Minggu, November 30, 2008

Taman Tani Sala-3

Senin pagi 24 Nov '08, Trail-mot-nas, R 5982 RH, meluncur dari Purwokerto menuju Kota Salatiga. Tujuan-nya untuk ikut kursus 'Organik', paket 6 hari. Diperlihatkan di sana, tentang makanan, tanaman, pupuk, pestisida, ternak, jamur yang ramah lingkungan.

Sabtu siang, selesai. Trail-mot-nas-pun kembali meluncur ke Purwokerto, dengan mampir Banjarnegara Gilar-gilar, untuk misa model 'Jawanan'. Minggu sore terus ke Stasi Ajibarang. Doa bersama, ekaristi bersama, makan bersama. Cerita punya cerita, umat-pun bertanya, apa oleh-oleh-nya dari KPTT Salatiga. Oleh-oleh-nya adalah 'J e b u l':

Jebul:
  1. Nasi & makanan berbahan organik, lebih enak rasanya. Dan nyaman di perut.

  2. Pilih sayur kobis di pasar. Kobis yang sehat adalah yang justru bolong-bolong, dimakan ulat. Itu pertanda, kobis bebas pestisida.

  3. Pilih tahu sehat. Tahu yang sehat, berciri mudah pecah, kinyil-kinyil. Putih warnanya. Tak berwarna kuning. Jika kenyal, elastis seperti karet, dan menarik dipandangnya, pertanda tahu tsb diolesi borag, atau formalin. Biar awet, tak cepat busuk.

  4. Gesek, atau gereh, ikan asin. Gereh yang sehat justru yang berciri rapuh, mudah pecah. Itu tanda bahwa tak pakai formalin. Jika gereh, utuh, liat seperti karet, itu pertanda dicampuri pengawet.

  5. Lethong. Lethong adalah kotoran hewan. Lethong sapi, babi, kambing, kelinci bisa dibuat pupuk organik. Demikian juga 'oeyoeh'-nya. Ada pupuk padat. Ada pupuk cair. Tak hanya itu, kotoran hewan bisa dibuat biogas. Semacam LPG. Gas-bio bisa dipakai untuk ngliwet, adang, nyayur, nggoreng dsb. Dengan biogas, pemakaian LPG, bisa ngirit 70 %.

  6. Ada orang ternak sapi perah skala besar. Ternyata, eh ternyata, yang paling menguntungkan justru dari lethong-nya. Dibuat pupuk organik, pupuk kandang. Pesanannya, dari mana-mana. Omzet-nya sudah milyar-an.

  7. Dsb-dsb,......ka-atur-an two - mouth kursus organik D-W-D-W........

Selamat meng-usahakan hidup sehat. Terimakasih KPTT & instansi terkait.

Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.

Wasalam:
-agung pypm-
www.lelakuku.blogspot.com

NB:
Jebul = Ternyata
KPTT = Kursus Pertanian Taman Tani
Organik = pertanian, bercocok tanam organik
Trail-mot-nas = Motor Trail Dinas

www.kptt.or.id
www.kptt.edu.eu.org
www.lembahhijau.com

Jumat, November 28, 2008

Cilacap-ku sayang, cilacap-ku malang = banjir

Minggu 16 Juli 2006, saya seharian melakukan pelayanan ke Stasi Karang-anyar dan Bugel. Dua buah stasi berposisi antara Pulau Jawa dan Pulau Nusakambangan. Sebagaimana biasa, sebelum dan sesudah Ekaristi, saya gunakan untuk mendengarkan berbagai persoalan umat. Dari soal ekonomi, politik pedesaan, sampai soal lingkungan hidup-- nota bene soal Segara Anakan yang kian menyempit, mau habis jadi daratan.

Segara anakan mengalami pendangkalan terus, tak lama akan jadi daratan. Belum lama di segara itu, selama 3 jam saya pernah terkatung-katung karena perahu kandas, saking cetheknya laut. Saat itu sedang terjadi polemik, tentang rencana penyodetan Sungai Citandui. Pro dan kontra. Umat katolik-pun jadi ikut terpecah.
Masalahnya
, sekitar 12 sungai, besar kecil antara wangon - Sidareja-Kalipucang, semua menyatu masuk sungai Citandui. Akibatnya, muara sungai Citandui, Plawangan terus mendangkal dan menyempit. Dan karena penyempitan muara sungai itu, Kabupaten Cilacap bagian barat selalu terendam banjir jika terjadi hujan. Sekalipun hujan itu tak lama, atau kecil saja. Karena air dari dari 12 sungai itu tak bisa segera terbuang ke laut.

Ketika Pemerintah pusat ber-rencana melakukan penyodetan guna, pertama, menyelamatkan Segara Anakan. Kedua, agar Kabupaten Cilacap bagian barat tak selalu terendam banjir. Warga sekitar pangandaran menentangnya. Alasannya, sektor wisata Pangandaran & perikanan terancam. Tokoh kontra adalah pengusaha ikan Pangandaran, asli Temanggung. Karena modal-kuatnya, masyarakat pangandaran dan sebagian Kampung laut diajak menentangnya. Tak pelak, umat saya banyak juga yang ber-pro ke sana. Bahkan pada suatu Ekaristi, banyak yang tak datang, karena pada diajak demonstrasi ke DPR Jkt. Sebagian di-naik-kan bis. Sebagian --yang tokoh-tokoh-- dinaikkan pesawat. Pulang mereka masih di-sangoni Rp 50 ribu.

Selesai misa di Bugel, sambil pulang naik Trail, saya tercenung: 'Ketika banjir melanda Kab. Cilacap bag. barat, banyak pihak pada menolong, termasuk Gereja Katolik. Tetapi selama air di muara Citandui itu njendel, karena pengendapan lumpur, dan tak ada jalan air untuk lancar ke laut lepas, di kawasan Plawangan, selama itu pula genangan banjir akan terus terjadi. Satu-satunya solusi adalah pembuatan kanal baru, alias penyodetan. Proses AMDAL sebenarnya sudah dilakukan oleh UGM dan salah satu Universitas terkenal Bandung. Minus-malum pemecahan yang terbaik adalah penyodetan. Namun apa daya, kalah dengan masyarakat yang terprovokasi. Akhirnya, umat saya sebenarnya, lalu malah bunuh diri sendiri. Dus akar masalah sebenarnya lalu tak terpecahkan.

Sambil ber-trail pelan, hati saya mangkel. Mangkel sama keadaan. Dan juga menggugat, 'Kalau begini apa artinya, Gereja katolik juga bersusah-payah ikut membantu korban banjir'. Dan ketika hati ber-rasa tak enak, saya bicara dengan diri saya sendiri berwarna umpatan,'Biar kalau tak untung, Pangandaran itu bisa kena Tsunami seperti Aceh.....'

Sore, saya beli pecel lele lamongan, terus tidur karena capek. Hari-nya adalah Minggu 16 Juli 2006. Esok paginya, senin 17 Juli, saya ber-aktivitas spt biasa di pastoran Cilacap, buat catatan mingguan. Tak ter-nyana, sekitar pukul 15.25 terdengar berita dari TV NHK Jepang, bahwa pukul 15.19 baru saja terjadi gelombang Tsunami di Pantai Pangandaran. Ratusan orang dikabarkan hilang. Situasi tak keruan.

Mendengar berita itu, hati saya menjerit, 'Tuuuuuhaaaaaaannnnn.... apa artinya ini...?!' Lama saya terdiam. Cukup lama. Melayang ingatan ke umpatan kemaren sore: "Biar kalau tak untung, Pangandaran itu bisa kena Tsunami seperti Aceh....'. Ternyata umpatan saya sungguh jadi kenyataan. Tentu bukan karena umpatan itu, musibah terjadi.

Beberapa hari sesudah peristiwa itu, saya pergi rebon. A.l mampir ke Pastoran Pemalang. Makan bersama Rm Vincent Suranto dan Rm Hadisiswoyo MSC. Saya ceritakan pengalaman tgl 16 Juli --gundahan, tepatnya, umpatan saya--, dan kejadian tgl 17 Juli--kejadian tsunami Pangandaran. Mendengar kalimat-kalimat saya Rm Hadi menghardik, 'Hati-hati kalau bicara itu.......'.

Atas teguran Rm Hadi, saya tersadar bahwa bagaimanapun peristiwa Tsunami itu musibah. Dan musibah adalah bencana. Bencana itu memakan korban nyawa. Tak satu dua, malah ratusan..... Belum lagi yang kacau karena kehilangan ini-itu. Saudara, rumah, ladang, makan, pakaian, dsb-dsb. Memang bagiamanapun manusia musti berbela-rasa. Compasion. Ikut, terlibat sehati, seperasaan dengan saudara yang menderita. Di sini terletak kata S o l i d a r i t a s.

Terimakasih Rm Hadisiswoyo MSC, atas teguran-mu.....
Terimakasih kepada siapa saja yang sudah ber-solidaritas, menolong korban banjir.

Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu.


Wasalam:
-agt agung pypm-
www.lelakuku.blogspot.com
www.biblestudiescommunity.com

Minggu, November 23, 2008

Non-Ton Wha-Yang

Dalam sebuah upacara 'ruwatan' di Dieng, seorang umat Wonosobo pernah bilang, 'Kita ini cotho. Angon bebek ilang loro....'
'Maksudnya,.....?!'
Artinya, dengan kedatangan sebuah agama mayoritas, warga sekitar Wonosobo kehilangan dua agama sekaligus, yakni Hindu dan Budha.
'Kami bisa apa ? Ya ini, yang masih kita bisa buat. Ruwatan dan nguri-uri kabudayan'.

Berkaitan dengan budaya adi-luhung, Sabtu kemaren, Colt T-120 Mitsubhisi, eng-ing-eng raja jalanan, melintas di depan RRI. Ada kerumunan orang & dentang alunan gamelan. Ternyata RRI nanggap dhalang & wayang. Demikian, karena geber & gamelan. RRI sudah punya sendiri. Diadakan & disiarkan pagelaran wayang kulit semalam suntuk. Lakon-nya. 'Bimo-Gugur'. Dhalang-nya Edy S. Dari Klampok Banjarnegara. Colt Mitsubhisi-pun berhenti. Parkir, lalu beli kacang & mie-ayam. Sesudah itu, lingguh methekes, dekat tukang gong. Menikmati pagelaran wayang kulit.

Suasana kesenian menyenangkan, dan berasa indah. Suara gamelan merdu. Dialog dhalang lancar. Malah bisa nirukan suara perempuan hampir persis. Omong sendiri, tapi bisa bikin suasana gher-gheran. Tak mengecawakan. Terasalah, bahwa wayang dan segala sarana penunjangnya, sungguh merupakan kebudayaan yang ber-adi dan bersifat 'luhung'. Maka betul kalau memang harus dilestarikan.

Sayang seribu sayang, di tengah keindahan suasana budaya itu, ada satu yang terasa tak enak di mata & di rasa.
1. Dhalange gagah, mantap blangkonan, tetapi gondrong.
2. Dalam salah satu narasi-nya dikatakan bahwa, asal muasal wayang bermula dari daerah Demak.
3. Di bagian cerita narasi lainnya, dikatakan bahwa konsep Ka-li-ma-sa-da, sebenarnya adalah Ka-li-mat-sya-ha-dat.

Ketiga hal itu, menguatkan pemahaman saya, ketika ketemu dengan orang Klathen, dia muring-muring, karena kebudayaan adi-luhungnya sudah diubrah-ubrah oleh si Mayoritas. Dan lalu paham pula kalau warga Wonosobo, lalu bilang, 'Sontoloyo, angon bebek ilang loro.'

Dalam ranah Eklesiologi, dikenal konsep inkulturasi. Konsep dekatnya, kata 'Inter-kulturasi'. Bukan agama yang memporak-porandakan, atau men-jajah budaya setempat. Melainkan agama yang berdialog dengan budaya setempat. Tidak saling meniadakan. Melainkan menjaga, memberi tempat, sekaligus mempurifikasikan arah budaya itu kepada Sang Khalik.

Agama memang penting untuk hadir. Namun agama tak seharusnya menggeser rasa budaya asli pemeluknya.


Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.

Wasalam:
-agt agung pypm-
www.lelakuku.blogspot.com
www.biblestudiescommunity.com

Sabtu, November 22, 2008

Dje-then Paru

Tuhan menciptakan manusia, demikian ragamnya. Pria - wanita. Laki - perempuan. Di antara wanitapun, macem-macem talenta yang diberikan oleh-Nya. Di-antara-nya ada yang dianugerahi wajah cantik, wajah ayu. Rupawan bak dewa-dewi. Membanggakan memang bagi yang dikaruniai wajah-plus demikian. Tapi apakah ke-istimewa-an-kemudahan, lalu selalu diperoleh oleh wanita cantik bin rupawan..! Belum tentu. Outer-beauty adalah salah satu segi tubuh fisik manusia. Memang patut di-syukuri karunia tsb. Tapi side-effec-nya:

1. Ada seorang 'Bulik' di Kota Tjkrng. Kebetulan Tuhan beri keistimewaan padanya. Punya 4 anak perempuan. Cantik-cantik. Yang tercantik, yang nomor dua. Membanggakan memang. Tapi apa yang terjadi. Ketika usia SMP, anak-anak laki-laki yang naksir banyak banget. Malah jadi repot si Ibu. Juga repot pula si gadis. Tiap kali ada yang naksir. Tiap kali ada yang nggoda. Tiap kali ada yang adakan PDKT. Lebih repot lagi, salah satu yang PDKT, anaknya pejabat 'pang-ko-dam'. Kalau ngapel, bawa sopir & mob-nas bapak-nya. Mau disuruh pulang, bagaimana. Mau diterima, isih 'jingin'. Belum punya tumpuan personal utk hidup mandiri. Karena 'bawa bendera' bapak-nya.

2. Pernah ada kawan. Berparas cantik. Sayang, berkarakter mudah jalan pintas, gampang cari mudah. Modal cantik, banyak yang naksir. Nikah di usia dini. Sayang, suami ternyata, ber-karakter Don-juan. Tak tanggung-jawab. Akhir cerita, cerai mereka. Nekat. Si kawan wanita berparas cantik terjun tak pandang bulu dan malu. Jadi Pe-es-ka. Tak hanya itu, seneng pula main kartu, alias judi kartu. Kerap uang habis karena kartu & keb. sehari-hari. Sekarang sudah tua. Jadi Pe-es-ka-pun sudah tak laku. Kini hidupnya me-me-las.

3. Ada seorang kawan, rajin ke gereja. Walaupun penuh orang, gedung gereja tetap ber-rasa kosong. Karena..... si cantik tak ada. Alias tak datang ke gereja. Sebaliknya, meski yang di gereja hanya beberapa gelintir orang, rasanya gedung-gereja serasa penuh orang, karena..... Karena si-Cantik ada di sana.

Cantik, bin rupawan, bin ke-molek-an. Adalah sebuah nilai-plus. Menarik bagi si pemilik. Maupun juga si peng-lihat. Tapi bisa runtuh bangunan hidup, jika tak waspada.

Mata & hati boleh riang, karena kecantik-an, tapi 'mangan padinan' juga musti diper-hitung-kan.

Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.

Wasalam:
-agt agung pypm-
www.lelakuku.blogspot.com
www.biblestudiescommunity.blogspot.com


NB:
Jethen paru = cewek ayu
Jingin = cilik

Jumat, November 21, 2008

Nilai Jual


D
alam perjalanan pulang, dari stasi ujung barat Paroki Katedral, seorang ibu nunut' Kijang dinas, hendak ke Purwokerto. Di jalan dia cerita, dan kebetulan melewati sebuah rumah makan ayam goreng, di kawasan Kelapa Gading. Rumah makan itu ternyata milik kawan sang Ibu yang nunut. Sayang rumah makan yang bagus dan asri itu, tutup. Lalu bercerita naratiflah si Ibu, tentang kawannya.

Semula, kawannya bekerja di Toko emas kakaknya. Lalu misah, usaha sendiri. Dibukanya usaha baru, Rumah makan Ayam goreng. Di tepi jalan sekitar Kelapa gading. Dia pilih bidang rumah makan, karena memang pintar masak. Dan kata Ibu si penunut kijang, masakannya memang sungguh enak. Sejak dibuka, rumah makan itu tak pernah ramai, alias sepi. Tak tahu, kenapa, katanya.

Sesudah beberapa lama perjalanan, berdasarkan intuitif, saya katakan pada Si Ibu penunut kijang. Potensi-potensi kawan-nya memang ada. Dan memadai untuk berwira-usaha. Tapi ada satu yang kurang, mengapa rumah makan itu sampai tak laku: Nilai jual-nya kurang.

Nilai jual !?. Yang mana itu ? Yang jelas, rumah makan yang terlewati tadi, posisi-nya mepet sekali dengan jalan. So kurang ada ruang untuk parkir. Padahal, jalan strategis kaya gitu, biasanya orang naik kendaraan roda empat, butuh parkir. Parkir saja yang aman, tak mengkawatirkan. Itu satu. Kedua, di sebelahnya, terdapat beberapa rumah makan pula. Menunya, sejenis pula. Ketiga, promosi. Papan namanya, ternyata kecil. Dengan tata warna yang kaku, so kurang menarik.

Karena kurang laku, rumah makan itu tutup. Modal bangun ruang, dan peralatan restoran, tak efektif berguna. Muspra. Akhirnya, dia rubah haluan usaha, buka warung kelontong kecil-kecilan di pasar. Pesanan makanan, sekali dua kali masih dilayaninya.

Penjualan, pengembangan, pendidikan, pelayanan, peng-usaha-an, akan laku atau dipilih oleh masyarakat, kalau ada nilai jual. Selama nilai jual itu tak kelihatan, atau kurang, orang tak akan melirik produk yang ditawarkannya.

Nilai jual ternyata penting. Alasan-nya, Agar produk kita dilirik oleh banyak orang. Juga dalam ber-ke-agama-an.

Di lain kesempatan, ketemu lagi dengan seorang kawan, spesialisasi HRD. Dia bilang, hanya pelamar yang punya nilai jual tinggi, yang dia terima. Skil, iya. Ketrampilan, iya.

Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.

Wasalam:
-agt agung pypm-
www.lelakuku.blogspot.com
www.biblestudiescommunity.com

Kamis, November 20, 2008

Benfi tapi rindu



Setiap manusia punya kawan. Ada kawan pria. Ada kawan wanita. Ada kawan lama. Ada kawan baru. Semua menyatu dalam akumulasi perjalanan sejarah hidup. Belum lama seorang kawan-lama berjumpa di Rawalo. Namanya, Pak Pdt. Itung-itung lama memang tak ketemu dengan dia. Hampir 5 tahunan.

+ Sesudah jabat tangan, Pak Pdt langsung berujar, 'Kalau ketemu sampeyan, ada satu hal yang tak bisa terlupakan.'
- Apa itu ? tanya saya.
+ 'Itu lho waktu kita diskusi bersama. Ketika terjadi perbedaan pendapat yang tajam. Sampeyan lalu omong, beri catatan bagi kita-kita: Kita boleh beda pendapat. Tapi bagaimanapun tajamnya perbedaan itu, tidak boleh saling benci....!' Iya khan.... !'
- Pikir-pikir terus pikir. Ingat-ingat terus ingat, saya memang pernah mengatakan itu 5 tahun yang lalu. Malah diri sendiri yang omong sudah lupa. Baru ingat lagi, ketika ada yang mengingatkan.

Pancasila, menyatakan kandungan makna, Bhineka Tunggal Ika. Berbeda-beda tapi tetap satu.
Dalam kitab suci, tak ada perbedaan antara Yahudi & Yunani. Antara orang Israel & Samaria. Antara yang terkemuka dengan yang terbelakang.
Di sorga-pun, kata Yesus, nanti tak ada orang kawin dan dikawinkan. Semua sama, satu ciptaan. Setara dan semartabat, sebagai Citra Allah.

So, antar manusia sebagai sesama,
1. Pendapat bisa dan boleh beda, tapi tidak boleh saling benci.
2. Gaya & perilaku bisa beda, tetapi tak harus ada kedengkian.
3. Pluralisme memang ada tapi tak boleh jadi bahan perpecahan.
Demokrasi ala kristianitas adalah memberi ruang bagi orang lain. Memberi tempat bagi perbedaan. Di sana ada ke-unik-an, ke-khas-an, ke-talenta-an, & ke...ke.... yang lain.
Orang bijak bilang, perbedaan adalah kekayaan. Memang, tak harus sama.

Selamat menjalani 'beda pendapat', tanpa harus saling benci, tentunya.

Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.


Wasalam:
-agt agung pypm-
www.lelakuku.blogspot.com

Rabu, November 19, 2008

M a n c i n g



Di Sungai serayu, pada musim kemarau maupun musim hujan, banyak orang mancing. Macam-macam motif orang memancing. Ada karena hoby. Ada pula karena profesi. Ada pula yang sekedar rekreasi. Ada pula yang untuk relaksasi. Belum lama, di bagian sungai itu, dekat Banyumas, terpancing seekor ikan sebesar bayi.

1. Ahmad Tohari, mendapatkan ilham-ilham untuk menulis novel 'Ronggeng Dukuh Paruk', banyak dari ketika berkegiatan mancing.
2. Di sawangan Purwokerto, dekat pusat oleh-oleh, terdapat sebuah klub mancing. Jika mancing, urunan Rp 25.000,-. Jika dapat, hasilnya bisa dijual. 1 Kg, Rp 30.000,- Sudah ada rumah makan yang bersedia menampungnya.
3. Di tempat lain, ada seorang Ibu, bersungut-sungut, karena suaminya ber-hoby mancing. Kerap ada kegiatan-kegiatan penting ditinggalkannya untuk pergi mancing.
4. Ada sebuah keluarga, kerap berantem, antara suami istri. Jika sedang emosi, suami lalu pergi mancing. Tetapi selalu kembali lagi. Dengan mancing, emosinya lalu jadi terkendali.
5.. Seorang aktivis paroki, melamar jadi PNS. Pikirannya agak tegang. Untuk relaksasi, dia pergi mancing ke Jembatan Serayu. Ketemu orang lain yang sama berhoby mancing. Karena kesamaan hoby, omong-omong. Akhirnya saling kenal, saling tahu. Rekan mancing ternyata anggota panitia penerimaan calon PNS. Saling tukar cerita, saling bantu. Akhirnya, nomor lamaran bisa jadi nomor atas, alias nomor kecil, sehingga masuk nominasi untuk diterima. Si pemilik nomor kecil itu sekarang sudah berprofesi sebagai PNS. Berkat mancing.

Mancing ikan, adalah sebuah kegiatan. Kadang dihayati pula sebagai hoby. Plus atau minus kegiatan itu, tergantung dari, siapa yang memandang, cara memandangnya, dan cakrawala pandangannya.

Selamat mancing. Selamat ber-hoby.

Syalom. Wilujeng ndalu.. Rahayu-rahayu-rahayu.

Wasalam:
-agt agung pypm-
www.lelakuku.blogspot.com

Selasa, November 18, 2008

Poetra Tasik, Terimakasih & Kerangka Karangan


Terimakasih bagi rekan-rekan. Ter-'khusus' bagi yang sudah melayangkan e-mail, respon atas tulisan-tulisan saya. Saudara-saudara dari Batam, Bogor, Jkt, Cilacap, Majenang, Pb-lingga, Kebumen, Kutoarjo, YK, Batang, Kutoarjo, Nganjuk, Pwkerto, dan di tempat lain. Yach, baik kalau tulisan itu dirasa laksana remah-remah. Tak lain, remah-remah kehidupan. Remah-remah makanan, dibuang sayang, dimakan masih terasa enak. Kadang pula bisa jadi slilit di gigi. Kadang pula nyungsep di gigi yang bolong. Ada enaknya. Kadang ada pula tak nyamannya.
But BTW, terimakasih, matur nuwun untuk semuanya.

Wasalam:
-agt agung pypm-
______________________________


POETRA TASIK

Nol : Banyak keluhan.

Satu:
a. Belum lama di Purwokerto, seorang bapak mengeluh bernada mohon tolong, agar anaknya diusahakan dapat kerja. Si anak lulusan perguruan tinggi ternama. Jurusan hukum. Berkali-kali mengirim lamaran, satupun belum ada yang nyanthol.
b. Belum lama pula di Yogya, seorang ibu, bercerita bernada mengeluh, namun bersemangat berharap. Anaknya putri lulusan perguruan tinggi swasta terkenal. Jurusan sejarah. Hampir dua tahun belum dapat pekerjaan yang mapan. Masih melamar-melamar terus.
c. Masih pula belum lama, di dekat Kt-arjo, seorang ibu sayang anak putrinya. Lulusan Universitas swasta ternama. Jurusan komunikasi. Human relation. Mohon tolong anak-nya segera akan wisuda. Butuh melamar kerja.
d. Seorang pekerja HRD, cerita. Belum lama 'ngetes' seorang anak pandai. Tapi terpaksa tidak bisa menerima dia sebagai karyawan. Alasannya, kalau dites wawancara selalu 'kringeten' dan 'keder'

Dua:

Seorang teolog mengatakan, 'Kerja' adalah hak seseorang. Seseorang berdasarkan martabatnya, berdasarkan karya penciptaan, pantas mendapatkan 'hak'-nya. Hak untuk bekerja. Karena dari sana mengalirlah nafkah. Didapatkan penghasilan untuk menunjang kehidupan. Kerja adalah partisipasi, ambil bagian dalam karya penciptaan.

Tiga.
Minggu lalu saya ber-pelayanan-ria ke kapel Wangon. Berangkat pagi-pagi, jam 04.00. Pulang habis sarapan. Lewat jalan lintas selatan. Antara Wangon-Buntu, ada sebuah tulisan: 'PUTRA TASIK', menerima reparasi Chasis. Truk & bus. Bisa bikin chasis baru. Kenal dengan juragannya. Sambil minum teh & merokok GG filter, dia cerita sejarah hidupnya:
1. Lahir di perbatasan Banyumas - Cilacap
2. Sekolah, lulus SMP.
3. Sesudah SMP, ngode, kerja sebagai buruh bengkel Las, di Tasikmalaya. Spesialisasi chasis.
4. Kerja sebagai buruh las 12 tahun. Tekun, rajin, mau belajar.
5. Buka bengkel Chasis di Jl. Lintas Selatan, Wangon - Buntu. Punya karyawan 3 orang, muda-muda.

Empat:
Minggu 16 Nov 2008, bacaan Injil tentang seorang juragan yang mau pergi. Sebelum pergi, meninggali talenta pada anak-anak buahnya. Ada yang diberi 5 talenta. Ada yang 3. Ada yang satu talenta. Untuk dikembangkan. Hasilnya, yang 5 jadi 10. Yang tiga jadi 6. Yang satu talenta, tetap satu talenta. Yang diberi 5 & 3 talenta, ternyata ber-mental 'juragan'. Artinya, bisa mengembangkan. Yang satu, tak berspiritual 'juragan'.
Umat Bumiayu minggu itu mencoba mengulas, apa yang dimaksud dengan 'Juragan'. Menurut versi Kitab Suci. Dan pula dari pengalaman harian. Ditemukanlah definisi: Juragan = adalah seseorang yang mempunyai kemampuan, melihat peluang-peluang. Dan bisa melihat potensi-potensi yang ada. Lalu menghubungkan keduanya. Jadi bersifat 'produktif' dan enterpreanurship.

Studi kasus:

Ijazah SMP + ketekunan-mau-belajar = buka bengkel Chasis di wetan Wangon. (Juragan Muda)

Profisiat anak SMP yang sudah bertekun & meng-amalkan pesan Injil. Sehingga talenta yang hanya 3, malah jadi 10 talenta. Sebagai seorang juragan.


Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.

Wasalam:
-www.lelakuku.blogspot.com

Senin, November 17, 2008

nDhang-dhoet

Pak Parto, dulu sudah terceritakan di forum ini. Dia pernah dipilih untuk menjadi seorang bendahara pembangunan mushola. Padahal imannya Katolik. Malah sampai sekarang masih memangku tugas sebagai ketua stasi.

Pak Parto, memang cerdik. Dulu ketika sekolah, dia memilih STM. Sebagai anak desa, dipilihnya sekolah di kota. Biar maju maksudnya. Kalau bersekolah naik kereta api. Desanya, dekat stasion Kebasen. Berangkat pagi-pagi sekali. Sekolah bubaran jam 13.00. Kereta api untuk pulang dari Purwokerto ke stasion Kebasen, baru ada jam 17.00. Selesai sekolah, masih ada waktu luang 4 jam. Sambil menunggu kereta, dia mengisi waktu-luangnya, dengan ikut kursus. Dipilihnya dulu kursus elektronika. Kebetulan guru les-elektronik-nya seorang katolik. Karena gurunya itulah, maka Parto muda lalu ikut, jadi seorang katolik. Lulus STM, Parto muda dapat dua ijasah sekaligus. Satu, ijasah formal--STM. Satunya lagi, ijasah non-formal, Sertifikat Kursus Elektronik.

Selepas lulus, dia nyantrik kerja ke bengkel elektronika. Tak lama kemudian, dia mandiri, buka bengkel elektronik di desanya. Diterimanya, service alat-alat elektronik: radio, TV, setrika, kipas angin, tape recorder, pompa air, dsb-dsb. Sekarang dia sudah tua. Bengkel elektroniknya, diteruskan oleh salah seorang anak laki-lakinya. Sekarang dia lebih senang bertani di sawah dan aktif berkegiatan di masyarakat.

Pengalaman di masyarakat, menjadikan dia agak piawai meng-organisasi masa. Namun dia tak berminat mencalonkan diri, sebagai kades. Mencalonkan diri sebagai kades, butuh dana banyak. Di desa kerap ada orang punya gawe, atau hajatan. Kerap pula jika hajatan, yang punya gawe 'nanggap' orkes. Ada orkes, organ-tunggal. Ada pula orkes ndang-dut, lengkap. Tergantung dana yang tersedia.

*'Nanggap' orkes musik, baik ndang-dut ataupun 'Campur Sari', di mana-mana banyak resikonya. Tiap ada pertunjukkan, banyak orang nonton. Ketika nonton pada berjoget. Ketika berjoget, ada pula yang sambil minum 'minuman keras'. Akibatnya darahnya pada tinggi, alias mudah emosi, bin nesu. Dus banyak yang mabok. Senggolan sedikit saja ketika joget, bisa jadi tawuran. Repot pula kalau ada penonton yang nekat, naik joget ke atas panggung. Susah menanganinya. Aparat kepolisian memang diterjunkan. Namun kadang repot juga, karena jumlahnya yang tak sebanding.

Suatu hari, di desa Pak Parto ada pertunjukkan orkes ndang-dut. Si-kon-nya, memang seperti terceritakan di atas. Banyak penonton berjoget. Ada yang naik ke panggung, untuk berjoget bersama penyanyi. Satu disuruh turun, yang lain naik lagi. Lama-lama malah tambah banyak. Petugas polsek yang dikirim untuk menjaga keamanan hanya dua orang. Repot sudah. Pada titik paling genting, kerusuhan hampir terjadi. Ada penjoget di panggung yang tak mau turun. Padahal jumlahnya, tak hanya satu. Tergganggu suasananya.

Ketika terasa, bahwa Petugas Polsek hampir tak bisa mengendalikan masa, Pak Parto mendekati aparat yang tugas. Sambil bisik-bisik, dia menawari trik, cara mengendalikan penjoget ndang-dut yang lagi mabok.
+ Pak parto bilang, 'Pak Polisi, saya bantu cara ngatasi anak-anak penjoget itu....!'
- 'Caranya, gimana ?' Petugas polisi tanya.
+ 'Gini, tuan rumah yang punya hajat, diminta untuk pesan lagu pada pimpinan orkes. Lagu yang dipilih yang sulit, dan tidak digemari. Jenis langgam, itu yang cocok. Nanti khan, penjoget-penjoget itu pada mundur sendiri-sendiri'.
- 'O.... Gitu !'
+ 'Ya ! Coba !'
Akhirnya Petugas Polsek menghubungi tuan rumah yang punya hajat. Betul. Si tuan rumah lalu pesan lagu jenis langgam. Judulnya, 'Caping Gunung'. Dan pemesanan itu diumumkan lewat pengeras suara.

Rupanya, resep pak Parto manjur. Begitu lagu syahdu berwarna langgam didendangkan, para penjoget mulai mundur satu demi satu. Memang lagunya susah untuk berjoget karena bersifat 'slow', alias mendayu-ndayu. Akhirnya, acara hajatan-pun lancar sampai akhir. Tak terjadi kerusuhan. Petugas polsek berterimakasih. Dan itu semua berkat resep dari Pak Parto: Tehnik mengendalikan masa.

Kecerdikan kadang-kadang lebih kuat daripada kekerasan.
Injil berpesan, 'Hendaklah engkau mulus seperti merpati. Cerdik seperti ular !'
Maka Daud-pun, yang kecil, bisa mengalahkan Goliat yang raksasa.


Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.

Wasalam:
-agt agung pypm-
www. lelakuku.blogspot.com
www.biblestudiescommunity.com


NB: *Rm Joko punya cerita

Minggu, November 16, 2008

O v e r

Ada kegiatan pelayanan harian. Ada pelayanan mingguan. Ada pula bulanan. Untuk yang mingguan, pada minggu III bulan ini, dapat paket, Jipang-Bumiayu-Jt-lawang. Menyusuri pegunungan dan melintasi Kali Serayu. Berangkat pagi-pagi jam 5.20. Pulang malam-malam sekitar jam 21.20.

Sehabis Misa di Bumiayu, dilanjutkan kunjungan ke rumah umat. Berposisi dekat pabrik jamur, Paguyangan. Kunjungan, persaudaraan, makan-makan, sekaligus rapat persiapan natalan. Omong-omong, bercandaria, a.l. membahas perihal rokok-siong. Makan-makan-nya agak serius. Ternyata keluarga sedang punya kaul. Kaul-nya, 'Syukur atas pernikahan yang sudah berusia 30 tahun. Tanpa henti.' Pas pula, anaknya yang di Indramayu juga 1 tahun usia pernikahannya. 'Terimakasih kepada Tuhan', katanya.

Habis berkunjung, berapat & bercandaria, diajaklah ke Pus-Kes-Mas. Ternyata ada umat yang sakit. Pak Par tergganggu kesehatannya. Pak Par asli Bumiayunan. Istrinya orang Yogya. Anaknya dua. Sudah mentas-mentas. Salah satunya di Tegal. Dalam perjumpaan, ceritalah Pak Par ttg asal muasal sakitnya.

Beberapa hari yang lalu Pak Par pergi ke Tegal. Membantu anak-nya yang sedang bangun rumah. Salah satu yang harus ditangani adalah, bikin 'dak'. Bagian rumah yang harus di-cor dengan 'cement-mix'. Perlu banyak tenaga. Dia ngarak beberapa tenaga bangunan dari desa sebelah. Di Tegal, dia harus pula 'ngomandani' para tukang itu. Seharian, pagi-sore, ora leren-leren. Panas, kegrimisan, kudanan. Ora dirasakne. Seminggu kemudian pulanglah dari Tegal. Di rumah, badannya terasa 'krenyes-krenyes'. Perutnya mengembung. Dan bunyi, 'Pung...pung...pung.....', kata istrinya. Karena disertai muntah-muntah & tak kunjung henti, dibawalah ke Pus-kes-Mas. Ditangani, diperiksa dokter, di-rontgen. Ternyata, pertama, mengalami 'de-hidrasi, Kedua, lever-nya bengkak. Ketiga, jantung-nya juga membesar.

Analisa dokter mengatakan, penyebab sakitnya, antara lain karena 'ke-capek-an'. Maka kecuali, diberi obat, diinfus, dirawat, dia diwajibkan untuk istirahat. Dan yang penting kata dokter, 'Jangan kekeselen.'

Menjelang perpisahan pamit, Pak Par sempat bercerita, dia mengakui bahwa le berkegiatan 'rada ngaya'. Kurang memperhitungkan kesehatan, waktu, dan makan. Kerep capek & kegrimisan. Istirahate kurang. Malah dia bilang pula bahwa tiap hari minum 'minuman ber-energi', penambah daya-penambah tenaga, suplemen kesehatan, biar tahan seharian.
+ Salah seorang umat lain, menanggapi cerita pak Par: 'Kalau gitu, jenengan 'Over' ya Pak...!?'.
- 'Napa niku ?'.
+ Maksude, 'Kakehan kegiatan, dan kakehan minum. Minum minuman suplemen-energi.'
Ada juga seorang Bu guru ikut di situ. Dia mengatakan,
+ 'Jadi judul critane, Pak Par mengalami over: Over-activity, over-dosis, over ngaya. Dadine lara....... Ya ta pak...?'
+ 'Inggih Bu'. Pak Par mengangguk.

Menyadari diri adalah bagian dari refleksi.
Refleksi adalah olah batin. Olah rasa, olah jiwa, olah raga.
Di sana dilihat, kelebihan-kelebihan( potensi-potensi plus )diri, sekaligus juga kelemahan-kelemahan-nya.
Yang 'Plus' diteruskan. Yang 'Negatip' disadari, untuk dikurangi.

Pak Par. Menyadari hal itu.
Selamat Pak Par.Menuju sehat.

Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.

Wasalam:
-agt agung pypm-
www.lelakuku.blogspot.com
www.biblestudiescommunity.com

Jumat, November 14, 2008

O-e-j-o-e-h Jaran

Pada sebuah sore, Colt T-120, Mitsubhisi, Eng-ing-eng, raja jalanan melintas dari Panca Arga ke arah Purworeja. Dalam perjalanan dari Yk mau ke kawasan karesidenan Banyumas. Mampir di Paroki Ak-mil. Pas, sampai di sekitar Karoseri ABC, terdapat kerumunan orang. Ternyata pegawai-pegawai pabrik tekstil sedang shift, pergantian giliran kerja. Ada sebuah warung soto, dipenuhi orang. Nampaknya, sotonya sungguh enak. Tak ambil pusing, kendaraan jalan terus secara pelan, berhubung jalan ramai.

Di keramaian jalan, banyak pula orang men-cegat kendaraan umum. Saking banyaknya, beberapa tak kebagian. Colt T-120, pun ter-stop, menaikan penumpang. Beberapa numpang ikut sampai Salaman.


Di antaranya, ada seorang yang wanita. Sambil jalan, nyambi ngompreng, saya tanya, 'Warung soto yang tadi kok penuh orang, apa sotonya sungguh enak..?' Si wanita, jawab. Dengan agak ketus dia berkata, 'O allllaaaaah mas, wong soto kayak uyuh jaran kok enak. Enak apa-nya..!?' ( O, alllahhh mas, soto kados uyuh jaran kok enak. Enak napane...!?)

Pikiran saya yang berusaha kritis agak bertanya, di satu pihak banyak orang pada beli soto. Di lain pihak, dikatakan soto-nya --ber-rasa-- seperti uyuh jaran. Jadi penasaran saya. Mitsubhisi-pun langsung nggeblas ke kawasan Banyumas, sambil membawa pertanyaan ttg soto yang belum terjawab.

Di lain kesempatan, saya lewat jalan itu lagi. Penasaran dengan statement, '.............Jaran', mampirlah ke warung itu. Mau coba seperti apa soto '.............Jaran'. Pesan satu mangkuk, plus es-teh manis. Nyam....nyam....nyam......! Jebulnya, rasa si soto tidak mengecewakan. Alias lumayan enak. Harganya pun, pas. Telung ewu limang atus. Habis ber-soto-ria, beli udud di kios sebelah, Jarum coklat setengah bungkus.

Sambil udud, iseng tanya pada si penjual udud, 'Soto warung itu lumayan enak....! Tapi kok ada yang bilang rasanya kayak uyuh jaran. Apa memang kadang seperti itu ya....?'. ( Soto warung sebelah niku, rasane lumayan enak. Ning kok onten sing sanjang raose kados uyuh jaran. Napa sok kadang-kadang ngaten napa nggih.? )

Si penjual udud tanya, 'Yang bilang siapa ?'
Jawab saya, 'Ada kok. Seorang wanita. Dulu pernah nunut Colt saya. Nyegat di sebelah jalan itu.'
Penjual udud, 'Wong wadon, rambute brindil...?'
'Ya...!' Jawab saya. Dulu pakai baju merah.'

'O... alllah..... Mas. Niku rak bakule nasi rames. Warung Sebelah jalan niku. Pancen rambute brindil. Senenge ngangge klambi abang !' Wanita itu memang saingan dengan warung soto niki. Sudah lama mereka serik-serikan. Malah tau padu barang. Memang, dia tak senang kalau warung soto ini laris. Memang saling dhengki kok mas. Orang-orang sini sudah pada hapal.

Hati dengki, Soto enak-pun dikatakan ber-rasa seperti uyuh-jaran.
Hati dengki, betapa rupawan seseorang, akan dikatakan buruk muka.
Hati dengki, betapapun saleh hidup seseorang, akan dikatakan banyak dosanya.
Hati dengki, betapapun baik hidup seseorang, akan dikatakan banyak cacatnya.
S a y o n a r a, sayonara, sayonara kedengkian.


Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-
www.lelakuku.blogspot.com
www.bibelstudiescommunity.com


NB: Uyuh jaran = air kencing kuda
Udud = rokok

Minggu, November 09, 2008

Pahlawan vs Preman

Tanggal 10 Nopember adalah hari pahlawan. Special tahun ini, Bung Tomo, pejuang dari Soerabaja mendapat gelar pahlawan nasional.
Berkaitan dengan Hari pahlawan, beberapa tahun lalu, sebuah kelompok remaja SMA meminta renungan berkaitan dengan nilai-nilai luhur kepahlawanan. Atas permintaaan tsb, terbayanglah saya akan orang-orang 'ampuh'. Bukankah para pahlawan adalah orang-orang ampuh, sehingga berani berkorban untuk kemerdekaan bangsa-nya.

Ada berbagai macam orang ampuh. Di sebuah terminal bus, saya pernah melihat seseorang. Terhadap 'seseorang' itu banyak orang menampakkan penghormatannya. Namun sayang penghormatan agak semu. Karena penghormatan itu setengah terpaksa. Ternyata orang yang 'dihormati secara semu' itu adalah seorang preman. Dari lagak dan lagunya, kelihatan penampilannya terkesan --nyuwun sewu-- 'sok' ampuh. Segala sesuatu yang mengandung 'sok' tentulah tak mengenakkan.

Berangkat dari pengalaman di terminal, forum remaja SMA saya tanyai, 'Apa beda-nya, antara Pahlawan dengan preman.....?!' Sudah saya duga, yang jawab sethithik, alias segelintir orang. Jawabannyapun agak minggrang-minggring, alias ragu-ragu, setengah tak yakin.

Agar yakin, dialog ter-arahkan ke hakekat manusia. Masuklah ke soal definisi. Apa definisinya preman ?. Di sini, tak ada yang jawab. Maka tak jawab sendiri. 'Preman adalah orang, yang sepak terjangnya, cenderung mengganggu, atau merepotkan pihak lain. Hadirin tak ajak mengucapkan bersama definisi itu. 'Preman adalah...............................'
Pihak lain, bisa masyarakat. Bisa keluarga. Bisa sekolah. Bisa negara.' 'Setuju................?' Remaja yang hadir, serentak menjawab, 'Setujuuuuu....!'
'Apakah anda juga kerep merepotkan pihak lain ?'.Ya....!', jawab mereka. 'Kalau gitu, anda termasuk preman......?' Atas pertanyaan terakhir, ada yang jawab 'Ya'. Ada yg 'tidak'. Ada pula yang bilang, 'Woooooow.......!'

Tema kedua adalah soal pahlawan. Apakah pahlawan itu..? Atau karena apakah, seseorang lalu disebut sebagai Pahlawan ?. Ada yang jawab, 'karena bela negara !'. Betul. Saya nyambung, 'Tetapi ada juga khan: Pahlawan tanpa tanda jasa. Pahlawan HAM, Pahlawan kesiangan. So What ?'. Sesudah dialog singkat, tersepakatilah, bahwa Pahlawan adalah orang yang rela berkorban demi kesejahteraan hidup bersama. Demi kedamaian hidup bersama. Hidup bersama, bisa sebagai negara. Bisa sebagai masyarakat RT/RW. Bisa keluarga, sekolah. Bisa organisasi. Bisa lembaga. Dsb-dsb.

Lalu, apa bedanya. Antara pahlawan vs preman..?
Pahlawan itu mengorbankan diri-nya demi pihak lain. Sedangkan,
Preman lebih cenderung meng-korban-kan pihak lain demi kepentingan diri atau kelompoknya.
Pahlawan, mensejahterakan. Sedangkan, preman, lebih mengacaukan.

Output preman adalah keresahan, kekacauan. Sedangkan,
Output pahlawan adalah persatuan, kedamaian, kesejahteraan.

Bubaran pertemuan, berbondong-bondong remaja-remaji keluar lewat pintu. Ketika antre, ada seorang remaja putri, menggerak-gerakkan tangan, bicara pada dirinya sendiri: 'Preman, meresahkan. Pahlawan menyejahterakan. Preman mengacaukan. Pahlawan mendamaikan....' Dia mengucapkannya ber-ulang-ulang. Sambil berjalan pulang.


Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.
Selamat Hari Pahlawan

Wasalam:
-agt agung pypm-
www.lelakuku.blogspot.com
www.biblestudiescommunity.com

Kamis, November 06, 2008

Warung Makan & Ngecap

Masih berkisar dengan soal Rumah makan. Ada menu yang enak. Ada pula yang tak enak. Ada yang pas di lidah, ada pula yang tak nyaman di rasa. Banyak sebab yang menentukannya.

Di dekat garasi Bus Tri-Sakti Magelang ada sebuah warung makan. Menunya, opor ayam, kikil, jangan tempe, saren, kerupuk, dsb-dsb. Suatu saat saya perjalanan dari Semarang. Pas perut lapar, mampir di warung makan tsb. Yang jual juga pemilik, adalah seorang Ibu, sudah agak tua. Berpenampilan pakaian model jarik-an.

Karena lapernya, makanlah mulut, lahp-lehp....., dengan lahapnya. Habis tuntas piring di nasi. Makan selesai, disambung udud rokok ''76 eceran sebatang. Sambil ngamati situasi, terasa ada yang tak nyaman di warung itu, yakni, banyak lalat-lalat. Beterbangan & mencok di sayur dan makanan warung itu. Sayang terkesan dibiarkan. Tak kelihatan ada upaya mengusirnya. Apa dengan nyalakan obat nyamuk bakar, apa dengan nyalakan lilin, apa dengan air dimasukkan dalam plastik lalu digandhul-gandhulke, apa pula dengan masang lem-tikus bin lem-lalat.

Tergerak hati, sayang akan warung itu, saya beri keterangan pada si Ibu, 'Waaah ! Eco sayure bu.... Mantep rasane.....!' Ning sayang siji. Upamane lalat-lalat laler niku di ilangke mesthi luwih siiip !'
Bayangan di pikiran, si ibu akan mengucapkan kata. 'Terimakasih, matur-nuwun' atas kalimat saya yang bersifat menyumbang dan menyaran untuk kemajuan warung. Tapi bayangan, hanyalah bayangan. Bayangan itu ternyata salah. Ibu pemilik warung, dengan mimik muka tak ramah, menanggapi 'Sejak dulu ya sudah gitu. Mau beli silahkan. Mau tak beli ya silahkan. Teserah.....' ( Seking riyin nggih pun ngaten niki. Arep tuku, ngono.....! Ora, ya, ngono.......! ).
Sejak itu, saya tak pernah lagi mampir ke warung dekat garasi Tri-Sakti.

Ada seorang umat di Yogya. Lulusan S2 UGm. Dia iseng buka rumah makan. Model saung. Lesehan. Materialnya dari bambu-bambu, kayu dan pohon pisang. Tikarnya, chethingnya, piringnya, enthongnya, menunya, dsb-dsb. Semuanya 'kembali ke alam'.

Sekali dua kali, dia sendiri, meski punya beberapa pegawai, turun langsung melayani pembelinya. Aneka pengalaman dia dapatkan. Pahit dan manis. Pengalaman pahit adalah terkadang di-unek-unek-ke. Di-complain. Mana yang antre-nya lama. Mana yang kurang ini, itu. Kata-kata pedas diterimanya. Namun semua itu diterimanya. Dia ucapkan kata 'Maaf' dan 'Terimakasih' atas kekurang-nyamanan pelayanan rumah-makan. Complain itu dia refleksikan, untuk diperbaiki. Di lain waktu ternyata, pembeli-pembeli yang komplain itu datang-datang lagi. Mereka tak kapok datang ke rumah-makan, meski pernah mengalami ketidak-enakan.

Satu. Sdh agak lama, saya dr Smg, lewat jalan dekat garasi Tri-Sakti. Warung makan tempat ampiran, telihat sepi.
Belum lama lagi, saya lewat jalan dekat garasi Bus Tri-Sakti, warung makan itu tidak buka lagi. Tutup.

Dua
. Belum lama juga saya mampir Yk. Dengar bahwa warung makan model 'kembali ke alam', tak macet, malah berkembang terus. Titik impas yang diperkirakan 3 tahun. Modal pokok, satu tahun sudah kembali.

Dalam dunia memang ada mekanisme, kritik & antikritik, Introspektif & keras-hati, rendah-hati & tinggi-hati, inklusif & eksklusif. Keterbukaan & ketertutupan. Mutungan & lapang-dada. Konfirmasi & konspirasi. Pengecut & Ksatria. Negatif & positif.
T e r n y a t a : Yang Positif yang bikin maju. Terimakasih ke-positif-an.

Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.

Wasalam:
-agt agung pypm-

www.lelakuku.blogspot.com
www.biblestudiescommunity.com

Senin, November 03, 2008

N g e c a p

Setiap kali lewat jalur Bumiayu - Tegal, saya berhenti di Prupuk. Sebuah tempat di tepi hutan, dekat dengan persilangan rel kereta api dengan jalan raya. Terdapatlah di sana sebuah rumah makan sederhana. Pemandangan amat indah. Banyak pohon jati enak dipandang mata. Hamparan gunung dan bukit tergelar di hadapan mata. Kareta api, sekali dua kali lewat. Juga kendaraan berlalu-lalang, menambah lengkapnya suasana alam.

Sesudah sekian kali beli makan-minum di warung itu, terketahuilah bahwa, Si pemilik seorang pria, setengah baya. Dulu pernah kerja di Cirebon. Ikut kerja di toko emas. Merasa hidupnya tak berkembang, dia pulang ke tempat asal. Lalu jadi penampung kayu jati sepenuh-nyolong. Alias penadah illegal loging. Jadi penadah, hatinya kerap tak enak. Malah lalu jantung-nya juga ada gangguan. Lalu beralih haluan-lah dia, mencoba buka usaha Rumah-makan. Dengan modal yang mepet, dia ambil alih sebuah warung makan yang bangkrut, alias tak laku. Menu spesialisasi yang dipilih, ayam goreng.

Kedatangan saya pertama ke warung itu, pertama kali naik jeep Jimny. Berpakaian kaos terkena oli. Bercelana gojag-gajeg. Beli minum Teh Botol, seharga Rp 1500. Plus sebungkus Rokok '76.
Mampir lagi ke Rumah makan itu, naik trail. Dengan pakaian lengkap, seperti orang touring-sepeda-motoran: Jaket rapat, helm standart, celana plastik, sepatu boot anti air dan dada penameng-angin. Gagah, seperti tukang ojeg bumi-ayunan.
Di lain kesempatan, sempat mampir lagi di warung itu. Beli teh botol plus rokok. Kendaraan tunggangan, Colt T-120 Mitsubhisi, eng-ing-eng, raja-jalanan. Cat sudah ngelupas-ngelupas, agak keropos tapi --kata orang-- tak bermesin, saking 'halusnya'.
Tiap kali melihat saya, pria pemilik warung nampak menyimpan tanda-tanya. Dan suatu kali memberanikan tanya, 'Mas, nyuwun sewu, nyong nyuwun pirsa ya ! Sampeyan kiye, kok kayane sok berpenampilan 'Nggembel', niku jane profesi-ne napa ta ?'

Spontan saya jawab, 'Kula ta ngode mawon....! Tumut juragan.' Namun pria itu tak percaya. Masih tanya lagi, tanya lagi. Dia meyakini, kalau saya --yang sok berpenampilan nggembel-- adalah seorang juragan. Ya sudah. Tak ada titik temu. Namun, saya tetap me-maklum-i persepsinya..
Karena keyakinannya, bahwa saya itu seorang juragan, dia lalu tanya apa resepnya, agar Rumah-makan-nya laku. 'Waaahhhh, mumet tenan saya !'. Piye lhe njawab....?. Pikir. Pikir. Pikir. Daripada berkelanjutan mumet mikir, lalu tak jawab sak-kena-ne. Tentu jawaban itu berdasarkan pengalaman, kalau saya makan.

  1. 1. Kunci pertama Warung makan, adalah wedang, atau minuman-nya. Teh harus mantep rasane. Jangan nggelani. Kopi harus pakai air mendidih 100' drjt Celcius. Jangan sekali-kali pakai jarang termos, apalagi di termos wis rong wengi. Sekali pembeli, minum rasa tak enak, tak akan dia mampir lagi.

  2. 2. Sega, atau nasi, buatlah seenak mungkin. Kalau nasi enak, lauk yang lain ikut enak. Jika nasi tak enak, menu yang lain-pun jadi tak enak.

  3. 3. Sayur & laup pauk, Tak usah masak banyak-banyak. Yang penting masak hari itu, habis hari itu. Jangan bersisa, lalu dinget, lalu dijual lagi. Lebih baik habis, lalu katakan habis.

  4. 4. Senyum-lah selalu. Jaga keramahan & kesupelan. Jangan mbesengut, cemberut. Atau bersikap ngapoki.

  5. 5. Kebersihan. Usahakan tak ada lalat. Ambil lauk jangan pakai tangan langsung. Pakailah alat bantu, bisa garpu bisa penjepit lauk. Enthong jangan dimasukkan dlm rice-cooker atau magic jar. Kaca usahakan, mengkilat. Juga ada air utk cuci-tangan.

  6. 6. Harga. Harga itu nomor dua. Kalau makanan & minuman terasa enak, konsumen puas, harga berapapun tak tak akn jadi soal. Pasanglah harga wajar. Yang penting tak ngapoki.

  7. 7. WC-Kamar mandi. Itu syarat mutlak. Banyak orang mampir dalam perjalanan jauh. Tentu butuh kebutuhan primer itu. Tak harus mewah. Yang penting bersih dan harus ada air.

  8. 8. Balai-balai tempat relaksasi, mengulur otot. Dlm perjalanan jauh pegal kerap terjadi. Orang butuh meregangkan otot-otot tubuhnya. Sediakan hal itu.

  9. 9. Doa, Sembahyang. Mohon laris pada Tuhan.
Di lain kesempatan, saya berkunjung ke Rumah-makan itu lagi. Si pemilik, pria separuh baya, menyambut saya. Dia membilangi saya, 'Mas warung makan saya sekarang lumayan. Laris...! Malah kemarin warung-warung wetan pada ke sini, tanya, kok bisa laris dhukun-nya siapa dan dari mana ?.

Dukun penglaris-nya dari mana ? Batin saya menjawab, dukunnya .............
Gusti Yesus Kristus adalah Dukun segala dukun( ning dlm batin )



Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.

Wasalam:
-agt agung pypm-

www.lelakuku.blogspot.com
www.biblestudiescommunity.blogspot.com


NB: Warung-warung wetan = warung sekitar setasiun Kereta-api Prupuk.

Minggu, November 02, 2008

Anak-Kacau, Kekacauan-Anak & Dialektika Sebab-akibat

Adalah harga mati, bahwa rohaniwan-rohaniwati katolik tak boleh punya anak. Maka agak tak enak hati jika harus bicara tentang pendidikan anak. Apalagi Pendidikan Anak Usia Dini. Tak apalah, karena hampir tiap kali berhadapan dengan orang yang berkategori 'anak-anak'.

Suatu kali ada kegiatan pelayanan gizi & penimbangan anak, di sebuah stasi. Jaraknya, berkisar 40 km. Lumayan jauh. Penyelenggara program sosial itu, adalah ibu-ibu WK. Dalam satu kesatuan team, itu direalisasikan. Sekali perjalanan membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam 15 menit. Dus pp 2,5 jam-an, waktu perjalanan. Menyusuri bukit-bukit, dan juga tepian sungai Serayu.

Perjalanan, jam-jam-an bersama rombongan ibu-ibu, tentu banyaklah cerita yang yang ter-ekspresikan. Sambil ngrangkep sebagai pengemudi Kijang, terdengarlah ekspresi-ekspresi cerita pengalaman hidup, berkaitan dengan dunia anak. Juga lalu dunia dewasa dan dunia rumah-tangga.

Seorang ibu, anggota WK, --tak ikut rombongan Kijang itu--, punya anak potensial. Salah satu potensinya adalah raga. Ya, olah raga. Dia jadi atlet lokal. Lalu dikirim ke Ibukota propinsi sebagai perwakilan tingkat propinsi. Tak proses jauh lagi, akan bisa jadi atlet nasional. Namun ada satu kelemahan dlm diri calon atlet ini, dia mudah mutung, mudah tersinggung. Ada warna, segala kehendaknya harus dituruti. Jika tak dituruti, lalu mutung, ngambeg, tindakannya terus aneh-aneh. Seolah-olah 'dunia' ini adalah miliknya sendiri. Sebutan lain, 'Selalu ingin menang sendiri'.

Dlm analisis kasus-nya, ibu-ibu WK dlm kijang, mengatakan, bahwa akar-masalahnya, dulu ketika kecil, si calon atlet itu di-manja oleh ibunya. Apa-apa dituruti kemauannya. Hampir tak pernah mendengar kata negasi 'tidak', atau 'jangan'. Mayoritas yang dirasakan adalah kata 'Iya', 'Oke'. Itulah internalisasi suasana yang terjadi bertahun-tahun, terutama dlm masa balita. Akhirnya, sikap yang tertanam adalah 'sikap ter-layani terus-menerus'. Bukan sikap me-layani. Keadaan juga harus melayani dia. Padahal, dunia ini bukan milik perseorangan, melainkan milik banyak orang. Inilah titik kontra-nya.

Akhirnya, calon atlet ini tak jadi ke pelat-nas. Tak tahu pasti karena apa. Tapi yang terdengar, dia tersangkut nar-ko-ba. Terakhir, ibunya harus menggadaikan sepeda-motornya, untuk urusan anaknya, yang calon atlet tersebut.

Memang tak mudah mendidik anak. Apalagi ketika sudah tahap remaja. Itulah kesimpulan seminar kecil dalam perjalanan di mobil kijang. Batin nakal saya ber-ujar:
Bayi nggemeske. Cilik nyenengke. Gedhe, njelehi. Tua, .....................


Minggu ini, karena situasi darurat, saya turut bantu ngitung kolekte. Salah satu penghitung adalah seorang ibu sederhana, tukang pijat, didikan Dep-sos. Dia tak punya anak. Lalu mupu, ambil anak dari adiknya. Malah sampai tiga. Tiga anak angkatnya. Kini sudah berkeluarga. Semua mapan. Tak banyak merepotkan. Ibu itu beri keterangan, bagaimana ndidik anak-anaknya ketika kecil dan remaja:

  • 1. Berilah nasehat --(teguran-kritis, sapaan pedagogis)--, ketika hatinya sedang gembira. Ketika hatinya sedang senang. Consolatif.
  • 2. 'Jangan menegur, beri nasihat anak ketika dia sedang emosi, mangkel, atau sedang tak enak-hatinya. Apalagi sedang kagol.
Terimakasih Ibu sederhana, penghitung kolekte. Didikan Dep-sos.

Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.


-agt agung ypm-
www.lelakuku.blogspot.com
www.biblestudiescommunity.com

Sabtu, November 01, 2008

G o n d r o n g

Belakangan ini, soal wajah hampir saya tak pernah mengurus secara serius. Dalam satu minggu, bisa dihitung dengan jari, berapa kali melihat wajah di depan kaca cermin. Tak lebih tiga kali. Rambut hampir 10 bulan tak cukur. Maksudnya ingin gondrong. Rada 'nyeni' sedikit. Ternyata, rambut yang 10 bulan tak cukur memunculkan efek. Ada sekurangnya, sesama berkomentar, 'Wah rambutnya sudah panjang.' Ada pula yang bilang, 'Alangkah indahnya, kalau dipotong rambut yang sdh panjang itu'. Tidak kurang 6 pendapat senada tersampaikan, perihal rambut. Soal rambut ini tak terpikir sebagai hal serius. Belum terlintas pula untuk memotongnya.

Apes, pada suatu sore. Ada seorang ibu, titip dibelikan pengeras suara wireless. Harganya Rp 385 ribu. Bayar belakang. Tiga hari kemudian baru berikan uangnya. Uang pengganti yang diberikan Rp 400 ribu. Jadi masih ada sisa. Berhubung pas tak bawa uang untuk susuk, maksud hati di lain waktu kembaliannya. Tapi si Ibu bilang, 'Tak usah kembalikan sisa uangnya ! Biar untuk cukur. Alias potong rambut.'

Pagi hari kemudian baru terasa efek dari uang kembalian itu. Mau potong rambut, atau tidak. Kalau potong, rencana semula mau ber-gondrong-ria, alias 'nyeni'. Kalau tak potong, si Ibu itu sudah memberi uang. Intensinya, untuk potong rambut. Dia bermaksud baik. Biar kelihatan rapi. 'Waaaa..... D i l e m a'. Maju kena mundur kena.--spt judul filem-nya Dono-Kasino-Indro--
Akhirnya, hari berikut pergi ke tukang cukur di pasar. Dalam waktu 15 menit, selesai perkara. Rambut dipotong habis, model cepak. Suatu ketika istirahat di tepi jalan, pinggir sawah, di bawah pohon talok. Angin sepoi. Kepala berambut cepak terasa isissss. Lalu pikiran jadi melayang terpikir frase: Efek Domino.

Kepala terasa isis. Dan orang juga bilang 'kelihatan lebih rapi !' Karena.....Efek Domino:
1. Karena seseorang yang beri uang gratis.
2. Orang itu baik, karena murah hati.
3. Kebaikan itu, menimbulkan rasa nyaman, isis.
4. Kecuali itu juga --kata orang-- kelihatan lebih rapi. Dus lebih estetis.
5. Dan juga sehat, karena ketombe jadi hilang.
Ternyata, rentetannya seperti di dunia ekonomi: Efek domino. Sebuah kebaikan, akan memunculkan kebaikan-kebaikan yang selanjutnya. Jadi terjadilah rentetan kebaikan.

---------------------

Sebuah perbuatan baik, akan mudah menimbulkan kebaikan pula, untuk selanjutnya.

Sebuah dosa, akan mudah memunculkan dosa pula, untuk selanjutnya.
Apalagi manusia mempunyai konkupisensi(=kecenderungan ke arah dosa )

Terimakasih 'ke-baik-an'.
Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.

Wasalam: -agt agung pypm-

www.lelakuku.blogspot.com
www.biblestudiescommunity.blogspot.com