Syalom, Berkah Dalem Gusti.
Ketika di Biara Rowoseneng, saya juga ketemu dengan seorang pemilik merk celana Jeans & pakaian, merk "GF". Ternyata, kecuali bisnis celana dan pakaian, profesi utamanya adalah seorang dokter internis, spesialis penyakit dalam. Di samping itu, dokter yang pengusaha garment ini masih mengajar di fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jadi profesinya, bertumpuk: ya pengusaha garment, ya dokter- spesialis, ya dosen sekaligus profesor.
Ketika itu dia berceritera tentang pengalamannya, menguji seorang calon dokter asli dari Jakarta. Segala kemampuan akademik kedokteran memenuhi syarat. Namun profesor yang ketemu saya itu tidak akan meluluskan mahasiswa yang diujinya tersebut. Dia bilang, "Sampai kapanpun saya tidak akan meluluskan mahasiswa ini untuk jadi dokter..!" Apa pasal persoalannya ? Dia mengatakan, "Moralitas kedokterannya !". Seorang dekan lain, sudah berusaha melobi profesor tersebut agar meluluskan si mahasiswa, tetapi dia tidak bergeming. Tetap pada prinsipnya. Berkali-kali dia mengatakan, "Bagaimana saya harus meluluskan seorang calon dokter dengan moralitas seperti itu. ?!, Tidak punya etika kedokteran, etika medis." .
Usut-punya usut, dalam suatu yudisium wawancara, ketika disodori pertanyaan, mana yang harus lebih dahulu diutamakan, kepentingan pasien atau kepentingan produsen obat yang notabene kerap membantu fasilitas para dokter, si mahasiswa menjawab, "Si produsen obat."
Sampai sekarang si mahasiswa belum lulus-lulus. Dan nampaknya tidak akan lulus. Saya tidak kenal si mahasiswa itu. Seandainya saya seorang malaikat, dia akan saya beritahu, kekeranganmu ada pada soal etika medis. Dus, kekurangannya dlm hal moralitas, dalam hal etika, dalam hal integritas pribadi. Di sini nampaknya faktor religi, internalisasi nilai, keagaamaan punya peranannya.
Wasalam:
- agt. agung pr -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar