Kamis, Januari 15, 2009

Balada Se-orang Dokter Puskesmas.

Susan, Susan, Susan, kalau gedhe mau jadi apa...?
Susan, Susan, Susan, kalau gedhe mau jadi apa...?

Masih ingat lagu itu !"
Tahun '90-an ada lagu anak-anak, yang dinyanyikan oleh boneka Susan. Pembawa suaranya, seorang penyiar radio dari JaTim, Ernie Susan. Ada dialog dalam lagu itu. Susan kalau gedhe mau jadi apa ? Jawabannya, suatu saat, mau jadi pilot. Saat lain, mau jadi Inseigneur. Mau jadi Astronout. Dan dijawab pula oleh Susan, kalau gedhe mau jadi dokter.

Anak-anak kecil di Madrasah Ibtidaiyah & SD negeri-pun jika ditanyai, jawabannya seperti jawaban boneka susan. Salah satu cita-cita mereka adalah mau jadi dokter. Mengapa.

Bicara ttg profesi dokter, banyak anak memang mencita-citakannya. Itulah realita-fakta. Tetapi ternyata tak mudah untuk menjadi seorang dokter. Dibutuhkan banyak. Banyak modal. Banyak pawitan. Banyak sarana & pra-sarana.

Untuk jadi seorang dokter, sekurang-kurangnya dibutuhkan:
1. Pikiran.
Pikiran yang intelegible. Alias pandai. IQ. Otak yang encer. Kemampuan menyadap dan menyerap ilmu. Mengolah serta kemudian meng-aplikasikannya.
2. Dana.
Tak dipungkiri, dana atau uang SPP yang tak kecil nominalnya.
3. Rasa.
Tak setiap orang bisa dan tega, serta tahan. Tiap kali berhadapan dengan orang sakit. Dus berhadapan dengan penyakit. Tak hanya itu, berhadapan dengan mayat. Prakteknya-pun, harus latihan men-selidiki jazad, meng-iris-iris mayat.
4. Hoki.
Hoki. Atau per-untungan. Selesai studi kedokteran, tak tentu selalu mulus kariernya. Banyak persaingan. Sering pula ada akal bulus, yang menghambat kemajuannya. Bulus, bersifat alus. Tak kentara, tak kelihatan tapi bisa diraba. Bisa dirasa.

Adalah seorang dokter. Ditugaskan di sebuah Pus-Kes-Mas, tak jauh dari Kota Pwkt. Masih di seputar Kab. Banyumas. Integritas pribadinya, bagus. Kinerjanya, juga bagus. Prestasinya, tak jelek. Konduitenya, bisa menunjang untuk naik karier.

Beberapa kali dokter Pus-kes-mas itu dipromosikan untuk pindah tugas. Pertama, hendak dipindah ke Puskesmas, yang lebih dekat dengan kota. Tak jadi. Kedua, hendak dipindah ke pusat kota. Tak jadi. Ketiga, mau dipindah ke jabatan fungsional. Tak jadi pula. Beberapa kesempatan lain pun, juga tak jadi pula. Apa pasal. Selalu ada saja pihak yang tak senang atas ke-berhasil-annya.

Suatu saat Dokter-pun iseng. Sebagaimana yang dilakukan beberapa kawannya, pergi mohon tolong ke 'Seorang Pintar'. Entah mau apa diberi istilah, semacam dukun, begitulah. Di tempat orang pintar, berkonsultasi. Lalu dicari upaya solusi.

Sebagai upaya solusi, oleh Si-'Orang pintar', Pak dokter diberi kaca-cermin, pengilon. Di rumah, diminta untuk memandang kaca-cermin-pengilon, selama dua jam. Untuk apa. Untuk melihat siapa orang yang membuat kariernya selalu terhambat. Mandheg & mentok. Proses melihat cermin pengilon, harus di kamar tertutup.

Tips atau saran dari 'Si orang pintar', dicoba dijalankannya di rumah. Masuk kamar, melihat cermin. Setengah jam, tak ada bayangan muncul. Tiga-perempat-jam, tak muncul juga. Sesudah satu jam, .... yang muncul istrinya. Istrinya tho-thok-thok buka pintu. Mencari suaminya, kenapa lama di kamar tak muncul-muncul.

Dari rembug-ber-rembug, keluh-berkeluh, kesah-berkeluh-kesah, terketahuliah dinamika perjuangan si Pak Dokter, sampai tahab yang ter-akhir. Tak heran si istri tahu banyak perihal dinamik perjuangan itu, karena dia pernah mendampingi suaminya ketika mencari alamat si 'Orang pintar'.

Atas kegagalan bercermin-pengilon-ria, untuk melihat orang si penghambat karier, si istri berkata: 'Mau berapapun lamanya dilihat kaca pengilon itu, yang muncul di layar kaca, ya diri kita sendiri Pak....! Masak akan muncul wajah orang lain.?!. Yang bener saja.'
'Lalu...!?
Lalu kata Istrinya, 'Cermin itu mau menunjukkan kita, bahwa atas segala situasi kita, yang menentukan adalah diri kita sendiri. Itu yang utama & pertama. Kita harus bercermin diri. Melihat diri.........'
'Ooooooo.......!' Kata Si Pak Dokter.

Ada pepatah, 'Jika engkau menunjuk sesuatu dengan jari telunjuk, Tiga jari yang lain menunjuk diri kita sendiri.
Paparan bacaan Kitab Suci juga mem-pesankan, 'Mengapa engkau melihat Selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dlm matamu tidak engkatu ketahui(Luk 7:3-5).'

Ternyata, ex-pansi juga mesti disertai evaluasi.
Intervensi, juga mesti dilengkapi dengan in-trospeksi.

Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu.

Wasalam:
-agung pypm-
www.lelakuku.blogspot.com

Tidak ada komentar: