ideologi ketidakpedulian. Preman senior Pwkt, hanya dengan ongkang-ongkang, sebulan dapat duit limajutaan.

5. Pahlawan. Adalah orang yang rela berkorban demi negara. Demi sesama. Out-put-nya, kemerdekaan, kedaulatan. Arahnya, masyarakat adil-makmur, sejahtera. Ideologinya, ideologi peduli. Semangatnya, semangat berkorban.

6. Semangat Yesus kristus, adalah semangat berkorban. Untuk umat manusia. Itu terlakukan, karena ada Ideologi yang lebih dasar, yakni cintakasih. Dus ideologinya, cinta-kasih. Ada titik-temu, antara pahlawan dengan kekatolikan. Yakni, pengorbanan. Pengorbanan dilakukan, karena semangat cinta sesama. Yang lalu berbentuk Cinta negara. Bela negara.

Dirgahayu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Usia yang ke 64.
Sekali di udara, tetap di udara.
Sekali merdeka, tetap merdeka.
Merdeka, atau mati.........

Syalom. wilujeng wengi. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Kamis, Agustus 13, 2009

Kernet Ber-daster

Mlada Boleslav. They turns also to Anda pernah menjumpai 'Kernet berdaster'. Agak aneh memang. Kernet 'kok' pakai daster. Kernet biasanya, seorang pria. Daster, biasanya dipakai oleh para wanita, jika kondisi tak resmi. Lalu bagaimana ada, seorang kernet pakai daster.

Di kawasan Cilacap, ada pabrik semen. Banyak truk-truk besar memuati semen-semen untuk dipasarkan. Salah satu model truk, adalah 'tronton'. Bentuknya kepala pendhek, bak memanjang ke belakang. Rodanya, sepuluh buah. Tak termasuk ban cadangan.

Salah satu pemilik usaha tronton, ber-rumah, bergarasi di dekat Maos. Salah satu trontonnya, suatu kali pulang dari luar kota. Karena sudah malam, maka tak harus pulang masuk garasi. Boleh dibawa sopirnya, pulang ke rumah. Kernetnya, juga pulang ke rumah. Tidur di rumah.

Namun, pagi-pagi truk sudah harus antri di kawasan pabrik. Maka pagi buta sopir harus sudah berangkat. Esuk umun-umun, sekitar jam empat pagi.

Rumah si sopir, agak berjauhan dengan si kernet. Maka untuk sementara, untuk keluar dari halaman rumah, truk dipandhu oleh kernet pengganti. Kernetnya, seorang wanita, tak lain adalah istri si sopir sendiri. Maka pagi itu dia ngabani truk, dengan pakaian ala kadarnya, yakni masih pakai daster.

Truk harus mundur, untuk keluar dari halaman rumah, ke jalan raya. Kernet pengganti--yang adalah wanita berdaster-- beri aba-aba: 'Mundur terus..., mundur terus.......!!.

Ketika bagian pantat tronton sudah masuk seperempat jalan utama, muncul dari arah belokan, sebuah kendaraan warna hitam, jenis sedan. Jalan kendaraan itu amat kencang. Dengan lampu malam yang amat terang.

Karena statusnya kernet dadakan, ketrampilan mengenek-pun juga pas-pasan. Bisa beri aba mundur, tapi tak tahu harus bagaimana menghentikan si sopir, ketika ada situasi bahaya. Saat situasi genting terjadi, si wanita malah jadi bingung. Tak tahu dia harus teriak apa pada sang suami yang sedang mengundurkan truk besar. Malah lalu bingung, 'Piye...., piye.....'. Karena situasi berubah dengan cepatnya, kegentingan tak teratasi. Truk besar tetap jalan ke tengah jalan, untuk atret ubah haluan. Pas ketika melintang di jalan, sedan hitam berkecepatan kencang pun, 'bressssssssss..........' menghantam bagian pojok, belakang ban bagian kanan. Mobil kecil hitam, sedan masuk kolong bak tronton. Bagian atap penumpang, seperti dipapas habis.

Sesudah benturan keras terjadi, terdengar rintihan, dan darah mengalir kemana-mana. Si pengemudi sedan hitam, tewas seketika. Lehernya patah. Kawan sebelah nya seorang remaja SLTA, meninggal kemudian sesudahnya.

Si sopir bingung setengah mati. Si istri-kernet dadakan-- menangis menjadi-jadi. Dua nyawa melayang, di pagi hari.

Sesudah diteliti, apa & siapa si sedan hitam. Ternyata, di dalam nya ditemukan ber-dos-dos miras. Minuman keras. Si pengemudi sedan hitam, adalah bakoel miras. Ketika mengemudi sedannya, juga habis menenggak minuman keras. Dus dalam kondisi agak fly karena pengaruh alkohol kandungan minuman keras. Dan kini, dia dengan kawannyapun pergi ke alam baka, juga dengan miras, kesukaan-nya, dan dagangan-nya.

Selamat mengelola miras. Untuk di-jauh-i, tentunya. Untuk tidak mabok, tentunya.


Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung ypm-

Selasa, Agustus 11, 2009

Persaudaraan

Di Jatilawang, dulu ada sebuah perusahaan otobus. Namanya, sebut saja PO 'TJ'. Namun kini, PO itu sudah almarhum. Alias bangkrut. Tutup. Tutupnya, a.l. karena keliru kelola. Maksud si pemilik, adalah baik. Direkrutnya, pegawai-pegawai--Sopir, kernet, kondektur, dsb. Pegawai-pegawai itu diambil dari kalangan orang-orang, yang masih ada hubungan kekerabatannya dengan dia. Maksudnya, agar pada punya pekerjaan. Guna mencari nafkah. Idep bantu sesama saudara.

Namun dinamika usaha ternyata tak jadi bagus. Setiap-kali-setiap-kali, setoran ke juragan selalu berkurang. Tak nyampai target. Ini yang jadi masalah. Ketika tertib administrasi mau ditegakkan, muncul suatu pertimbangan, 'Masih saudara'. Jadi nagihnya, lalu tak enak. Mau keras, masih saudara. Mau tegas, mesakake. Padahal, tak jarang kecilnya setoran, karena 'Juragane' memang dilomboni. Diwenehi ati, menehi geni.

a. Sebuah Yayasan Pendidikan di Kota SMG & Kota YK, jika ada sepasang suami-istri jadi pegawainya, salah satu harus mengundurkan diri.
b. Di sebuah perusahaan swasta di Jkt, dalam satu unit-kerjanya, dilarang adanya hubungan kekerabatan, persaudaraan. Demi, kondusif & sehatnya mekanisme kerja.
c. Di sebuah Yayasan Pendidikan di sebuah kota kecil Sumatra, membolehkan suami istri kerja dalam satu atap. Alasannya, jika tidak demikian, pegawai-pegawai, guru-guru yang berkwalitas pada mundur pulang ke daerah asal.

Gereja, dalam pesan-pesannya mengajak umatnya, untuk meng-usahakan persaudaraan sejati.
Persaudaraan sejati, adalah yang bersifat injili. Dan tentu saja tidak ada unsur 'nglomboni'.

Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-


NB: nglomboni=ngapusi.

Minggu, Agustus 09, 2009

Cha - Lunk

Calung adalah musik tradisionil dari Banyumas. Terbuat dari bambu-bambu. Konstruksi mirip gamelan karawitan. Suaranya, khas tak jauh dengan nada-nada angklung jawabaratan. Mendayu-dayu, 'Klung, klung, klung....'

Alat musik calung, ternyata tak hanya buah karya seni, dan karya budaya. Lebih dari itu, juga menjadi jembatan komunikasi antar manusia, antar warga. Di manapun. Kapan-pun. Siapa-pun.

Minggu lalu, 'Pick-up Chevy-Luv', memuat calung-calung itu di bak-nya. A.l. dibawa dari Cilongok menuju Purwokerto. Dari alat musik terbuat dari bambu itu, muncul sapaan-sapaan. Mengapa mereka menyapa, tentulah karena ada bahan. Bahan sapaan. Bahan itu, menggerakkan hati. Maka terjadilah sapaan hati. Terjadilah komunikasi. Bahan komunikasi, adalah 'Calung'.

1. Seorang kernet 'Mikro Bus' ber-trayek Purwokerto-Bumiayu, sambil menggelantung di pintu bus-nya, menyapa, 'Arep tanggapan maring ngendi mas........?'.
2. Seorang bakoel nasi, bertubuh gemuk-bundar, menyapa pula dengan bertanya, 'Ajeng pentas pundi pak.....?'. Tak hanya itu, ternyata si Ibu, dulunya juga penabuh calung. Juga penyanyi. Nyanyian favoritnya, 'Ricik-ricik'. Sekarang, tak banyak ikut calungan, kecuali untuk acara 'Pitulas-an'. Dari hanya melihat calung di bak pick-up, menjadi obrolan panjang kesana-kemari.
3. Di sekitar jembatan Sungai Logawa, ada operasi Pol-tas. Polisi lalu-lintas. Mobil-mobil & motor, diminta berhenti. Diteliti. Demikian pula mobil-mobil box & pick-up. Namun ternyata ada kekecualian, Pick-up chevrolet-Luv, terus meluncur, dan tak diminta berhenti. Si pengemudi, peng-udud-'76, tanya dalam hati, kenapa ya ini. ..... Lalu sesudah agak jauh, dicoba dijawab sendiri, mungkin karena muatannya alat musik 'calung', yang bagi masyarakat Banyumas masih melekat di hati. Dus, budaya-seni, musik tradisionil bentuk calung-pun masih dihormati, masih dijunjung tinggi. Juga oleh pak polisi.

Calung-calung dibawa, menuju gereja Katedral, untuk peribadatan Liturgi. Ekaristi, diiringi dengan musik Chalung, khas Banyumas. Lagu-lagunya, karangan Pak Yuli. Juga lagu bergaya Banyumas. Dengan pula senggakkan, 'Ok... Ya !, Oookkk,...... ya......!. Lo lo lo lo......oooook, Ya....!'.

Penabuhnya, orang-orang Cilongok. Semuanya, tak katolik. Tapi amat ramah, dan kondusif. Ikut liturgi, mengiringi liturgi, dengan sepenuh hati. Mereka berbesar hati, dan bersenang hati, karena musik tradisi leluhurnya, dihargai orang. Juga dihargai oleh gereja katolik. Dus, terjadilah inkulturasi.

Mau dekat dengan masyarakat Banyumas !?, Nikmatilah musik calung. Olah-lah, gubahlah, junjung-tinggilah, juga dalam doa samadi dalam kegiatan liturgi. Nampaknya, ini tugas komisi liturgi. Mengangkat lagu banyumas, dalam misa, dalam liturgi. Juga ekaristi.

Selamat, manjing, ajur, ajer, menjadi Wong Peng-inyong-an, Banyumasan.

Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu, rahayu, rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Senin, Agustus 03, 2009

Face-book & KPTT

1. Bawor, Dora-Emon mengirim pesan, mengajakmu sebagai teman !, Diterima atau tidak ?
2. Bawor jawab: 'Ya...'
3. Dora-emon, ajakanmu untuk berkawan dengan Bawor, diterima.
4. Dora-emon & Bawor, kini berkawan.


Demikianlah, pola-pola komunikasi yang sekarang sedang 'trend' di dunia komputer, dunia internet, dalam bentuk program 'Face-book'. Orang yang dulu saling tak kenal, jadi saling berkawan, bersahabat. Dan persahabatan itu melintasi batas-batas, budaya, batas suku, batas wilayah, batas strata ekonomi. Banyak orang dari berbagai penjuru dunia, bisa jadi sahabat. Dan itu menjadi mungkin, karena ada yang namanya 'Face-book'.

a. Mbah Hadi seorang pensionan guru. Berwira usaha. Agar maju, ikut kursus jamur dan pola pertanian sehat di KPTT.
b. Jimmy, seorang yang dulunya penduduk Jakarta. Pulang ke desa. Lalu mau usaha apa. Ingin survive, maka ikut kursus wirausaha jamur & pertanian sehat di KPTT.
c. Indra, seorang calon frater yang mengundurkan diri, lalu jadi awam. Ia ingin hidupnya berisi, bermakna, berkembang, maka lalu ikut kursus wirausaha jamur & pertanian sehat di KPTT.
d. Lucy, baru lulus SMA bruderan. Mau kuliah, butuh dana banyak sekali. Mau kerja, belum ada lowongan. Dan belum ready untuk itu. Lalu ingin hidup berkembang. Maka ikut kursus wirausaha jamur & pertanian sehat di KPTT.
e. Wandi & Agus, lulusan SMA & SMP. Rumahnya di pelosok Jipang, pegunungan. Memeluk agama Moslem. Juga tak ada modal untuk cari nafkah dengan bekerja. Ada kesempatan, dan ada kemauan, maka mereka ikut kursus wirausaha Jamur & pertanian sehat di KPTT.

Sekarang, Mbah Hadi, Jimy, Indra, Luci, Wandi & Agus, menjadi berkawan, bersahabat. Bukan karena Face-book, melainkan karena ikut kursus Wirausaha Jamur & pertanian sehat. Mereka, dari tempat berlainan, usia berlainan, agama berlainan, lalu jadi bersahabat, karena menghadapi soal yang sama, yakni urusan pangan. Dus, soal pertanian, bercocok-tanam. Maka lalu bersatu, sebangku dalam kursus hal pangan di KPTT. Akhirnya mereka menjadi sahabat.

Urusan pangan, adalah urusan pertanian & bercocok-tanam. Semua orang butuh pangan untuk dimakan. Bermula dari urusan pangan, tumbuhlah sebuah persahabatan. Malah persahabatan lintas iman. Menjadi sebuah jalinan. Jalinan itu, jalinan persahabatan.

Selamat, meng-usaha-kan, jalinan-jalinan lintas iman. Menjadi sebuah jalinan persahabatan.

Syalom. Wilujeng. Rahayu.

Wasalam:
-agt agung pypm-