Minggu, Oktober 05, 2008

Takdir, Kodrat & Nasib di Hari Lebaran

5526033-lg Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.

Sebagaimana Abdurahman Wahid atau biasa disebut Gus Dur pernah berandai-andai. Seandainya saya dilahirkan di Arab-saudi. Dan orangtua saya juga orang arab, maka saya akan terlahirkan sebagai seorang arab. Seandainya pula, saya dilahirkan di Tiongkok, dan kedua orangtua saya bersuku tiongkok, pastilah saya terlahir sebagai orang Tiongkok. Yang nota-bene berkulit tidak hitam, dan bermata sipit. Seandainya saya dilahirkan di Eropa, dan orangtua saya ber-ras anglo-saxon, maka sayapun akan terlahirkan sebagai orang yang berkulit putih dan berhidung mancung.

Tetapi itu semua tidak. Tidak satupun. De-fakto dan de-jure, saya dilahirkan di Nyamplung. Sebuah desa bagian selatan Kabupaten Sleman DIY. Kebetulan pula saya terlahir sebagai orang Jawa. Maka bisa ditebak, kulit saya berwarna cokelat. Mata juga tidak sipit. Malah-malah kawan-rekan saya kerap berkesan, kulit saya hitam, alias ireng. Tak hanya itu, ireng saja  thun-theng. Jadi bisa-nya bergeser dua polar ireng. Spt bunglon. Kerap kena matahari, jadi ireng tua. Jarang kena sinar matahari, jadi ireng enom.

Setelah ngila-ngilo berkali-kali akhirnya tersadari bahwa itulah takdir saya. Itulah kodrat kejalma-manungsa-an saya. Karena terbabtis sebagai orang kristen-katolik, tentu hal itu terhayati sebagai bukanlah-nasib, melainkan kehendak ilahi. Jadi panggilan ilahi. Dalam ngolak-alik, berefleksi momen lebaran, lalu sempat terenungkan beda antara kodrat, takdir, dan nasib. Apa kesamaan. Dan apa pula perbedaannya. Berkaitan dengan trah, reuni keluarga yang akan saya ikuti di lebaran I & Lebaran II. Plus Lebaran III di hari Minggu.

Mudik lebaran adalah saat-saat yang menyenangkan. Itu saya sadari beberapa tahun terakhir ini. Karena dalam kesempatan itu ada 3 reuni keluarga yang diselenggarakan. Di situ pula tersadari lebih dalam asal-usul saya.  Dalam budaya jawa, reuni macam ini disebut naluri, trah, halal-bil-halal. Saya dalam garis keturunan tiga trah. Pertama, trah Kromosetiko. Kedua, Joyosentono. Ketiga, Mbah Bayan. Yang tertua Kromosetiko. Diselenggarakan sejak th 1932. Jadi sudah terselenggara sejak Republik Indonesia belum berdiri.

Yang menarik dari acara itu, a.l. adalah terjadi pertemuan antar saudara, yang menganut agama berbeda. Ada Katoliknya, Kristen Protestannya. Kejawen-nya, Hindunya. Budhanya. Tentu, Islam-nya yang mayoritas. Beberapa di antaranya sudah bergelar "haji". Jadi pertemuan lintas agama, terjadilah di situ. Salaman, omong-omong, bertegur sapa, makan bareng-bareng. Dan ketawa-ketawa. Juga mendengarkan Hikmah Sawalan dari sesepuh.

'Kita dipun kodrataken minangka umat Dalem Pengeran, ingkang awerni-werni...' Demikian sambutan hikmat sawalan dari Sesepuh. Kodrat, adalah.................... Takdir, adalah.................... Sedang nasib artinya,...... Kodrat bersumberkan dari Yang Maha Pencipta: Lahir, tumbuh jadi dewasa, menjadi tua, dan mati. Takdir, realitas, kenyataan manusiawi lebih dilihat dari sudut manusia: Jadi pria atau wanita, suku asia atau afrika. Dipanggil di usia berapa, dsb. Sedangkan nasib, bisa diartikan, penerimaan kenyataan, kahanan oleh manusia, namun sedikit beraroma negatif. Ada semacam rasa keterpaksaan. Maka tak heran kalau penyanyi Nia Daniati, pernah dicekal oleh BJ. Habibie karena lagu melankolis, ratapan atas nasib yang dilantunkannya.. Nasib seorang Wanita, Gelas-gelas kaca, Pulangkan Saja, dan sejenisnya.

BTW, dari kacamata iman kristen-katolik, Manusia diciptakan sebagai Citra Allah( Kitab Kejadian ). Hidup adalah panggilan. Memperjuangkan kehidupan adalah persembahan yang hidup. Salib adalah semangat berkorban dan bertahan-uji. Lalu menjadi Kemenangan( Surat-surat Palus ).  Relasi dengan Allah dan antar manusia, adalah hubungan kasih( Yoh. ). Karena Allah adalah kasih.

Kodrat, takdir, nasib diangkat oleh Yesus Kristus menjadi realitas insani sekaligus surgawi. Keduanya, mempunyai artinya. Karena Yesus Kristus menambahi satu, realitas sorgawi: Realitas Kebangkitan.

Terimakasih Tuhan Yesus Kristus atas inkarnasi-MU. Atas manjalma-Mu. Atas kehadiranNya, manjing ing jalma. Solider untuk manusia. Mengangkat yang insani ke alam ilahi.

Minal a i dzin, wa al fa i dzin. Maap lahir batin.

Wasalam:
- agt agung pypm -

Tidak ada komentar: