Minggu, November 29, 2009

Tuhan Yesus & Orang Banci

Di kampung sekitar Kali Logawa - Karanglewas, Purwokerto, mudah dijumpai anak-anak seusia SD-SMP, pada merokok. Celana mereka masih pendek, warna merah. Atau biru. Namun di tangannya sudah pegang rokok. Kadang kelihatan, mereka jalan sambil hisap rokok. Udud, klempas-kelempus. Penuh percaya diri, ning esih wagu.

Adalah hak seseorang untuk merokok. Namun bagi anak-anak, soalnya lebih besar. Karena mereka belum bisa cari duit untuk beli rokok. Masih minta orang tua. Di Purwokerto pernah ditemukan anak nyolong  helm, untuk beli rokok. Bagi orang dewasa saja, rokok sudah mengandung soal, karena mengganggu kesehatan. Apalagi, bagi anak-anak, yang belum bisa cari nafkah. Kesehatannya bisa terganggu. Keuangannya bisa juga terganggu. Peng-udud '76, juga tahu itu. Maap, rada nekat.

Ketika diselidiki, mengapa bisa terjadi gejala masyarakat yang demikian, anak-anak pada merokok. Seorang Ibu, menuturkan kisahnya. Dua orang anaknya. Yang satu klas 5 SD. Yang satu dua SMP. Keduanya merokok. Itu bisa terjadi, karena mereka diolok-olok kawan-kawannya, jika tak merokok. Jika tak berani merokok, anak laki-laki dikatakan, 'Yeeee, ora wani ngrokok, banci...!'. Dus mereka takut dikatakan sebagai orang banci.

Agar tak dikatakan banci, merokoklah mereka. Dan akhirnya, lama-lama kecanduan merokok. Yang apes orang-tuanya. Tiap hari, tak kurang empat batang rokok mereka hisap. Esok, awan, sore, malam. Jika dihitungkan dengan angka, ketemu nilai dhuit, empat kali pitungatusseket. Ketemunya, tigaribu rupiah. Itu baru rokoknya. Belum jajan-e. Belum dolanan Pe-Es-e.  Di sinilah terjadi ketimpangan. Anak-anak yang tiap hari dapat pelajaran kesalehan. Namun praktek hidupnya, jauh dari kebijaksanaan. Yang jadi korban, orang-tua. Gara-gara anak madat, banyak orang jadi kian mlarat.

Minggu ini, adalah pesta Kristus Raja Semesta Alam. Pelindung Paroki Katedral Purwokerto. Sudah banyak diurai, dikupas apa arti & makna dari 'Kristus Raja Semesta Alam'. Memang aneh. Yesus Kristus, tak punya apa-apa, kok dikatakan sebagai raja. Raja semesta alam, lagi. Raja, mestinya punya apa-apa: tahta, harta, wanita, dsb-dsb. Jangankan harta, untuk meletakkan kepala saja, yesus bilang, alas tak punya. Istri, Yesus juga tak nikah. Tahta, pangkat, kedudukan, rasanya tak ada yang disandangnya.

Memang itulah, status 'raja', jika ukurannya dari kacamata dunia. Yesus tak masuk kriteria. Namun, jika dari kacamata kristiani, raja yang melekat dalam diri Tuhan Yesus Kristus akan ber-arti lain. Kristus sebagai Raja semesta alam, mengandung makna bahwa dialah manusia yang seutuhnya. Utuh, karena dalam dirinya ada martabat ilahi sekaligus insani. Dalam kemanusiaannya, terjadi kehadiran Allah. Dia adalah Allah sendiri, yang masuk menjadi manusia. Manjalma, manjing ing jalma. Inkarnasi. Martabatnya sebagai raja, tak untuk mendapatkan harta, tahta, wanita. Melainkan untuk menjadi terang, bagi hidup manusia, yang dikuasai kegelapan dosa.

Situasi manusia dalam kuasa kegelapan. Banyak hal negatif menguasai hidup manusia. Struktur-struktur dosa menjerat hidup manusia. Kehadiran Yesus sebagai raja, untuk menjadi saksi, bahwa manusia tidak harus tunduk pada kedosaan. Melainkan untuk patuh pada ajaran kebenaran. Kebenaran, tak lain bahwa Allah itu kasih. Dan kasih harus diamalkan. Diaplikasikan. Itu berarti, seorang anak tak harus takut, jika dikatakan 'banci', jika tidak merokok. Penghargaan terhadap nilai kesehatan, terhadap masa depan, terhadap jerih payah orang tua, lebih berharga, daripada menuruti olok-olok kawan-kawan. Kawan-kawan, yang pasang gengsi sebagai lelaki.

Seorang misdinar, akan dikatakan menghayati Kristus sebagai Raja Semesta alam, jika bisa menghargai dirinya sendiri, menghargai orang-tuanya, dan tak takut jika diolok-olok, ketika dia dalam cara hidup yang benar. Ora ela-elu. Ora leda-lede.

Selamat menjadi terang, bagi lingkungan, bersemangatkan Kristus Sang Raja Semesta Alam.

Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu-rahayu-rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Sabtu, November 07, 2009

Kyai Semar Badranaya

 Membaca Semar

Dua bulan yang lalu, sebuah brosur disebarkan. Isinya pemberitahuan bahwa seseorang di kawasan Gunung Srandil, akan kemasukan roh-nya Kyai Semar. Jika sedang kerasukan, apa yang keluar dari mulutnya, dipandang sebagai wahyu Kyai Semar. Kalimat lain menuliskannya dengan frase 'turunnya Kyai Semar'. 


Siapakah Semar itu ?. 
Dalam sebuah peng-kaji-an agama, alias pendalaman iman Slasa-kliwonan, seorang guru--yang adalah juga seorang dalang--, mengutarakan siapakah tokoh yang disebut dengan Ki Semar itu. Uraiannya, kurang-lebih sbb: Sejak sebelum agama Islam & agama Kristen hadir di kawasan tanah Jawa, masyarakat setempat sudah mempunyai kearifan-kearifan. Sudah mempunyai ajaran-ajaran keutamaan, ajaran-ajaran kebijaksanaan.  Kerendahan-hati, sopan-santun, aja-dumeh, hormati alam, hormati sesama, askese, tapa-brata,  hidup doa, semedi, dsb. Ajaran kebijakan itu, difigurkan dalam bentuk sebuah tokoh. Tokoh itu adalah Semar. Jadi Semar, sebenarnya adalah sosok, atau tokoh yang diciptakan untuk mengsistemasi ajaran-ajaran kebijaksanaan hidup. Ajaran kebijaksanaan, tidak berupa kalimat-kalimat imperatif, atau kalimat hukum. Melainkan dalam bentuk tokoh, dalam hal ini tokoh Semar. Maka sepak terjang Semar, dengan punakawan-nya, yang biasanya dalam adegan 'Goro-goro', adalah sebuah peng-ungkapan kebijaksanaan-kebijaksanaan Jawa. Aja dumeh, aja adigang-adigung-adiguna, aja alu-amah, aja ngumbar hawa-nepsu, aja kumalungkung, aja nggleleng, aja kemayu, aja kemaki, dsb-dsb. Maka, orang yang menghayati keutamaan-keutamaan, ajaran kebijaksanaan yang arif, baik, dan adiluhung tadi sebenarnya menghayati ajaran di belakang figur tokoh Semar. Dus Semar, ada dalam hati orang yang saleh. Jadi, Semar bisa dikatakan sebagai ada, namun bisa juga tidak ada. Tokoh itu tak di awang-awang sana, melainkan ada dalam hati manusia, dalam wujud peng-amalan kebijaksanaan. Atau, kebijaksanaan yang diamalkan.  



Dalam Injil Yohanes, diutarakan juga, tentang 'Siapakah Allah itu ?'. Dari uraian yang panjang dan lebar, ternyata, bermuara pada sebuah kalimat pendek, 'Allah adalah Kasih'. So, dalam diri orang yang menghayati 'kasih', Gusti Allah hadir. 


Terimakasih Penginjil Santo Yohanes. Terimakasih ajaran bijak, 'ke-Semar-an' para leluhur. 
Telah menghantar kami, bertemu dengan Allah dalam kegiatan bernuansa 'Kasih'. 


Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu-rahayu-rahayu. 
Wasalam:
-agt agung pypm-