Jumat, Oktober 09, 2009

Wong Edan

Beberapa tahun yang lalu, Minibus-Mitsubishi-Colt-T-120, eng-ing-eng, pulang dari kota metropolitan, Jakarta. Kepergiannya, untuk menghantar calon tenaga kerja, dari desa yang hendak kerja di kota. Berangkat, lewat jalur selatan, pulang lewat jalur pan-tu-ra. Kecepatan kendaraan minibus tua, rata-rata 60-70 km/jam. Berangkat-pulang dr Jakarta, sudah agak siang. Perjalanan menyusuri Tol Jagorawi, diteruskan jalur Pamanukan, Cirebon, Brebes, Tegal. 

Sampai kawasan itu sudah gelap-malam. Memasuki kawasan Losari, sudah jam dua-satunan. Saat, jam demikian, perut terasa lapar, karena memang belum makan malam. Maka berhentilah di sebuah warung makan pinggir jalan, di bawah pohon-pohon. Nasi, dengan lauk tahu, dihiasi dengan telur, dilahap dengan sigap. Habis nasi-lauk, dilengkapi dengan minum kopi, agar tak ngantuk di perjalanan lagi. Menu selanjutnya, adalah udud. Dinyalakanlah rokok '76 sebatang. Dihisap, sebagai pelengkap makan. 

Ketika menikmati kopi dan udud, datanglah seorang wanita duduk mendekat. Sikapnya ramah, memberi sapa. Dari mana, mau ke mana. Lalu ngajak ngomong ngalor dan ngidul. Pengudud '76 nanggapi dengan sekenanya. Namun akhir dari cerita, ternyata wanita yang mendekat, adalah seorang pe-es-ka. Di ujung sapaan dia mengajak 'ML'. 'Making Love', bahasa sandinya. 


Ketika si wanita menggoda dengan setengah memaksa, peng-udud '76 bilang, dengan berkata, 'Maap Mbak saya tak kuat. Tak kuat dhuitnya, tak kuat tenaganya.' Dia-pun mundur-menjauh, tak lagi menegur sapa. Meski sempat ngucapkan sebuah kata, 'bohong...!'.



Ternyata, masih ada babak berikutnya. Selang wanita pertama pergi, muncul wanita yang lain. Yang kedua, tak beda dengan yang pertama. Ngajak omong sana dan sini. Panjang dan lebar. Namun di akhir cerita, jadinya sama, ngajak 'ML'. Terketahui pula, bahwa wanita kedua, adalah juga seorang pe-es-ka. Atas keramahan-kegenitan, dan ajakannya, peng-udud '76 bilang lagi, 'Maap mbak, saya tak kuat. Tak kuat dhuitnya, juga tak kuat energinya.'. Terdengar kemudian, kata yang tak jauh dengan kata sanggahan pertama, 'ngapusi...! '. Si wanita inipun akhirnya juga menjauh, pergi. 


Jadi, ada dua babak peristiwa. Ternyata, belum ending.  Ada  lagi satu babak berikut. Menjelang kopi habis disruput & rokok habis dihirup, muncul seorang wanita agak gendhut. Dengan keramahannya, dia menyapa. Dan nampaknya pula pandai melucu. Tetapi, out-put akhir, pun juga sama. Dia seorang pe-es-ka. Yang sedang melakukan aksinya, hendak menggaet pria-pria. Ketika, wanita ketiga menyampaikan tawaran-godhanya, peng-udud '76 bilang lagi, 'Maap, tak kuat. Tak kuat dhuitnya, tak kuat energinya.'.


Sesudah kopi segelas habis, salam pamit disampaikan pada si pemilik warung makan. Ketika peng-udud '76 beranjak pergi, si wanita ketiga berujar, 'Edan...... Uwong sing iki, pancen ora gelem tenan.......'.


Dengan, sepenggal kalimat, meng-inferior-kan diri, 'Maap, tak kuat dhuit-nya, tak kuat energinya',  selamatlah dari cengkeraman para wanita. Yang dengan lihai, memainkan rayuan mautnya. 


Hidup selibat, tak berarti bebas dari godaan. Hidup selibat, adalah sebuah komitmen.
Komitmen, selalu mengandung niat yang amat kuat, menjadi sebuah tekad: Sekali selibat, tetap selibat. 
Untuk Kerajaan Allah, tentunya. 

Seorang rohaniwan senior, menasehatkan, jangan main-main dengan 'sex'. Sekali merenggut, terenggut.



Selamat, merawat kehidupan selibat. 


Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Tidak ada komentar: