Sesudah hampir 7 tujuh tahun tidak memegang internet, kali ini sesudah di Paroki Katedral saya menggunakannya lagi. Malah tadinya sudah lupa mengoperasikannya. Untuk itu terimakasih kepada Rm Slamet Lasmunadi di Kebumen yang sudah mengajari saya mengoperasikan media ini, sekaligus memberi kesempatan menggunakan segala fasilitas penunjangnya. Tak lupa pula Rm Adi Wardaya yang selalu siap menjadi teman dalam belajar kamunikasi.
Sepuluh hari sudah saya hidup di Paroki Katedral. Bulan-bulan pertama saya gunakan untuk mengenal umat, situasi dan wilayah, serta hal-hal yang berkaitan dng keparokian kota dalam cakrawala kekinian. Untuk itu saya ikut ke stasi-stasi dan kegiatan-kegiatan yang ada, sejauh saya mengetahuinya. Kecuali Bumiayu, Ajibarang, Kaliwedi, Tambaknegara, serta Paroki Pusat, Jumat 8/8/2008 yang lalu saya ikut dan lalu mengisi pendalaman iman/pelajaran agama di Jatilawang.
Dalam pelajaran agama kali ini, sebagai pembukaan, saya tanyakan pengalaman terkini yang sdg dihadapi Umat. Hal yang paling hangat adalah melonjaknya harga-harga sembako: Beras, Rp 5000, Minyak goreng, 14.000,-, Lombok rawit, Rp 45.000,- Hampir semuanya jadi mahal. Hampir semua mahal. Namun ketika itu ada seorang ibu yang mengatakan dng tegas, bahwa ada yang murah sekarang ini. Apa itu ? Ibu itu menjawab, sekarang yang murah itu anak perempuan. Yang mahal itu keperawannya, kesuciannya. Sekarang banyak anak perempuan seusia mahasiswa yang sudah tidak perwan lagi.
Selidik punya selidik, ibu tadi lalu cerita, Ia punya anak laki-laki semester III. Dia disekolahkan oleh orangtuanya di Jakarta, London Internasional school. Ketika pulang liburan, anaknya cerita, bahwa hidup di kota besar itu godaannya banyak sekali. Antara lain, dia kerap disodori pil narkoba. Tak hanya itu, kawan-kawannya mengajak dia untuk praktek pacaran ala mereka. Pacaran model kawannya adalah, boleh melakukan hubungan sex meskipun belum menikah. Itu malah jadi standart umum. Si wanita rela melakukan krn takut kalau ditinggal pergi. Bagaimana kalau hamil. Mereka melakukannya dengan "coitus interuptus".
Si anak katolik ini, sekarang traumatis. Dia bilang kepada ibunya, tidak ingin punya pacar. Tidak ingin menikah. Susah jaman sekarang punya kawan yang masih suci. Keperawanan & dan kesucian, sekarang mahal harganya. Dia rajin ke gereja. Tapi di Jkt, tempat gereja yang dia kunjungi, anak mudapun minim jumlahnya.
Hati nurani anak muda asli purwokerto ini masih tajam dan menggaung terus. Dia tidak mau ikut arus kawan-kawannya. Yang membanggakan anak muda ini, ketika kecil dia sdh ikut misdinar. Bahkan klas 5 SD, sudah jadi lektor. Ternyata masih ada anak-anak muda yang kritis dan mendengarkan hati nuraninya. Semoga banyak anak muda yang seperti ini. Jadi garam dunia. Bukan malah digarami oleh dunia.
Sekian. Terimakasih sharing peng. pastoral saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar