Jumat, September 12, 2008

Jorok ning ramah. Ramah ning jorok.

4792971-md Syalom. Wilujeng sonten. Rahayu-rahayu-rahayu.

Masih di seputar Kampung laut. Pada suatu pagi, saya naik perahu. Dari sebuah lingkungan(sub-stasi) ke lingkungan lain. Berangkat dari sebuah dermaga, menyusuri tepian daratan. Di tepian itu berderet jejeran perahu-perahu. Tiba-tiba ada seruan panggilan, "Romo, romo badhe ke mana ?" Saya thingak-thinguk mencari asal suara tsb.. Panggilan itu kemudian berulang lagi. "Romo...! Mau ke manaaaa.....?" Ternyata yang memanggil seseorang yang sedang jongkok di bibir perahu. Bisa tebak sedang apa ? Betul sedang ngising. "Weladalah.... batin saya.. Sedang gituan, sempat-sempate  aruh-aruh. Ramah tenan orang ini. " Ternyata dia warga umat. Tangan kanannya awe-awe. Tangan kirinya memegang si 'burung' agar tidak pornografi.

Di Kampung Laut, orang punya WC bisa dihitung dengan jari. Kebanyakan BAB-nya ya di pantai, bibir daratan. Atau seperti tadi, jongkok di perahu.

Sapaan seorang umat itu, saya tanggapi, "Mau ke Ujungalang......!" Meski tanggapan saya ya rada ewuh, "Wah gimana iki, komunikasi sama orang sedang ngising. Ditanggapi ora ya...!?" batin saya.

Perahupun terus jalan perlahan. Sapa-menyapa selesai. Sesudah agak jauh dari orang itu, saya berpikir, "Apa baiknya ada rambu-rambu peringatan atau larangan seperti di darat itu ya...?. Ning terus bunyinya gimana. Sempat terbayang frase-frase: "Orang ngising dilarang bengok-bengok....!" Atau, "Sesama orang ngising, dilarang saling mendahului...!" Atau, ..... terbayang pisang-pisang yang ceblang-ceblung di samping perahu ke air.

Ora tak teruske...... ndak pornografi. RUU-nya hampir di-kethok jadi UU.

Wasalam:
- agt agung pypm -

Tidak ada komentar: