Dua bulan yang lalu, sebuah brosur disebarkan. Isinya pemberitahuan bahwa seseorang di kawasan Gunung Srandil, akan kemasukan roh-nya Kyai Semar. Jika sedang kerasukan, apa yang keluar dari mulutnya, dipandang sebagai wahyu Kyai Semar. Kalimat lain menuliskannya dengan frase 'turunnya Kyai Semar'.
Siapakah Semar itu ?.
Dalam sebuah peng-kaji-an agama, alias pendalaman iman Slasa-kliwonan, seorang guru--yang adalah juga seorang dalang--, mengutarakan siapakah tokoh yang disebut dengan Ki Semar itu. Uraiannya, kurang-lebih sbb: Sejak sebelum agama Islam & agama Kristen hadir di kawasan tanah Jawa, masyarakat setempat sudah mempunyai kearifan-kearifan. Sudah mempunyai ajaran-ajaran keutamaan, ajaran-ajaran kebijaksanaan. Kerendahan-hati, sopan-santun, aja-dumeh, hormati alam, hormati sesama, askese, tapa-brata, hidup doa, semedi, dsb. Ajaran kebijakan itu, difigurkan dalam bentuk sebuah tokoh. Tokoh itu adalah Semar. Jadi Semar, sebenarnya adalah sosok, atau tokoh yang diciptakan untuk mengsistemasi ajaran-ajaran kebijaksanaan hidup. Ajaran kebijaksanaan, tidak berupa kalimat-kalimat imperatif, atau kalimat hukum. Melainkan dalam bentuk tokoh, dalam hal ini tokoh Semar. Maka sepak terjang Semar, dengan punakawan-nya, yang biasanya dalam adegan 'Goro-goro', adalah sebuah peng-ungkapan kebijaksanaan-kebijaksanaan Jawa. Aja dumeh, aja adigang-adigung-adiguna, aja alu-amah, aja ngumbar hawa-nepsu, aja kumalungkung, aja nggleleng, aja kemayu, aja kemaki, dsb-dsb. Maka, orang yang menghayati keutamaan-keutamaan, ajaran kebijaksanaan yang arif, baik, dan adiluhung tadi sebenarnya menghayati ajaran di belakang figur tokoh Semar. Dus Semar, ada dalam hati orang yang saleh. Jadi, Semar bisa dikatakan sebagai ada, namun bisa juga tidak ada. Tokoh itu tak di awang-awang sana, melainkan ada dalam hati manusia, dalam wujud peng-amalan kebijaksanaan. Atau, kebijaksanaan yang diamalkan.
Dalam Injil Yohanes, diutarakan juga, tentang 'Siapakah Allah itu ?'. Dari uraian yang panjang dan lebar, ternyata, bermuara pada sebuah kalimat pendek, 'Allah adalah Kasih'. So, dalam diri orang yang menghayati 'kasih', Gusti Allah hadir.
Terimakasih Penginjil Santo Yohanes. Terimakasih ajaran bijak, 'ke-Semar-an' para leluhur.
Telah menghantar kami, bertemu dengan Allah dalam kegiatan bernuansa 'Kasih'.
Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu-rahayu-rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar