Dalam masyarakat Batak, ada sistem marga-marga dalam keluarga. Ada Hutahuruk. Ada sirait, Sianipar. Hutagalung, Parlindungan. Sibutar-butar, Silaen. Manulang, Manurung. Dsb-dsb.
Dalam Bahasa Indonesia, ada rangkaian kata 'mukamurung'. Ya. Kata ini tak ada hubungannya dengan marga. Tak ada hubungannya dengan sistem keluarga. Apalagi keluarga Batak. Kata ini merupakan kata sifat. Bersifat universal. Berlaku di mana saja. Dan bagi siapa saja.
Muka murung = adalah muka yang murung. Muka yang masam. Muka yang muram. Maka ada istilah pula bermuram durja. Mungkin saya, atau anda pernah bermarga seperti ini, m u k a - m u r u n g.
Muka murung, adalah muka yang murung. Muka yang kelihatan mengandung kesedihan. Mengandung pikiran. Bisa jadi pikirannya sedang ruwet. Atau kepara bundhet. Maka, lalu kelihatan murung.
Orang bermukamurung, susah untuk tersenyum. Apalagi tertawa. Mengapa, karena kepalanya dibebani perkara. Perkara itu terasa berat, maka jadi tak ringan hatinya. Maka orang bermukamurung hatinya tak riang. Susah untuk bercandaria. Dan tak mudah untuk gembira. Muka murung kelihatan suram. Lalu jadi kelihatan tak ramah. Kenceng. Dan mudah marah. Frekwensinya tinggi, maka mudah emosi. So hati-hati dengan muka murung.
Yang jelas muka murung, banyak buang energi. Maka bagiamana meng-atasinya, agar hemat energi. Tak mudah dapat resep yang pasti. Tapi yang jelas, muka murung mesti karena ada perkara. Untuk itulah perkara harus diudari. Sampai tahu akar perkaranya.
Untuk tahu akar perkara dibutuhkan semangat dan kemauan. Kemauan untuk apa, untuk melihat diri. Dus mesti rendah hati. Mengapa mesti rendah hati. Karena melihat diri, mesti harus menyadari kekurangan diri. Itulah evaluasi. Evaluasi diri.
Dalam evaluasi kelihatanlah, perlu bantuan ilmu psikologi. Dalam psikologi, orang yang bermukamurung bisanya ada masalah. Masalah itu nandhes sampai di hati. Maka pasti punya luka hati. Hatinya yang luka. Inilah sakit psikologis.
Dus mukamurung adalah orang yang mengalami masalah psikologis. Persoalan psikologis muncul karena orang tidak atau kurang bisa ber-interaksi dengan lingkungannya. Lingkungan bisa orang, bisa keadaan. Jadi muka murung disebabkan oleh kekurangmampuan orang untuk menerima keadaan. Keadaan, bisa dirinya sendiri, bisa juga pihak lain.
Keadaan tak mudah diterima, karena pahit adanya. Pahit bisa karena kagol. Bisa juga karena perasaan yang serba kurang. Apa-apa dirasa kurang. Kurang beres, kurang rapi, kurang mutu, kurang bersih, kurang cantik, kurang legi, kurang pener, kurang......apalagi, kurang dhuit....! Dst.
Karena itulah, mukamurung tak mudah bisa bersyukur. Apa yang mau disyukuri, lha apa-apa kurang. Syarat orang bisa bersyukur adalah, jika orang merasa cukup. Merasa berkecukupan. Bojo siji cukup. Anak siji cukup. Pit siji cukup. Bayar semene, cukup.
Orang merasa cukup, jika bisa menerima keadaan. Keadaan apa adanya. Dus orang bisa bersyukur, syaratnya bisa menerima keadaan. Apa adanya. Dengan bisa menerima, maka orang lalu bisa mengucapkan terimakasih. Kepada siapa. Kepada Tuhan. Dengan bisa berterimakasih, orang lalu bisa bersyukur.
Malam ini adalah malam syukur. Doa ini adalah doa syukur. Korban ekaristi, adalah korban syukur.
Selamat bersyukur Pak Said, pensionan pegawai pastoran.
1. Syukur atas pernikahan anak-mu yang pertama.
2. Syukur atas pernikahan anak-mu yang kedua.
3. Syukur atas keluarga-mu, sebagai Karya Tuhan.
Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu-rahayu-rahayu.
Wasalam:
-agt. agung pypm-
www.lelakuku.blogspot.com
Minggu, Januari 11, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar