Minggu, November 23, 2008

Non-Ton Wha-Yang

Dalam sebuah upacara 'ruwatan' di Dieng, seorang umat Wonosobo pernah bilang, 'Kita ini cotho. Angon bebek ilang loro....'
'Maksudnya,.....?!'
Artinya, dengan kedatangan sebuah agama mayoritas, warga sekitar Wonosobo kehilangan dua agama sekaligus, yakni Hindu dan Budha.
'Kami bisa apa ? Ya ini, yang masih kita bisa buat. Ruwatan dan nguri-uri kabudayan'.

Berkaitan dengan budaya adi-luhung, Sabtu kemaren, Colt T-120 Mitsubhisi, eng-ing-eng raja jalanan, melintas di depan RRI. Ada kerumunan orang & dentang alunan gamelan. Ternyata RRI nanggap dhalang & wayang. Demikian, karena geber & gamelan. RRI sudah punya sendiri. Diadakan & disiarkan pagelaran wayang kulit semalam suntuk. Lakon-nya. 'Bimo-Gugur'. Dhalang-nya Edy S. Dari Klampok Banjarnegara. Colt Mitsubhisi-pun berhenti. Parkir, lalu beli kacang & mie-ayam. Sesudah itu, lingguh methekes, dekat tukang gong. Menikmati pagelaran wayang kulit.

Suasana kesenian menyenangkan, dan berasa indah. Suara gamelan merdu. Dialog dhalang lancar. Malah bisa nirukan suara perempuan hampir persis. Omong sendiri, tapi bisa bikin suasana gher-gheran. Tak mengecawakan. Terasalah, bahwa wayang dan segala sarana penunjangnya, sungguh merupakan kebudayaan yang ber-adi dan bersifat 'luhung'. Maka betul kalau memang harus dilestarikan.

Sayang seribu sayang, di tengah keindahan suasana budaya itu, ada satu yang terasa tak enak di mata & di rasa.
1. Dhalange gagah, mantap blangkonan, tetapi gondrong.
2. Dalam salah satu narasi-nya dikatakan bahwa, asal muasal wayang bermula dari daerah Demak.
3. Di bagian cerita narasi lainnya, dikatakan bahwa konsep Ka-li-ma-sa-da, sebenarnya adalah Ka-li-mat-sya-ha-dat.

Ketiga hal itu, menguatkan pemahaman saya, ketika ketemu dengan orang Klathen, dia muring-muring, karena kebudayaan adi-luhungnya sudah diubrah-ubrah oleh si Mayoritas. Dan lalu paham pula kalau warga Wonosobo, lalu bilang, 'Sontoloyo, angon bebek ilang loro.'

Dalam ranah Eklesiologi, dikenal konsep inkulturasi. Konsep dekatnya, kata 'Inter-kulturasi'. Bukan agama yang memporak-porandakan, atau men-jajah budaya setempat. Melainkan agama yang berdialog dengan budaya setempat. Tidak saling meniadakan. Melainkan menjaga, memberi tempat, sekaligus mempurifikasikan arah budaya itu kepada Sang Khalik.

Agama memang penting untuk hadir. Namun agama tak seharusnya menggeser rasa budaya asli pemeluknya.


Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu-rahayu-rahayu.

Wasalam:
-agt agung pypm-
www.lelakuku.blogspot.com
www.biblestudiescommunity.com

Tidak ada komentar: