Senin, September 29, 2008

Polos & curiousity. Rahayu

5479749-md Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.

Kemajuan seorang muda, seorang mahasiswa, ditentukan oleh kepolosan, dan ke-ingin-tahuan-nya. Kerendahan hatinya untuk memberanikan diri bertanya. Demikian --kuranglebih-- saran dari Prof. Bert Van Der Heiden SCJ (alm), dalam salah satu introduksi pengajaran.

Ada seorang rekan beberapa kali membaca ekspresi pengalaman & gagasan saya, lantas bertanya:  'Kok ada sebutan Rahayu-rahayu-rahayu, itu apakah punya kawan wanita bernama Rahayu. Ataukah dia itu Idola. ? Atau .... apa....?'
Ada Rahayu Effendi. Ada Bis Rahayu. Ada bengkel las Rahayu Jaya. Dll.

Rahayu Effendi (lahir tanggal 30 Agustus 1942 di Bogor) adalah aktris Indonesia. Ia adalah ibu dari aktor Dede Yusuf. Pemeran film Bundaku sayang, Antara Surga Dan Neraka 1976, dan beberapa film lain. ….

Kata atau istilah 'Rahayu'  berasal dari bahasa sansekerta.. Arti yang dimaksud, selamat, sejahtera, jauh dari musibah atau kekurangan.. Makna tersirat Kata itu tak jauh dengan kata, raharjo, tata-titi-tentrem, damai, sejahtera, berkecukupan lahir-batin. Kata dekat yang lain dan populer adalah, Slamet. Pengembangannya, jadi ada 'slametan', selamat-an. Maka kata Slamet, kerap dipakai untuk nama orang. Ada banyak orang bernama Slamet..

Dalam faham soteriologi kristianitas, kata rahayu, termaktub dalam faham 'Damai sejahtera' yang kerap kita jumpai di Kitab Suci. Lebih-lebih dalam surat-surat Paulus.

Rahayu juga kerap dipakai sebagai kata sapaan-pembuka, sebagai salam dalam suatu pertemuan banyak orang. Dari islamisme, ada kata untuk salam: Assallam wu alla i cum, Wbr.... Dari lingkup pergaulan nasional, ada kata salam, Damai sejahtera untuk kita semua. Dari hinduisme, ada kata, Honk Sancti, sancti, sancti.( maap kalau salah..). Dari orang-orang kristen ada kata sapaan Syallom. Ada kata populair pula yang kerap kita pakai, Selamat Pagi, Berkah Dalem.

Kalau kita kerap menghadiri pertemuan-pertemuan kemasyarakatan di daerah Genthawangi - Jatilawang - Adipala - Kuripan - Pesanggrahan, sapaan dengan kata Rahayu, hampir setiap kali kita dengar. "Rahayu-rahayu-rahayu".  Kata rahayu ini merupakan istilah sapa-menyapa di kalangan para penghayat agama asli, kejawen. Saya pakai istilah agama asli, karena dalam 'kejawen' ada banyak aliran. Di tempat berbeda, kejawen-nya bisa pula berbeda.

Karena itu:

Theresia Rahayu Istantiah,

Agnes Rahayu Nur Wening,

Theodora Ningrum Rahayu,

Clara Rahayu Inggrid,

Stepha Mince Prabdi Rahayu,

Ignatia Lieke Harum Rahayu,

adalah nama-nama yang indah. Silahkan ditawarkan untuk dipakai bagi bayi-bayi, yang sedang dikandung ibunya. Dan hampir dilahirkan. Karena makna berbobot yang terkandung dalam kata itu : R a h a y u.

Wasalam:

- agt agung pypm -

Minggu, September 28, 2008

Antara telur & ayam. Antara koor & derigen . Mana yang lebih dulu ?

5 Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.

1. Ada beberapa rekan, kirim surat-elektronik (E-Mail) pada saya. Tulisannya mbok terus..! Kata mereka. Tak bisa jawab spontan saya. Karena jari saya menulis berdasar gerak-hati, atau 'wangsit'. Dus bisa ada, bisa tidak. Bisa mutu, bisa tidak mutu. Bisa lurus, bisa kleru. Untuk itu minta maap.

2. Ada yang tanya pula, bagaimana perkembangan kesehatan  Rm Joko Pur pr. Kini kian membaik. Yang msh agak repot, per 15 menit mesti harus ke belakang. Kalau tak, gawat. Bisa nguompol. (maap, tambahan red. & maap pula krn rada saru).

3. Yang jelas, berdasarkan pertimbangan di alinea dua, Sabtu sore 27/09/'08 saya menggantikan beliau mimpin Misa Kudus di Gereja Katedral. Yang tugas koor, adalah SD St. Maria Susteran Purwokerto, klas 1 - 3. Rata-rata usia anak klas-klas tsb, berkisar 6 - 9 tahun.. Jadi warna suara koor anak-anak demikian mendominasinya. Suara macam itu menyenangkan. Polos. Lugu. Tulus. Agak lucu, Juga nek kleru.

Lagu pembukaan, lumayan bagus. Lagu Tuhan kasihanilah kami, jalan. Lagu Kemuliaan....? Mlaku dhewe.....!. Maksudnya,  ternyata per lagu - per derigen. Jadi satu lagu, satu derigen. Dus gonta-ganti komandan lagu. Mungkin maksud suster pendampingnya biar rata. Atau bermaksud mengoptimalkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki anak-anak.

Habis lagu Agnus-Dei, biasanya langsung dilanjutkan Kidung Kemuliaan. Pastor juga, biasanya yang ngangkat di bag awal.

Sabtu sore kemarin juga gitu.  Sehabis agnus-Dei, pastor  langsung ngangkat bag awal Kemuliaan. Umat, otomatis langsung menyambung bag lagu selanjutnya.  Karena per lagu, per-derigen tadi. Habis derigeni agnus dei, si anak  langsung turun dari mimbar.

Habis si derigen --agnus Dei-- turun, derigen Kemuliaan tak naik-naik. Namanya anak,mungkin blm pikir betul mekanisme ini. Walhasil, dinyanyikanlah lagu Kemuliaan tanpa derigen. Dan jalan. Lancar.

Sesudah lagu kemuliaan jalan, rupanya anak pen-derigen-lagu Kemuliaan  baru sadar bahwa itu bagian yang hrs dia pimpin. Maka si derigen cilik itupun segera lari bergegas naik ke mimbar untuk beri aba-aba. Tapi ya itu tadi: 'telat'. Dia ngabani, ketika koor sudah jalan dengan sendirinya. Dadi, rada wagu.

Mestinya derigen beri aba-aba, baru koor start.
Kemaren,  Koor start dulu, baru derigen beri aba-aba.
Jadi kuwalik.
Sadar akan hal itu, para orangtua di bag akhir misa pada ketawa, ha,ha,ha. Hi,hi,hi. Meng-ketawai anak-anak mereka sendiri, yang kuwalik.

Di tahun rohani Jangli, pada tiap angkatan bimbingannya, Alm. Rm Notosusilo pr. dulu juga sll cerita, ttg Alm. Rm Sanjaya, --yang dimakamkan di Kerkof Muntilan--, krn saking lugu & polosnya, dia kalau pakai sepatupun kerap kuwalik.

Di Kampung laut dulu, juga kurang lebih sama. Jika latihan koor. Mnrt teori musik, mestinya latihan not dulu, baru syair, kata-kata.

Kalau itu diterapkan, ora dadi-dadi koore. Maka, biar dadi,   yang dilatih syairnya dulu,  selancar mungkin, dicontone ramane. Habis itu baru not-nya. Dijamin paduan-suara dan paduan-nada jadi indah & lancar. Jadi harus diwalik. Dan memang kuwalik.
Anak-anak, pf atas usahamu memuji Bapa.

Bapa, terimalah kuwalik-kuwalik kami.......anak-anakMu.
Semoga, dunia-pun juga tidak kuwalik-walik.

Wasalam:
- agt agung pypm -

Sabtu, September 27, 2008

PEJABAT, Anak & Ciu

5647325-lg Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu.
Sabtu 27/09/'08 yang lalu, saya bertrayek seputar stasi-stasi Paroki Katedral Prwkerto: Bumiayu, Tepian Sungai serayu --Tambaknegara--, Genthawangi. Berangkat pukul sembilanan. Pulang pukul sepuluhan malam. Ketemu berbagai ragam umat, dari pengalaman kematian sampai pendalaman iman. Kehujanan di Paguyangan, ban bocor di tengah jalan, menjadi bagian-bagian perjalan. Sepedamotor trail-operasional tahun '04-an menyatu berbaur dengan para pemudik idul-fitri tahun ini. Inilah seninya pelayanan.
    Ketika ban belakang bocor lalu sedang ditambal, melintaslah sebuah Bus CL, jurusan Pwkt - Mjng - Bnjrptmn. Karena berhenti menurunkan penumpang, maka harus berjalan pelan, terbacalah tulisan di kaca-belakang:

'anak
    Pejabat, bandar ciu...!??'

Cat. kaki:
'anak'       = ditulis huruf kecil-kecil.
'Pejabat'   = ditulis dng huruf besar sekali..
'bandar ciu'=tidak besar, tidak terlalu kecil.    

Warna huruf, persis spt tertulis di atas.
Tafsir:
* 'Seorang rakyat yang prihatin dengan 
   pejabatnya......' & perilaku anaknya.
* prihatin=perih ing batin.

Selamat untuk rakyat yang msh punya
hati yang bisa perih.......

k e b e t u l a n,
Bacaan I minggu ini, Yeh 18:25-25.:
"....apakah tindakan-Ku yang tidak tepat, ataukah tindakanmu yang tidak tepat ?..."

Wasalam:
- agt agung pypm -

Selasa, September 23, 2008

Naik kapal terbang Ke Purwokerto & Kardinal

5534740-lg Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.

Rabu 23 sept, seorang umat, Ibu Mater Alma namanya, kambuh sakit vertigonya. Oleh pastor kepala, saya diminta untuk melayani sakramen pengakuan dosa & perminyakan orang sakit. Rm Kristiadji, pastor mahasiswa juga datang di situ. Terlaksanalah pelayanan liturgial itu, di sebuah pagi.

Sesudah itu, dialog singkat terjadi dengan Ibu Alma.
+ 'Ibu Alma dari mana ?' Tanya saya.
-  'Dari Surabaya.' Jawabnya masih jernih.
+ 'Tahun berapa Ibu datang di Purwokerto.'
- 'Th 1955', jawabnya.
+ 'Dulu naik apa ibu Ke Purwokerto ?'.
-  'Saya ke Purwokerto, naik kapal-terbang', jawab Ibu Alma dengan P-D-nya. Tanpa menampakkan rasa keliru.
- 'E....e.....e.....!?' terperanjatlah saya ats jawaban Bu Alma. Memangnya Kota Purwokerto punya bandara ?!', batin saya.
Sedikit lama dialog terhenti, Bu Alma nyambung lagi,
- 'Dulu saya dari Surabaya naik kapal terbang ke Jakarta. Habis itu naik kereta api ke Purwokerto.'
+ 'O...o....o gitu ta. maksudnya.' Keterperanjatan saya jadi mereda.
Karena kondisi fisik lemah, saya mencoba mengangkat semangat hidupnya dengan ungkapan pembesaran hati.
- 'Ibu Alma ini punya keunggulan, ialah satu-satunya ibu yang berani menegur pastor-pastor, terutama yang muda-muda. Dia berani malah juga memarahi. Iya to Bu !?'. Ibu Alma masih bisa tersenyum. Malah dia menambahi dengan warna nada bangga,
+ 'Iya betul. Malah kawan-kawan saya menjuluki saya Ibu Kardinal....'.
Ha... ha... ha..... Saya ketawa. Rm Kristiaji MSC juga ketawa. Baru kali ini, ada 'Ibu Kardinal'. Ha... ha...ha...

Dalam salah satu sesi dialog itu, saya menegaskan bahwa hidup Ibu Alma tidaklah sia-sia, meski dalam kondisi sakit. Karena dalam sakit, Ibu masih mengusahakan kebaikan. Dulu waktu masih sehat, Ibu Alma selalu mengusahakan kebaikan. Sekarang waktu sakit juga demikian. Entah sehat entah sakit, ibu ini milik Tuhan. Entah sehat, entah sakit Ibu Alma meng-usaha-kan kebaikan.

Pulang dari rumah Ibu Mater Alma, saya teringat Teologi Keselamatan. Faham itu saya dapat dari Buku karangan Alm. Rm Groenoen OFM. Judulnya -kalau tdk salah-, "Tanya-jawab ttg Kekristenan". Salah satu butir-isinya, Sejarah Penyelamatan oleh Kristus , bisa diartikan, rentetan usaha kebaikan terus menerus, tiada henti, dalam usaha, tindakan, manusiawi, konkrit, sehari-hari.

Terimakasih Rm Groenoen OFM, atas teologi-nya. Selamat meng-aplikasi-kan teologi-keselamatan itu, Ibu Mater Alma. Juga tatkala sakit: Tabah. Bertahan. Tak putus-asa. Pasrah. Berjuang.

Wasalam:
- agt agung pypm - 

Senin, September 22, 2008

Iseng

5498057-md Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.

Ada joke, atau semacam pepatah, atau ungkapan, --entahlah apa namanya-- yang kurang lebih berbunyi begini :
1. Ndas buthak iket blangkon, dibukak isine tawon.
2. Pitik walik, sego endhog. Lingguh dhingklik ndondomi kaos.......
3. Yo dha nang posyandu. Bocah-bocah kudu dha melu......

Maap, sekedar ber-hibur-ria, geguritan. Maksudnya:
Seorang pastor senior, berpengalaman rohani mengatakan:
'Bagaimanapun, hidup itu perlu keseimbangan. Maka, sak-sibuk-sibuke, disempatno rekreasi, conveniat, hal-hal yang bersifat menghibur.

Hiburan juga penting, tapi yang sehat. Liburan juga diberi tempat. Kerja apa saja, menurut UU adalah 42 jam seminggu. Cuti tahunan, 12 hari kerja ditambah dua hari minggu. Tapi ya ora kaku, ora harga mati.

Syukur punya hoby. Syukur pula hoby itu ndukung karya and kerjaan.
Jaga keseimbangan, harmoni. "Semua ada waktunya...” (Pengktbh 3:1-17).

Maturnuwun pastor senior.

Wasalam:
- agt agung pypm -

Tak terduga & Kebetulan

5597376-md Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.

1. Tak terduga,  sabtu 19 Sept. Rm Joko Pur diperbolehkan pulang. Karena empet-empetannya tugas, jumat malam jam 22.00, saya menjemput ke SMG bersama Mas Mijan, sang sopir paroki.

2. Tak terduga  pula, mas Mijan agak sakit, kesehatan tak prima, sehingga saya --dng ringan hati-- jadi sopir Pwkt - Smg pp.

3. Juga --ternyata kemudian-- tak terduga  pula, tumor perut Rm Joko, yang semula saya bayangkan pasti dioperasi, sampai tahap ini tak harus dioperasi. Cukup dimampetkan pembuluh darah yang ada di daging tumor dekat lever itu. Dengan cara memasukkan s.m selang kecil via pembuluh darah di selangkangan ke arah lever. Sudah terfoto. Sudah pula ter-CD-kan. Bisa diputar ulang.

4. Tak terduga  pula, ongkos untuk itu semua, kurang lebih 20 juta.

K E B E T U L A N  …

a. Yang sakit kali ini adalah Rm Joko, moderator Komisi Keluarga Keuskupan Purwokerto. Yang sedang pula studi mendalami soal-soal keluarga. Di Univ. Kat. Soegiyopranoto. Kini juga tengah mengadakan riset & penelitian soal keluarga itu.

b. Kebetulan, ketika menjemput saudara kita ini, di jalan Wonosobo, dekat tambang pasir, pas jam 24.00 ketemu dangan truk pengangkut pasir wonosobo-nan, bak-nya bertuliskan, "Mulih padu, Ora mulih rindu....!" Bukankah ini persoalan hakiki keluarga: Padu sekaligus, rindu.....?!

c. Kebetulan, pulang dari itu, saya buka milis Serayu-net, temanya soal "menjual kejelekan kawan". Juga persoalan keluarga.

d. Kebetulan, bacaan-I, esok harinya Minggu 21 Sept '08  bernasehat, "Carilah Tuhan selama ia berkenan ditemui...., berserulah kpdNya selama Ia dekat !"

So..... What.....? Marilah kita mencari Tuhan,
dalam pengalaman sakit daging tumbuh,
dalam pergulatan hati, "Mulih padu, Ora mulih rindu..!"
dalam dinamika dialog bertopik, menjual kejelekan kawan.

Wasalam:
- agt agung pypm -

Jumat, September 19, 2008

Hidup Itu Indah

2519558-lg Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.

Masih berkaitan dengan tradisi tertulis terdahulu. Berbagai lapisan masyarakat, ingin metradisikan ungkapan tertulisnya. Tentu dalam bentuk lambang huruf-huruf.

Sederhana, penuh makna namun ekspresif. Mereka nampaknya ingin pula dimengerti.

1. T- K- T,  D-W D-W.
    Tertulis di kaca Bus Santosa jur. Semarang - Purwokerto.
2. CJ -  DW
    Tertulis di Bus Tri Sakti.
3. Ku - 5 - nut
    Terpampang di gerobak tukang krosok/pemulung.
4. Ku - 5 - won
    Tertulis di Truk tua, pengangkut pasir. Di tepian sungai serayu.
5. Ber - 2 - 1 - 7 - an
    Ada di bis mikro. Jurusan Kebumen - Pw-kerto.
6. (Gambar kuda) - (gambar Tang) & pergi
    Juga di kaca bis mikro.
7. Pw-kerto - Bali - Gombong.
    Jelas, ada di mana.
8. Kuda Nipon
    Tersurat di kaca Colt Pick-up, Mitsubhisi.
9. Mbel - gedhes - Benz
    Ada di Bis Maju Utama. Jkt - Ponorogo.
10. The winer is .....
      Di Bis Raharja.
11. Lebak....(gambar bulus telu sdg baris) - Pw-reja - Yogya
      Di Bis Sumber Alam.
11. Antar kota antar nona.
      Di bus Akap Gombong
12. Sahabat pelajar
      Di Mikro bis Pw-rejo.
13. Entut Dewo.
     Tersurat di tangki angin, buat klakson. Bis kecil Sidareja - Pwkerto.

Hidup itu indah. Kalau dinikmati. Karena Tuhan menciptakan semesta alam ini, indah adanya. Terimakasih Tuhan.

Wasalam:
- agt. agung pypm -

Selasa, September 16, 2008

Banter ning tidak ngebut

5389954-md Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu.

Suatu hari saya dari Yogya menuju Purwokerto. Naik Bus bumel. Bus ekonomi antar kota-antar propinsi, siang hari. PO-nya SM, bertrayek Solo - Pwkt. Berangkat dari terminal Giwangan pukul 08.00. Dari pasar Gamping, keberangkatan bersamaan dengan Bus Patas AC, Yogya-purwokerto juga. Pikir saya nanti sampai Pwkt pasti duluan yang patas AC. Pengalaman,  bis patas tidak berhenti-berhenti. Sedang bis bumel, berhenti di mana saja, tiap ada penumpang nyetop.

Tak tahunya, prasangka saya meleset. Bis bumel di mana saya menumpang, bantere poll.....!. Memang tiap kali berhenti. Tapi habis itu nyalip lagi yang Patas AC. Nyalip lagi dan nyalip lagi. Saya amati dan rasakan, mesinnya sehat, normal. Bodinya biasa saja. Yang agak lain ternyata sopirnya. Tak terasa dan tak terkesan ngebut, apalagi kebut-kebutan.

Sopirnya botak. Pakai baju lengan panjang. Pantalon besus. Sepatu hitam meling-melling. Necis dan rapi. Penuh percaya diri. Cara nyopirnya taktis. Cekatan. Banter, ning ora ngawur. Trengginas tur pas. Cepet tetapi tidak ngebut. Perhitungan-perhitungannya membuat penumpang tidak kawatir.

Saya amati lebih teliti lagi di sekitar sopiran, ternyata apa, di atas sepion dalam, ada tulisan besar mengkilat: "BAPA DI SORGA !".

Ini nampaknya kunci, resep dari bapak sopir bis SM yang trengginas tadi. Iman-nya yang dia tulis di atas sepion.
Iman......membuat PD, percaya diri.
Iman......membuat rapi.
Iman......membuat cekatan, tapi tidak asal-asalan.
Iman......membuat cepat tapi tidak ngawur.
Iman......membuat tindakan penuh perhitungan,
Iman......membuat orang lain tidak khawatir.

Terimakasih bapak sopir yang beriman.

Wasalam:
- agt. agung pr. -

Minggu, September 14, 2008

Erosional. Cerita ringan.

5392697-lg Di terminal bus lama Majenang, dulu ada seorang bapak tua, berprofesi sebagai calo. Tukang teriak, menunjukkan tujuan bis pada para calon penumpang. Banjar... Banjar.....,  Tasik.... Tasik....., Bandung.... Bandung.....! Sudah penuh ! Siap berangkat.

Ayo siap berangkat. Cepat-cepat ! Ora ketang lhe berangkat masih suwi.

Kalau ada waktu luang, saya anjangsana ke sana. Lama-lama kenal dengan si bapak tua itu. Juga beberapa pedagang asongan yang ada di sana. 

Suatu saat ada seorang muda, hilir mudik di sekitar kawasan terminal lama itu. Dia ternyata seorang penambal ban. Sebuah hari,  tingkah laku anak muda itu tidak biasa. Alias tidak normal. Si bapak tua, juru teriak, kenalan saya memberi tahu, setengah ngandhani: "Mas hati-hati lho, sama orang itu ! Dia itu erosional..! ". Karena kalimatnya meragukan, saya coba cari penegasan, "Apa pak ? Dos pundi lare niku ?". "Ngatos-atos, lare niku erosional !", jawabnya.

Ternyata anak itu baru saja mabuk, minum, mendem-mendeman. Jenggot alias AO dicampur ciu-cikakak, dicampur kratingdeng, dicampur Coca-cola, plus topi-miring. Pas. Habis minum itu, biasanya mudah marah, gampang nesu, terus ngamuk: erosional.
Maksudnya, emosional ( tamb.red. ).

Orang kecil-pun ingin berbahasa modern. Ingin tidak ketinggalan jaman.

Raport Yesus & Kel Ksnd

05595_106 Syalom. Wilujeng sonten. Rahayu-rahayu.

Rekan-rekan, terimakasih atas pemaklumannya. Artinya, saya punya kekurangan, lalu dimaklumi. Dan mesti wae diampuni, 7x7.

Sebagaimana pernah ter-ceritakan, 3 bulan saya pernah tinggal di biara Rowoseneng. 7 kali ibadat dalam sehari. Gak kuat saya jadi pertapa. Malah pernah, jam 03.00 bangun mandi, mau ikut doa. Jebul trs masuk angin. Ikut mobil susu, masuk Rs Pantirapih. Payah.

Di sana saya berjumpa berbagai orang. Salah satunya adalah keluarga Bu Ksnd. Dari Paroki Blok Q, Jkt. Di tempat itu saya mengalami penyembuhan antara lain sakit mata. Mata saya terkena glukoma. Pernah diukur di RS mata Dr Yap. Yogya. Tekanan mata kiri 25. Mata kanan 27. Sampai dokter yang menangani marah-marah. Rm Loogman mengatakan, bahwa mata saya kemasukan virus herpes. Memang, ketika di Kampunglaut, saya pernah terkena herpes, alias penyakit dompo. Virus itu ada yg masuk mata.

Saya jadi tertekan atas hal itu. Beberapa orang yang saya temui, mengatakan, glukoma akhirnya buta. Betul, saya stresss panjang ketika itu.

Sekarang saya masih bisa berkomputeria. Kel. Ksnd, adalah salah satu yang saya jumpai. Mereka mengetahui situasi saya, selalu memberi penghiburan dan dukungan. Bahkan sampai kini. 

Minggu lalu Ibu Ksnd, mengirim SMS, demikian:
"Berita HEBOH dari Nazaret: Telah ditemukan berkas, yang diduga Raport milik Yesus waktu sekolah dulu. Tertulis: Agama dpt nilai C. Karena waktu ditanya siapa yang menciptakan dunia? Ia jawab, BapaKU. Olahraga dapat nilai D. Karena, disuruh berenang malah jalan di atas air. Matematika, dapat nilai E. Karena disuruh menjumlah 2 ikan + 5 roti, Ia jawab, 12 bakul. Hanya kimia yang dapat nilai A. Karena Ia dapat membuat formula merubah air jadi anggur. Semoga hari ini indah untuk anda....!"

Ibu Ksnd. Bapak Ksnd. Sang menantu. Tiap tahun selalu ke Pertapaan Rowoseneng. Berdoa. Ikut Ibadat. Bertemu orang. Menguatkan hati sesama. Dan mendoakannya. Terus menerus. Dari jauh sana. Terus menerus. Terimakasih keluarga Ksnd. Di Blok Q. Kota metropolitan.

Wasalam:
- agt. agung pypm. -

Jumat, September 12, 2008

Jorok ning ramah. Ramah ning jorok.

4792971-md Syalom. Wilujeng sonten. Rahayu-rahayu-rahayu.

Masih di seputar Kampung laut. Pada suatu pagi, saya naik perahu. Dari sebuah lingkungan(sub-stasi) ke lingkungan lain. Berangkat dari sebuah dermaga, menyusuri tepian daratan. Di tepian itu berderet jejeran perahu-perahu. Tiba-tiba ada seruan panggilan, "Romo, romo badhe ke mana ?" Saya thingak-thinguk mencari asal suara tsb.. Panggilan itu kemudian berulang lagi. "Romo...! Mau ke manaaaa.....?" Ternyata yang memanggil seseorang yang sedang jongkok di bibir perahu. Bisa tebak sedang apa ? Betul sedang ngising. "Weladalah.... batin saya.. Sedang gituan, sempat-sempate  aruh-aruh. Ramah tenan orang ini. " Ternyata dia warga umat. Tangan kanannya awe-awe. Tangan kirinya memegang si 'burung' agar tidak pornografi.

Di Kampung Laut, orang punya WC bisa dihitung dengan jari. Kebanyakan BAB-nya ya di pantai, bibir daratan. Atau seperti tadi, jongkok di perahu.

Sapaan seorang umat itu, saya tanggapi, "Mau ke Ujungalang......!" Meski tanggapan saya ya rada ewuh, "Wah gimana iki, komunikasi sama orang sedang ngising. Ditanggapi ora ya...!?" batin saya.

Perahupun terus jalan perlahan. Sapa-menyapa selesai. Sesudah agak jauh dari orang itu, saya berpikir, "Apa baiknya ada rambu-rambu peringatan atau larangan seperti di darat itu ya...?. Ning terus bunyinya gimana. Sempat terbayang frase-frase: "Orang ngising dilarang bengok-bengok....!" Atau, "Sesama orang ngising, dilarang saling mendahului...!" Atau, ..... terbayang pisang-pisang yang ceblang-ceblung di samping perahu ke air.

Ora tak teruske...... ndak pornografi. RUU-nya hampir di-kethok jadi UU.

Wasalam:
- agt agung pypm -

Kamis, September 11, 2008

Surat Fiber

5392711-lg Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.

Ingat Cilacap. Ingat Kampung Laut. Sebuah stasi, bagian dari Paroki Cilacap. Umat yang terletak di muara sungai, memiliki ciri khas lain daripada yang lain. Banyak di antara mereka berprofesi sebagai nelayan. Karena lautan menyempit, tangkapan menurun, banyak warga yang transmigrasi atau mengembara, a.l: ke Pulau Batam.

Ada seorang bekas nelayan. Umur 65 tahunan. Anak-laki-lakinya mengembara ke Pulau Batam. Di sana hendak menikah. Menghadap pastor paroki Batam. Diminta melengkapi syarat-syarat adminstratif. Maka anak itu menghubungi orang-tuanya di Kampung Laut via telepon, minta dicarikan surat-surat keterangan di Paroki Cilacap. Sebagaimana orang katolik jika hendak menikah secara katolik.  

Berangkatlah bapaknya kemudian ke Paroki Cilacap. Menghadap salah satu pastor. A.l: untuk memohon Surat Fiber.

Dijawab oleh pastor paroki yang sudah agak tua. Tidak ada itu namanya Surat Fiber. Pulang ke desa Kampung Laut lagi. Naik perahu. Lamanya 3 jam. PP, 6 jam. Anaknya di Batam, diberitahu, "tidak ada nak surat macam itu....!". Anak yang di Batam bilang: "Ada..! Pasti ada. Kalau tidak ada, tidak bisa menikah.!" Maka pergi lagilah si Bapak ke Cilacap untuk keduakalinya. Pastor Cilacap bilang lagi, tidak ada yang namanya "Surat Fiber pak !." Ngeyelllll....! ( tambahan red. )

Suatu kali Bapak agak tua ini ketemu saya. Dia menceritakan persoalannya, perihal Surat Fiber. Terus saya analisis: Larah-larahe kepriwe, dalam konteks apa, dan untuk apa surat itu. Ternyata, perihal perkawinan. Maka langsung jelas yang dimaksud adalah Surat Liber. Di kampung Laut disebut "Surat Joko", alias surat keterangan bahwa status masih betul-betul jejaka, tanda bukti bahwa belum pernah menikah.

Atas dasar keterangan saya, esok harinya si Bapak langsung ke Cilacap lagi. Minta surat, yang semula Surat Fiber, pada kedatangan ketiga dia katakan Surat Liber. Ditambahi keterangan dari saya tadi bahwa yang dimaksud adalah Surat Joko. Maka, hari itu juga Surat Joko selesai dibuat untuk dikirim ke Pulau Batam, nun jauh di sana.
Catatan: Orang kampung laut banyak yang cari ikan dengan perahu terbuat dari fiber. Disebut perahu fiber. Maka surat jejaka-pun lalu jadi surat fiber.

Orang kecil-orang kecil......  Memang harus ada yang menemani. Memang harus ada yang mendampingi.

Wasalam.
- agt. agung pr -

Selasa, September 09, 2008

Kelemahan yang menyelamatkan

5345433-md Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu.

Ingat Sampang, jadi ingat Cilacap. Cukup lama saya ada di kawasan ini. Di Cilacap, pernah ada seorang Ibu yang murah hati. Cukup sering dia mengirim buah-buahan, roti ataupun oleh-oleh ke pastoran. Nama Ibu murah hati itu, Pj. Aslinya dari kawasan Semarang. Penampilannya atraktif, agak agile, rada-rada hos.

Di kalangan rohaniwan --pastor, frater, suster, bruder-- relasi, kenalan Ibu Pj cukup banyak.. Banyak pula di antara mereka sudah bertamu, berkunjung ke rumahnya. Memang, dia kerap dan ringan hati untuk mengundang agar para rohaniwan berkunjung ke rumahnya. Beberapa kali saya bertemu Ibu Pj ini. Dan selalu mengundang untuk bersedia datang ke rumah-kediamannya.

Tak ada alasan serius, tak pernah pikir, dalam benak saya bahwa harus bertamu ke rumahnya.  Suatu kali, saya bertemu dengan Ibu Pj. Tak kurang seperti yang biasanya, dia ngundang untuk datang ke rumah-kediamannya. Yang kali ini undangannya ditambah keterangan begini, "Romo kok ndak mau ke rumah saya ta....?! Dia lalu cerita, " Romo A, Romo B, Romo C, Romo D. Frater E, Frater F pernah ke rumah saya lho... Banyak yang sudah merasa seperti di rumah sendiri. Malah Romo .....(titik-titik) pernah ngelus-elus perut saya, waktu kehamilan saya yang kedua. Ndak pa-pa romo. Wong udah biasa kok....!"


Wah... Duh....! Mendengar keterangan-keterangan yang terakhir ini, jadi mumet saya. Piye ya lhe njawab. Tak tahu dari roh mana, mulut saya bisa menjawab begini: "Wah saya itu punya kelemahan besar...e !!! Apa kelemahan itu romo...?" dia tanya. Lalu saya jawab, "Aku itu, kalau habis ketemu uwong-ayu, terus telung dina-telung wengi ora isa turu. Ngerti Raaaa.....!?" Reaksi Bu Pj.: "Huaaa ha.....ha. Hui... hi...hii.... Hua....ha...haaaa.... Hui...hi....hi..." Bu Pj ketawa ora uwis-uwis. "Romo... itu ada-ada baen...!" Habis kejadian ini, Ibu Pj. tidak lagi mengundang saya ke rumahnya.


Kesadaran akan kelemahan diri, kadang-kadang bisa menyelamatkan.


Wasalam:
- agt. agung pr. -

Minggu, September 07, 2008

Konsep + praksis = "Om, sing ditaksir sinten ?!"

5576492-md Syalom. Sugeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.

Sebagaimana telah saya sampaikan pada sharing-sharing saya terdahulu, tiap kali habis misa atau kegiatan kegerejaan, kerap saya mampir warung kopi, entah besar-entah kecil. Untuk srawung berbagai orang. Maksudnya, juga nyerap aspirasi persoalan masyarakat umum.

Di Sampang, perbatasan Kab. Cilacap & Kab. Banyumas, ada sebuah warung, kepunyaan Pak Kyai. Makanan-makanan di situ cukup enak, karena bakarnya pakai kayu, tidak LPG, tidak minyak tanah.

Pada kedatangan pertama kali, tak ada dialog yang berarti. Saya minum es-teh, pisang goreng 2 stel. Sambil lihat-lihat suasana dan macam orang, masyarakat di sekitarnya. Pendek kata, saya banyak diam. Penjualnya juga menegur, menyapa seperlunya.

Pada kedatangan kedua, sang penjual, yang ternyata adalah istrinya Pak Kyai, mulai menyapa saya, "Om, sampeyan dari mana ?" Mungkin, karena penampilan saya mirip sales, dan di warung ketika itu banyak pembeli yang penampilannya memang salesman, dia juga tanya pada saya, "Klilingan !,  jualan apa om..?" Nampaknya kalimat itu kerap dia tujukan pada  para pembeli di warungnya. Maklum warung para salesman & salesmawati.  Warung itu  cukup ramai. Berbagai pembeli pada berdatangan, terutama saat-saat seputar jam makan. Ada petani, ada sopir box, ada sopir truk, PNSipil, PNSwasta, aparat, maklar montor, blantik sapi, bakul jamu, grosir kangkung, broker TKI. Guru olah raga, dsb-dsb. Ada pula orang kebanyakan,  yang tak tahu apa profesinya. Tetapi mayoriatas memang para sales.

Pada kedatangan ketiga di warung itu, Ibu Kyai sudah mulai keliatan luwes. Nampaknya, aura sosialitasnya terhadap saya mulai terbuka. Ada cerita sana-sini tentang perkembangan warung itu, shg sekarang bisa tetap survive, tidak bangkrut seperti warung lainnya. Siang itu jarum jam menunjuk angka sekitar 12.00 lebih sedikit. Betul,  pembeli semakin banyak berdatangan. Rata-rata mereka makan seperlunya. Selesai lalu bayar, terus pergi. Satu-dua orang agak lama duduk bicara ini-itu. Dari soal kenaikan harga-harga sampai hal Ipoleksosbudhankam. Siang itu agak lama saya duduk di warung, krn memang motifnya mau dengar dan serap persoalan dan aspirasi masyarakat banyak.

Pada akhirnya, tinggal saya sendiri. Pembeli lain sudah habis. Sayapun  lalu mau bayar minuman dan peyek udang yg sudah saya makan. Sembari mau pamit meneruskan pejalanan. Pas ketika selesai bayar, Bu Kyai itu tanya saya, "Om sampeyan sakniki kerep mriki, sing ditaksir niku sinten....?!" Saya punya kenalan janda lho...! Sugih maning..!". "Gandrik, mendelik, tak berkutik. Pet-prepet...... pikiran saya. Nyuwun sewu Pengeran.....!" Sebuah kalimat terdengar,  yang tak pernah terbayangkan oleh saya.

Saya berkunjung di warung itu, yang ada di kepala itu, konsep mulia: Bgmna menegakkan Kerajaan Allah, Konsep pastoral pedesaan: bagaimana berelasi dengan orang-orang desa sehingga kesaksian injil bisa sampai orang-orang desa. Konsep Dialog Agama> dialog bisa dilakukan lewat dialog formal maupun tidak formal, dalam kehidupan sehari-hari, Lha kok feed-back sosiologisnya, mung mak plenik: "Om, sampeyan mriki sing ditaksir niku sinten...!?"

Menyusun konsep teologi, eklesiologi mungkin tidak terlalu sulit. Menjadi konseptor, barangkali juga tidak terlalu banyak pusing. Namun praksis, kadang-kadang bicara lain: "Om sing ditaksir sintennnn....?! Mak plenik.

Wasalam:
- agt. agung pr. -

Sabtu, September 06, 2008

Klepon

Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.

4987850-md Masih di sekitar Ajibarang. Di suatu sore, saya  pulang dari sebuah perjalanan. Karena penat, ambil istirahat di pertigaan lampumerah alun-alun Ajibarang. Duduk di tikungan kiri arah selatan. Lihat banyak orang pada berseliweran dan naik turun bis. Untuk ngusir laper, pesan saya sepiring nasi goreng.

Ketika duduk nunggu nasi, datanglah seorang perempuan, penjual jajan pasar. Ditangannya tercangking beberapa tumpuk tenong, berisi aneka makanan. Dibukanya tenong-tenong itu. Lalu dia menawarkan, "Jajan pasar, jajan pasar mas.! Jajan pasar. Murah meriah. Enak dilihat. Enak dirasa."

Tenong-tenong itu digelar di hadapan saya. Salah satu jenis makanan itu adalah klepon, warna hijau, diwadahi sudi kecil-kecil. Salah satu sudi berisi klepon saya ambil. Saya amat-amati di tangan. Lalu saya tanya pada wanita penjual itu: "Niki kelon nggih Mbak ?!" Penjual itu nanggapi, "Napa mas ?". Saya ulang pertanyaan saya, "Niki kelon nggih mbak ?!". Penjual itu jawab: "Sanes mas, niki jenenge klepon !". "O....! Sak ngertos kula maeman ngeten niki jenenge kelon-e....?"  Jebul klepon ta !". "Wah Mas-e niku ada-ada saja..! Klepon kok diujarne kelon !", sahutnya.

Lalu meluncurlah tanya saya pada penjual yang agak atraktif itu, "Lha bedane antara klepon kaleh kelon napa....?". Dia coba jelaskan, "Nek klepon niku makanan, jajan pasar. Lha nek kelon niku ........?" Tiba-tiba dia mandheg bicaranya sambil nutup bibirnya dng tangan. Ujarnya, "Wah mase ki saru....!". "Lho saru priben ta....? Wong niki murni ati nurani !"  sahut saya. Penjual makanan itu lalu beri penjelasan, "Nek klepon niku panganan. Wujude kados niki. Enak !." Lalu saya tanya, "Sampeyan nggih taksih sok mangan maeman niku ?" “Inggih. Taksih raos enak, wong bendina ngedhep ?" "Inggih..", jawabnya.

Lalu saya tanya lagi, "Lha nek kelon ?! Jarene nggih enak, jenengan taksih sok nglakoni boten...." Dia ragu-ragu mau jawab. Lalu dari mulutnya keluar kata, "Lha enggih. Ning nggih ampun dikandak-kandakne ta...! Isin....." Lalu saya komentar, "Jenengan isin ning nglakoni...tur bola-bali?" “Lha enggih wong jenenge wajib kok...! Ning nggih pripun nggih, wajib ning penak sih..., Dadi numani...." Tanggapan dia sambil senyum simpul. "Woow, ya padha baen...!.", komentar saya.

Ada kelakuan, yang kerap dipandang tabu, saru, lalu dilarang, bahkan dinilai dosa. Tetapi toh dilakukan terus-menerus: KKN, selingkuh, korupsi, pemalsuan, dsb. Masih setiap kali terdengar. Mari kita berhatinurani.


Wasalam:
- agt.agung pr.-

Kamis, September 04, 2008

Tukurai atau "tuku rai" ?

4885034-lg Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.

Ibu Par, seorang pedagang nasi sayur di sebelah pasar hewan Ajibarang, berpenampilan biasa saja. Suatu siang, penampilannya agak istimewa. Baju bagus. Tas pesta. Jilbab baru. Disertai dandanan perempuan kebanyakan yang biasanya pergi pesta. Karena beda dengan hari biasanya, saya berkomentar bernada tanya: "Kok tumben cantik sekali....! Sekang pundi kiye...? Pesta ya..!" Bayangan saya, jawabannya, "Ya. Sekang pesta.!" --entah pesta ultah, entah sunatan, entah kawinan(red:)-- disertai wajah ceria berseri-seri bernuansakan kegembiraan pesta.. Itu tadi bayangan saya.

Tapi bayangan saya meleset. Mendengar komentar saya, mukanya jadi meradang, njaprut. Jawaban Bu Par: "Sekang tuku rai.....!" Ekspresi yang menyertai adalah ekspresi orang yang kesal, wegah, bosen, sengit.

Karena persepsi saya meleset, lalu saya tanya lagi: "Lho kok tuku rai. Raine ta cantik. Sing cantik ta rai-raine dhewek. Kok dikandhakna raine lhe tuku. Kuwi kepriwe larah-larahe....?"

Usut-punya-usut, Bu Par baru saja kondangan, dari njagong hajatan. Dia harus bawa beras 2 kg. Gula-teh. Dan uang sumbangan Rp 50.000,-  Seorang kenalan baiknya baru saja menyupitkan anaknya. Pesta supitan dirayakan dengan nanggap organ tunggal.

Hajatan adalah pesta. Mestinya yang diundang datang juga dengan suasana hati pesta, gembira, kesukaan, consolasi, damai sejahtera. Namun realitas bicara lain. Bu Par diundang pesta. Datang. Tapi hatinya njaprut. Senyumnya, senyum formil. Disposisi batinnya, garing. Dia bilang, tuku rai. Artinya, kemudu-kudu datang atas suatu undangan. Karena kalau tidak datang malu, isin, tak punya muka. Muka harus diletakkan di mana. Maka cost: 2 kg beras, gula-teh, Rp 50 ribu, adalah beaya untuk tuku rai.

Tahun ini kita sedang bergelut dng soal formalisme agama. Di masyarakat ada banyak formalisme lain. A.l: formalisme pesta, formalisme senyum, formalisme jabat tangan, formalisme keg sosial dan formalitas-formalitas yang lain. Akibatnya, Bu Par, ya itu tadi: "Tuku rai..." Mari kita bergelut.

Wasalam:
- agt agung pr --

Rabu, September 03, 2008

Kepalsuan, kerugian, kekacauan, kebangkrutan

hand Syalom. Wilujeng enjing. Rahayu-rahayu-rahayu.

Masih ada kaitannya dengan Kel Mrtns, pengelola kios koran depan RS Elisabet Purwokerto. Kecuali jualan koran, kios Mrtns juga jualan kelontong yang lain. A.l.: permen dan rokok. Suatu pagi, ada seorang pemuda perlente, naik sepeda motor beli rokok satu bungkus. Dibayarnya dengan uang lembaran 50 ribu rupiah. Karena masih pagi, uang yang didapat kios Pak Mrtns belumlah seberapa. Namun uang kemarin, ditambah recehan ribuan dan dhuwit kricik hasil pagi itu, setelah dihitung njlimet, cukup untuk beri susuk lembaran 50an tadi. Waktu itu Bu Mrtns yang melayani pembelian rokok. Transaksi rokok selesai. Uang 50 ribu dipegang. Si pemuda perlente pergi.

Senang hati pegang uang 50 ribu di pagi hari. Di dekat situ ada seorang tukang becak. Dia iseng ngingatkan: "Mbok dideleng maning sing tliti ! Sapa ngerti dhuwit kuwi palsu...!?". Bu Mrtns jawab: "Ah mosok palsu ! Dhuwit apike kayak kiyek kok palsu ....?!" "Lha ora percaya temenan ?!. Coba kae takokna maring bapake kae sing lagi maca koran.!' Ada juga di dekat situ, seorang bapak yang kelihatan banyak pengalaman, sedang baca koran. Dia coba bantu memeriksa lembaran uang itu dengan sistim 3D: dilihat, diraba, diterawang. Lalu bapak itu berkomentar, "Betul Bu, kiye dhuwit palsuuuuu...! Kiye, ora ana benange barang kiye. Sing asli kuwi kaya kiye lho..." Bapak itu membandingkannya dengan lembaran uang 50 ribu asli, yang dia ambil dari dompetnya sendiri.

Tak serontak, Bu mrtns ndhodhok, nangis nggero-nggero, sak pole.......
Uang jerih payah mereka hari kemarin lenyap dalam sekejab. Bablas dhuwite. ! Ora ketemu maning. Padahal dhuwit itu mau dipakai untuk bayar setoran koran hari itu.

Kepalsuan adalah dosa. Menurut St. Ignasius, dalam artikel 37 Latihan rohani, dosa berkategori berat, jika ber-indikasi:
1. Karena lebih lama waktunya.
2. Karena lebih hebat hasratnya.
3. Karena lebih besar kerugian bagi kedua pihak.

Keluarga Mrtns jadi kacau hidupnya karena kepalsuan. Karena uang palsu. Kepalsuan, oh kepalsuan. Merepotkan, mengacaukan, memangkelkan, merugikan. Dan me..., me...., me.... yang lain.

Wasalam:
- agt agung pr. -

Selasa, September 02, 2008

GAWATNYA PENGARUH TETANGGA

4813786-lg Syalom. Wilujeng enjing. Rahayu-rahayu-rahayu.

Rekan-rekan sekalian, terutama Rm Maryoto, nun jauh di Beijing sana. Terimakasih atas responnya. Juga atas cerita ttg olimpiade serta warna mas-media China terkini. Positif Thinking menjadi semangat dari para negarawan dan para pelaku media. Nampaknya itu yang masih berbeda dng negara kita Indonesia. Negara kita -terutama legislatif yg sedang jadi sorotan- bukannya positif thinking yang jadi spirit, melainkan Criminal thinking yang tengah terhayati. Itu kelihatan dari kian banyak skandal suap yang terkuak.

Tak tahu tulisan saya kali ini berwarna apa. Apa positif thinking, ataukah jorok thinking. Yang jelas, kios koran di depan RS Elizabet Purwokerto, sebelum dimiliki Pak Eka, dikelola oleh seseorang bernama Mrtns. Dia punya seorang istri dengan beberapa anak. Hampir sepanjang hari ia dan istrinya menunggui, mengelola kios itu. Sekali dua kali kelihatan salah-seorang anaknya, yang masih balita ada di sekitar kios. Bermain-main.

Pada suatu sore, saya mampir. Beli koran, lalu omong-omong,  jagongan dengan Pak Mrtns.  Banyak cerita dia ttg perkoranan. Dibuatkan pula saya minuman, secangkir coffe mix. Anaknya yang masih balita juga ada di situ. Lincah sekali. Bermain-main dengan mobil-mobilan kesayangannya, sambil bicara-bicara, berceloteh dengan mamaknya. 

Jagongannya  darurat. Duduk di kursi kecil, spt yang dipakai sekolah anak TK. Ruang tamunya, ya di kaki lima. Persis di depan kios, berlampukan petromaks, dng atap tutup kios. Ketika kami sedang asyik omong-omong. Anak itu mendekat pada bapaknya. Ngomong sesuatu.  Kemudian, Pak Mrtns menceritakan ttg anaknya itu. Anak nomor berapa, kesukaannya apa, kawan-kawannya siapa saja,dsb.. Anak itu juga terlibat pembicaraan. Tiba-tiba kemudian, anak balita itu mendekati saya. Lalu kaki kecilnya menendang-nendang pantat --tepatnya bokong-- saya, sambil berujar: "Silit kiye ! Kiye silit !. Silit kiye..! Kiye silit...!" Berulang-ulang dia mengucapkan kalimat itu.

Mamaknya, Bu Mrtns yang tak jauh dari tempat jagongan, mendengar ucapan anak balitanya. Lalu dia berteriak-teriak: "E.....ndak boleh omong gitu ya....! E... ndak boleh omong gitu ya....! Kotor. Saru. Sama orang tua kok ndak sopan !", dst-dst. Ditariknya anak balita itu sambil dia berkata pada saya, "Maap lho prater. Maap lo prater....! Maap lho anak saya nakal !. Wah ini anak memang...." Berulang-ulang dia minta maaf pada saya. Yang telah ditendangi oleh anak balitanya.

Sesudah itu, ibunya cerita mengapa anak balitanya sampai bisa berkata-kata jorok demikian. Nampaknya, itu meniru tetangganya. Sambil kelihatan rasa prihatinnya, dia mengungkapkan, bahwa karena hampir sepanjang hari menunggui kios koran, anak itu kerap mereka tinggal. Dititipkan ke tetangga. Sehari-harinya, ya bermain dengan anak-anak tetangga. Akibat buruknya, ya itu tadi, internalisasi faham jorok. Antara lain kata jorok: silit. Kata yang bagi kita bersifat tabu, bagi balita tsb menjadi bahasa harian dan bahasa sapaan. Itu baru salah satu kata. Belum kata-kata lain dan hal-hal yang lain.

Bagi seorang anak, terutama remaja, lingkungan, kawan, sosialitas, bisa lebih berpengaruh pada dirinya, daripada orang-tuanya. Daripada keluarganya. Daripada gerejanya.

Marilah kita memperhatikan lebih serius lingkungan dan sosialitas anak-anak kita.

Wasalam:

-- agt. agung pypm --

NB: (red: silit = anus )

Senin, September 01, 2008

Beriman dengan pistol & Hukum karma

Lilin Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.

Jipang adalah salah satu stasi dari Paroki Katedral. Posisinya masuk ke arah perbukitan, mendekati Kota kecamatan Salem. Di sana saya bertemu dengan seorang kepala sekolah, asli Jipang, keturunan Sunda. Sudah cukup lama iman katolik dianutnya.

Sekitar tahun '87 - '88, di daerah itu tersebar selebaran tentang kekristenan. Bp 'Kep - sek' dituduh sebagai penyebarnya. Kepala desa membuat rekomendasi sedemikian rupa, dilengkapi dengan sejumlah tanda tangan palsu kepada aparat yang berwenang. Akibatnya, dia dipanggil di kantor aparat di Kota Brbs. Jam 06.00 pagi, harus sudah sampai di sana. Di kantor tsb, tak tahu harus menghadap siapa. Lalu dia dipingpong kesana-kemari. Berlangsung sampai pukul 16.00 sore. Letih, lelah, lapar, sengsara dia rasakan.

Salah satu interogasi, dia ditunjukkan sebuah selebaran dan dituduh sbg pembuat. Di pojok kanan selebaran itu tertulis --dng tulisan tangan-- nama dia. Karena merasa tidak membuat,  dan melihat saja ya baru saat itu, dia tetap tidak mau mengakui. Dia diancam mau dipukul. Tetap nekat tak mau ngaku. Akhirnya, kepalanya ditodong dengan pistol.

Di bawah todongan senjata, kurang lebih dia berkata begini: "Silahkan jika mau dipukul. Silahkan pula kalau mau ditembak....! Saya tidak keberatan. Saya mengatakan kebenaran yang sesungguhnya. Saya tidak takut."

Dua bulan kemudian, Di sebuah persimpangan jalan raya dengan rel kereta api, si interogator kecelakaan ketika naik sepeda motor. Kepalanya bocor. Tak lama kemudian mati.

Si kepala desa, yang bikin rekomendasi dengan tanda tangan palsu, tak lama kemudian juga sakit. Kulitnya melembung-melembung. Sebentar kemudian mati juga.

Ketika omong-omong dengan saya, dia menyebut-nyebut ttg hukum karma. Pak Kades & Pak Interogator terkena hukum karma katanya. Kebetulan bacaan Kitab saci hari itu: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya" (Mat 16:24-25).

Iman tahan uji, pistol dan Hukum Karma. Terimakasih Pak Kep-Sek, imanmu telah menguatkan iman kami.

Wasalam:
- agt agung pypm -