Hidup, bisa dilapis-lapiskan jadi beberapa tingkatan. Lapis yang biasa adalah natural. Lapis, di atasnya, supra natural.
Lapis dari kacamata lain, yang biasa adalah normal. Lalu ada, supra normal. Ada pula kemudian, para-normal. Di bawahnya, lalu ada ab-normal. Turunannya yang lain lagi, adalah ora-normal.
Beberapa orang dikaruniai oleh Sang Pencipta kemampuan spesific. Kemampuan itu, a.l bisa melihat barang yang lembut, yakni lelembut. Bahkan lebih kecil daripada rambut.
1. Seorang umat, malam hari sakit perut. Belum punya WC-toilet. Maka pergi ke kebun. Kebetulan sebelahan dengan makam-kuburan. Ketika sedang buang hajat. BAB. Di bruk, sebelah rumah, muncul seonggok kain berdiri, sebesar manusia, warna putih. Ada ikatan di bagian ujungnya. Jondhal-jondhil. Menampakkan pula bagian wajahnya. Dia melihat, dan diwedeni memedi pocongan, katanya. Takut setengah hidup, juga setengah mati. Tapi tak bisa apa-apa.
2. Seorang umat lain, biasa bangun jam 3 pagi. Untuk persiapan masak. Maka mesti ambil air. Buat bikin wedang, dan panganan. Ketika, hampir dekat kran, dirasanya agak aneh. Ada tiga anak kecil-kecil sekali mainan air. Keanehan kian besar, mainan air kok malam-malam, jam tiga paginan. Dia amati, postur tubuh anak-anak itu memang amat kecil. Tapi bagian wajah, adalah muka orang dewasa. Diceritakan, itulah yang disebut thuyul. Mahkluk kecil, yang masuk dalam kategori lelembut.
Mahkluk ciptaan Tuhan ada dua macam. Satu kelihatan. Satu lagi tak kelihatan. Tak setiap orang mampu kontak dengan yang-tak-kelihatan. Atas, yang tak kelihatan, ada sebuah kata-sebutan 'Medi'. Dekat dengan kata itu, 'Wedi'. Artinya, takut. Orang yang diketoki, kerap merasa wedi. Dikatakan, karena weruh 'memedi'. Yang takut, disebut di-wedeni.
Itulah pengalaman, Kena percaya, kena ora. Itulah levelnya, karena bukan dogma. Namun, selalu ada satu hal penuh makna. Ketika lelembut, memedi itu muncul, dihadapi dengan doa, merekapun menghilang.
Kitab Suci, juga memuat kisah-kisah lelembut. Yesus berhadapan dengan roh-roh, orang kesurupuan. Yang selalu, bermakna, mereka menyingkir karena berhadapan dengan 'Kuasa'. Kuasa ilahi tentunya. Di hadapan "Yang Maha Kuasa", kita ber-iman. Selamat ber-iman.
Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu-rahayu-rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-
Kamis, Agustus 27, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar