Di terminal bus lama Majenang, dulu ada seorang bapak tua, berprofesi sebagai calo. Tukang teriak, menunjukkan tujuan bis pada para calon penumpang. Banjar... Banjar....., Tasik.... Tasik....., Bandung.... Bandung.....! Sudah penuh ! Siap berangkat.
Ayo siap berangkat. Cepat-cepat ! Ora ketang lhe berangkat masih suwi.
Kalau ada waktu luang, saya anjangsana ke sana. Lama-lama kenal dengan si bapak tua itu. Juga beberapa pedagang asongan yang ada di sana.
Suatu saat ada seorang muda, hilir mudik di sekitar kawasan terminal lama itu. Dia ternyata seorang penambal ban. Sebuah hari, tingkah laku anak muda itu tidak biasa. Alias tidak normal. Si bapak tua, juru teriak, kenalan saya memberi tahu, setengah ngandhani: "Mas hati-hati lho, sama orang itu ! Dia itu erosional..! ". Karena kalimatnya meragukan, saya coba cari penegasan, "Apa pak ? Dos pundi lare niku ?". "Ngatos-atos, lare niku erosional !", jawabnya.
Ternyata anak itu baru saja mabuk, minum, mendem-mendeman. Jenggot alias AO dicampur ciu-cikakak, dicampur kratingdeng, dicampur Coca-cola, plus topi-miring. Pas. Habis minum itu, biasanya mudah marah, gampang nesu, terus ngamuk: erosional.
Maksudnya, emosional ( tamb.red. ).
Orang kecil-pun ingin berbahasa modern. Ingin tidak ketinggalan jaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar