Selasa, September 02, 2008

GAWATNYA PENGARUH TETANGGA

4813786-lg Syalom. Wilujeng enjing. Rahayu-rahayu-rahayu.

Rekan-rekan sekalian, terutama Rm Maryoto, nun jauh di Beijing sana. Terimakasih atas responnya. Juga atas cerita ttg olimpiade serta warna mas-media China terkini. Positif Thinking menjadi semangat dari para negarawan dan para pelaku media. Nampaknya itu yang masih berbeda dng negara kita Indonesia. Negara kita -terutama legislatif yg sedang jadi sorotan- bukannya positif thinking yang jadi spirit, melainkan Criminal thinking yang tengah terhayati. Itu kelihatan dari kian banyak skandal suap yang terkuak.

Tak tahu tulisan saya kali ini berwarna apa. Apa positif thinking, ataukah jorok thinking. Yang jelas, kios koran di depan RS Elizabet Purwokerto, sebelum dimiliki Pak Eka, dikelola oleh seseorang bernama Mrtns. Dia punya seorang istri dengan beberapa anak. Hampir sepanjang hari ia dan istrinya menunggui, mengelola kios itu. Sekali dua kali kelihatan salah-seorang anaknya, yang masih balita ada di sekitar kios. Bermain-main.

Pada suatu sore, saya mampir. Beli koran, lalu omong-omong,  jagongan dengan Pak Mrtns.  Banyak cerita dia ttg perkoranan. Dibuatkan pula saya minuman, secangkir coffe mix. Anaknya yang masih balita juga ada di situ. Lincah sekali. Bermain-main dengan mobil-mobilan kesayangannya, sambil bicara-bicara, berceloteh dengan mamaknya. 

Jagongannya  darurat. Duduk di kursi kecil, spt yang dipakai sekolah anak TK. Ruang tamunya, ya di kaki lima. Persis di depan kios, berlampukan petromaks, dng atap tutup kios. Ketika kami sedang asyik omong-omong. Anak itu mendekat pada bapaknya. Ngomong sesuatu.  Kemudian, Pak Mrtns menceritakan ttg anaknya itu. Anak nomor berapa, kesukaannya apa, kawan-kawannya siapa saja,dsb.. Anak itu juga terlibat pembicaraan. Tiba-tiba kemudian, anak balita itu mendekati saya. Lalu kaki kecilnya menendang-nendang pantat --tepatnya bokong-- saya, sambil berujar: "Silit kiye ! Kiye silit !. Silit kiye..! Kiye silit...!" Berulang-ulang dia mengucapkan kalimat itu.

Mamaknya, Bu Mrtns yang tak jauh dari tempat jagongan, mendengar ucapan anak balitanya. Lalu dia berteriak-teriak: "E.....ndak boleh omong gitu ya....! E... ndak boleh omong gitu ya....! Kotor. Saru. Sama orang tua kok ndak sopan !", dst-dst. Ditariknya anak balita itu sambil dia berkata pada saya, "Maap lho prater. Maap lo prater....! Maap lho anak saya nakal !. Wah ini anak memang...." Berulang-ulang dia minta maaf pada saya. Yang telah ditendangi oleh anak balitanya.

Sesudah itu, ibunya cerita mengapa anak balitanya sampai bisa berkata-kata jorok demikian. Nampaknya, itu meniru tetangganya. Sambil kelihatan rasa prihatinnya, dia mengungkapkan, bahwa karena hampir sepanjang hari menunggui kios koran, anak itu kerap mereka tinggal. Dititipkan ke tetangga. Sehari-harinya, ya bermain dengan anak-anak tetangga. Akibat buruknya, ya itu tadi, internalisasi faham jorok. Antara lain kata jorok: silit. Kata yang bagi kita bersifat tabu, bagi balita tsb menjadi bahasa harian dan bahasa sapaan. Itu baru salah satu kata. Belum kata-kata lain dan hal-hal yang lain.

Bagi seorang anak, terutama remaja, lingkungan, kawan, sosialitas, bisa lebih berpengaruh pada dirinya, daripada orang-tuanya. Daripada keluarganya. Daripada gerejanya.

Marilah kita memperhatikan lebih serius lingkungan dan sosialitas anak-anak kita.

Wasalam:

-- agt. agung pypm --

NB: (red: silit = anus )

Tidak ada komentar: