Selasa, Desember 30, 2008

Pencarian Tuhan, di Satu Suro-nan

Di sebuah sore, trail-mot-nas beli kopi di warung, di jalan kecil seputar kota Purwokerto. Di warung itu sedang ada tiga orang berdiskusi. Empat orang dengan si pemilik warung. 'Tema'-bicara-nya, tentang bagaimana cari orang ampuh, yang bisa membantu melancarkan rezeki. Alias cara jadi orang kaya. Berangkat dari seseorang yang lancar usaha toko-kelontongnya, mereka ingin mencari tahu, di mana 'Orang ampuh' yang telah membantunya.

Satu:
A: 'Nyong ngerti, dheweke gemiyen sok lunga maring Cirebon'.
B: 'Jare, ya ana sing crita, dheweke tahu maring gunung lanang'.
C: 'Rika-arep ngerti kaya kuwek, nyong wis duwe alamate, ngendi dukun-dukun sing ampuh. Cirebon, nyong ngerti. Banten, nyong ya ngerti. Jogja, nyong, ngerti. Gunung Kawi, nyong uwis nate. Nyong ta, pengalaman bab kaya kuwek'.

Dua:
Di suatu siang, ketika sebuah pasar hewan di kawasan Banyumas, sedang hari 'pasaran', seseorang mendekati trail-mot-nas. Orang itu mengeluh, lalu bertanya: 'Nyong kiyek, siki rezeki ora lancar-lancar. Bisane bisa lancar, golete dhukun, maring ngendi ya mas..?!' Apa rika bisa bantu nyong !'. Ternyata, orang itu seorang blantik sapi. Yang rizkie-nya sedang seret.

Tiga:
Trail-mot-nas kadang iseng beli rokok siong. Cap Sintren, atau cap Bimo. Kadang pula cap 'Bang-Jo'. Ciri khas rokok-rokok itu adalah pakai saus 'menyan'. Jadi kalau di-udud, baunya
ngganduk, bau menyan. Suatu sore di terminal Giwangan, sedang menunggu bis purwokertonan. Iseng-iseng udud rokok siong. Tak berapa lama, seseorang berpenampilan jawara, alias preman, mendekat dan langsung terus bilang, 'Pak Nyuwun sewune, kula estu nyuwun tulung, pripun supadose saged dadi "isi" ngaten ?' Diskusi berlanjut agak detail. Ternyata, dia preman terminal. Ingin jadi orang kuat, sehingga bisa sungguh jadi jagoan. Tentu jagoan preman. Maksudnya, otot kawat, balung wesi. Dompet juga selalu ter-isi. Nek ber-antem, ora tau kalahan gitu.

Empat:
Suatu sore, sudah agak lama, naik kendaraan bebek. Ada orang jalan sendirian, kelihatannya cari kendaraan. Di tawari, 'Ojek Pak...!'. Mau. Jadilah tukang ojek. Tujuan-nya kemana?. Ternyata, menuju sebuah tempuran. Pertemuan dua buah sungai. Di situ akan menjalani ritus 'Kungkum' semalaman. Pas malam satu suronan.

Lima:
Pas malem satu suro juga, Dhalang kondang, Ki Hadisoegito, meninggal dunia. Genap satu tahun yang lalu, karena stroke. Kematiannya meninggalkan gaya wayang yang khas. Namun, juga tiada gadhing yang tak retak. Muncul persoalan keluarga-nya, sing ora uwis-uwis. Maklum, beristeri lebih dari gandha. Tak hanya poligami. Tapi malah tri-gami. Susah juga jadi orang.....

Tahun haji ini, hampir tiap kabupaten di Indonesia, mengirimkan rata-rata lebih dari seribu orang, pergi ke tanah suci. Dikatakan & diunggul-unggul-kan pula, Indonesia sebagai negara agamis, masyarakat-nya berciri agamis. Ada Dep-ag. Ada pula pengadilan-ag. Tempat ibadah ada di mana-mana. But, di masyarakat lapisan ter-ten-tu, warna penghayatan religiusnya berciri butir satu, dua, tiga, empat, lima sbgmn tersebut di atas. Tak tempo dulu, namun kini dan sini.

Seorang teolog senior menyatakan, teologi bukan (semata-mata) memberi dimensi ke-tuhan-an pada sebuah peristiwa, melainkan mencari Tuhan pada peristiwa-peristiwa.

Mari bersama-sama mencari Tuhan, dalam aneka peristiwa.

Syalom. Wilujeng wengi, Rahayu.

Wasalam:
-agt agung pypm-

www.lelakuku.blogspot.com

Tidak ada komentar: