Tak terhingga, sepanjang masa,
Hanya memberi tak harap kembali,
Bagaikan surya menyinari dunia,
Na...na...na...na...na.- Na...na...na...na...na...na...na
La...la...la...la...la.- La...la...la...la...la...la...la.
Demikianlah sepenggal lagu, yang biasa dinyanyikan di Sekolah-sekolah taman kanak-kanak, maupun Sekolah minggu. Memang tak bisa dipungkiri, bahwa semua orang, ada karena peranan ibu. Ibu yang melahirkan. Ibu yang mengandung 9 bulan. Dan ibu yang melaksanakan perannya dalam melangsungkan kehidupan. Bisa demikian, karena ibu dikarunia rahim. Anak menjadi hidup, karena dilindungi & dihidupi dalam rahim. Ibu yang pemurah, memberikan sepenuh hidupnya untuk anak-nya, lewat rahimnya. Istilah 'kerahiman'-pun lalu dipakai untuk mengungkapkan salah satu sifat Tuhan Allah. Allah yang maha murah & pengampun lalu disapa dengan sebutan 'Yang maha rahim'. Berbanggalah para wanita yang dianugerahi rahim.
Berkaitan dengan hal wanita, perempuan, ibu, mamak, biyung, simbok, mami, ladies, mom, mama, atau apalah mau disebutnya, yang jelas:
1. Bermula dari Konggres perempuan, 22 Desember 1928 di Yogyakarta, muncullah ke permukaan peran penting wanita. Dan lalu peran penting itu dilegitimasikan dalam bentuk Undang-undang. Guna memberi tempat & penghormatan kaum perempuan, lewat UU No 316/th '59, tentang Hari-hari Besar Nasional, pemerintah menetapkan tgl 22 Desember, sebagai Hari Ibu.
2. Dalam hidup bermasyarakat terdapat istilah-pepatah untuk menghormati peran Ibu:
'Sorga di bawah telapak kaki Ibu'.
3. Kebetulan, bacaan-bacaan sekitar hari minggu adven IV ini, meng-kisah-kan Maria, sebagai wanita yang dipilih oleh Allah. Untuk melaksanakan karya penyelamatanNya. Maria mendapat tempat istimewa dalam Gereja, karena peran pentingnya dalam sejarah penyelamatan Allah. Yang khas berkaitan dengan sikap Maria: 'Sesungguhnya, aku ini hamba Tuhan, terjadilah kepadaku, menurut perkataanmu itu'. Ke-rendahhati-an & ke-pasrah-an.
4. Ada seorang nenek. 'Nggenya', alias Mangundihardjo namanya. Dia menjadi katolik jamannya Rm Hoovenars, Vandriesche SJ. Memilih ikut katolik, gara-gara, setiap sore atau pergi, oleh orang-tuanya selalu diharuskan membawa mukena. Peralatan untuk solat wanita. Dipaksa-paksa, dia tak mau. Lalu malah ikut pelajaran agama, yang lain dari yang dipeluk oleh orangtuanya. Saking mantepnya, 'ndherek Mis' sejauh 8 kilometer-pun dilakoninya. Jalan kaki ke gereja Kotabaru. Menyusuri jalan kereta api.
Sesudah menikah, punya anak-anak katolik. Dididik-nya anak-anak secara katolik. Tiap malam, sekitar jam delapanan, seluruh anak diwajibkan berkumpul. Ber-sila, mengelilingi salib kecil dan lilin menyala. Didoakannya, oleh mereka --dipimpin oleh ibunya--, doa Caosan Keluarga. Sembahyangan bengi. Dan Tri-sembah bekti. Tak perlu lama, cukup 20 menit. Tapi rutin. Tiap hari, tiada henti. Juga kalau hari neton. Dibuatnya, gelas diisi air putih dengan bunga mawar & kantil. Di sebelahnya ada secawan jenang abang & bubur putih. Ingatan akan suaminya yang telah meninggal. Di situ pula doa untuk suami-nya yang telah meninggal dihaturkan.
Ternyata kebiasaan harian itu menjadi sebuah proses 'Internalisasi nilai-nilai kristiani' bagi anak-anaknya. Ketika anak sulungnya, hidup di Kota Jkt, dia-pun melaksanakan kebiasaan itu untuk anak-anaknya. Di tengah kota besar yang hiruk-pikuk metropolis, penuh tantangan, godaan, dan persaingan, kebiasaan doa keluarga macam itu-pun tetap dilaksanakannya. Tiap hari, jam delapanan malam, TV harus mati. Belajar, sebentar berhenti. Semua duduk melingkar. Mengitari salib kecil & lilin menyala. Berdoa keluarga, bersembahyang brayat.
Rupanya, rahmat Tuhan tak berhenti mandheg jika dimohon. Anak-anak--cucu si nenek-- meski intelektualnya tak cemerlang, namun semua bisa mentas dan berkecukupan dalam hidup hariannya. Aktif pula lalu dalam menggereja. Dan...... semua itu mungkin & bisa terjadi berkat, .............peranan ibu..........!
Terimakasih ibu, terimakasih simbok, terimakasih biyung.......!
S-e-l-a-m-a-t H-a-r-i I-b-u.
Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu-rahayu-rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-
www.lelakuku.blogspot.com
Na...na...na...na...na.- Na...na...na...na...na...na...na
La...la...la...la...la.- La...la...la...la...la...la...la.
Demikianlah sepenggal lagu, yang biasa dinyanyikan di Sekolah-sekolah taman kanak-kanak, maupun Sekolah minggu. Memang tak bisa dipungkiri, bahwa semua orang, ada karena peranan ibu. Ibu yang melahirkan. Ibu yang mengandung 9 bulan. Dan ibu yang melaksanakan perannya dalam melangsungkan kehidupan. Bisa demikian, karena ibu dikarunia rahim. Anak menjadi hidup, karena dilindungi & dihidupi dalam rahim. Ibu yang pemurah, memberikan sepenuh hidupnya untuk anak-nya, lewat rahimnya. Istilah 'kerahiman'-pun lalu dipakai untuk mengungkapkan salah satu sifat Tuhan Allah. Allah yang maha murah & pengampun lalu disapa dengan sebutan 'Yang maha rahim'. Berbanggalah para wanita yang dianugerahi rahim.
Berkaitan dengan hal wanita, perempuan, ibu, mamak, biyung, simbok, mami, ladies, mom, mama, atau apalah mau disebutnya, yang jelas:
1. Bermula dari Konggres perempuan, 22 Desember 1928 di Yogyakarta, muncullah ke permukaan peran penting wanita. Dan lalu peran penting itu dilegitimasikan dalam bentuk Undang-undang. Guna memberi tempat & penghormatan kaum perempuan, lewat UU No 316/th '59, tentang Hari-hari Besar Nasional, pemerintah menetapkan tgl 22 Desember, sebagai Hari Ibu.
2. Dalam hidup bermasyarakat terdapat istilah-pepatah untuk menghormati peran Ibu:
'Sorga di bawah telapak kaki Ibu'.
3. Kebetulan, bacaan-bacaan sekitar hari minggu adven IV ini, meng-kisah-kan Maria, sebagai wanita yang dipilih oleh Allah. Untuk melaksanakan karya penyelamatanNya. Maria mendapat tempat istimewa dalam Gereja, karena peran pentingnya dalam sejarah penyelamatan Allah. Yang khas berkaitan dengan sikap Maria: 'Sesungguhnya, aku ini hamba Tuhan, terjadilah kepadaku, menurut perkataanmu itu'. Ke-rendahhati-an & ke-pasrah-an.
4. Ada seorang nenek. 'Nggenya', alias Mangundihardjo namanya. Dia menjadi katolik jamannya Rm Hoovenars, Vandriesche SJ. Memilih ikut katolik, gara-gara, setiap sore atau pergi, oleh orang-tuanya selalu diharuskan membawa mukena. Peralatan untuk solat wanita. Dipaksa-paksa, dia tak mau. Lalu malah ikut pelajaran agama, yang lain dari yang dipeluk oleh orangtuanya. Saking mantepnya, 'ndherek Mis' sejauh 8 kilometer-pun dilakoninya. Jalan kaki ke gereja Kotabaru. Menyusuri jalan kereta api.
Sesudah menikah, punya anak-anak katolik. Dididik-nya anak-anak secara katolik. Tiap malam, sekitar jam delapanan, seluruh anak diwajibkan berkumpul. Ber-sila, mengelilingi salib kecil dan lilin menyala. Didoakannya, oleh mereka --dipimpin oleh ibunya--, doa Caosan Keluarga. Sembahyangan bengi. Dan Tri-sembah bekti. Tak perlu lama, cukup 20 menit. Tapi rutin. Tiap hari, tiada henti. Juga kalau hari neton. Dibuatnya, gelas diisi air putih dengan bunga mawar & kantil. Di sebelahnya ada secawan jenang abang & bubur putih. Ingatan akan suaminya yang telah meninggal. Di situ pula doa untuk suami-nya yang telah meninggal dihaturkan.
Ternyata kebiasaan harian itu menjadi sebuah proses 'Internalisasi nilai-nilai kristiani' bagi anak-anaknya. Ketika anak sulungnya, hidup di Kota Jkt, dia-pun melaksanakan kebiasaan itu untuk anak-anaknya. Di tengah kota besar yang hiruk-pikuk metropolis, penuh tantangan, godaan, dan persaingan, kebiasaan doa keluarga macam itu-pun tetap dilaksanakannya. Tiap hari, jam delapanan malam, TV harus mati. Belajar, sebentar berhenti. Semua duduk melingkar. Mengitari salib kecil & lilin menyala. Berdoa keluarga, bersembahyang brayat.
Rupanya, rahmat Tuhan tak berhenti mandheg jika dimohon. Anak-anak--cucu si nenek-- meski intelektualnya tak cemerlang, namun semua bisa mentas dan berkecukupan dalam hidup hariannya. Aktif pula lalu dalam menggereja. Dan...... semua itu mungkin & bisa terjadi berkat, .............peranan ibu..........!
Terimakasih ibu, terimakasih simbok, terimakasih biyung.......!
S-e-l-a-m-a-t H-a-r-i I-b-u.
Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu-rahayu-rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-
www.lelakuku.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar