
Efek selanjutnya ternyata benar. Belum ekaristi selesai, si ibu & nenek sibuk mengurusi bayi itu di toilet. Satu kejadian, bertautan dengan kejadian lain, sebelumnya. Seperti efek domino.
Seorang warga, kelahiran Yogyakarta, pemuda gagah-berani. Suatu saat sakit perut. Diperiksakan ke dokter, tertemukan ternyata mengidap sakit usus buntu. Lalu dioperasi. Masuk RS Pantirapih. Sesudah dioperasi, diberi pesan tegas oleh perawat, 'Jangan minum, sebelum kentut'. 'Tunggu minumnya, walaupun amat haus. Boleh minum, jika sudah kentut'.
Tetapi, dasar pemuda 'gagah-berani'. Ketika perawat sesaat meninggalkan si pasien, untuk menyiapkan obat, si pemuda diam-diam mengambil minuman. 'Glegek, glegek, glegek'. Nekat minum, melanggar larangan suster perawat. Tak berapa lama kemudian, si pemuda gagah-berani meregang nyawa. Mati, menuju ke alam baka. Kejadian yang tak harus terjadi, jika orang ikuti nasehat dokter & perawat yang benar.
Seorang bapak, yang sudah berkeluarga cerita masa mudanya. Dia pernah jatuh cinta. Dengan wanita yang kini jadi istrinya. Keindahan jatuh-cinta, dilukiskannya seperti lagunya Edy Silitonga. Malah lebih dari pada itu, katanya bau kentutpun rasanya wangi. Sesuatu yang dibuat memang meng-ada-ada, guna melukiskan keindahan cinta.
Dalam hidup, selalu ada-ada saja. Hal yang tak menyenangkan namun berupa sebuah fakta. Yang tak terhindarkan, tak terbantahkan. Merupakan bagian dari kehidupan. Malah hakiki. Bahwa itu diciptakan, tentulah ada maksudnya.
Selamat mengelola ciptaan-ciptaan Tuhan.
Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar