Syalom, berkah Dalem, rahayu-rahayu-rahayu.
Selamat jumpa lagi para Romo & para pemerhati Keuskupan. Purwokerto. Selamat ulang tahun bagi yang baru saja merayakannya. Selamat datang, bagi beberapa rekan yang baru saja kulanuwun.
Saya sharingkan lagi cerita ringan dari saya. Remah-remah kehidupan, semoga ada nilainya.
Akhir Agustus menuju September, saya mulai menyusuri stasi-stasi, Patikraja, Kebasen dan Kaliwedi. Berbekal pengertian konsep pastoral pedesaan, saya upayakan mendengar isu-isu persoalan umat dan masyarakat pedesaan: pertanian, ketenagakerjaan, kerusakan lingkungan, serta iman.
Majalah hidup, beberapa tahun yang lalu mengulas tentang gedung kapel Stasi Kaliwedi. Karena diprotes oleh sekelompok orang, pembangunan itu sempat terhenti. Memang demikian halnya. Namun gedung kapel ini, sekarang sudah bisa dipakai. Sementara waktu ini frekwensi pertemuan umat dicoba ditambah. Umat menjadi senang dengan terbangunnya tempat ibadah itu, Yang kurang, IMB-nya belum turun-turun. Ketua stasi sudah berulang kali ke instansi terkait, termasuk menghubungi Bupati, belum ada hasilnya.
Dalam penelusuran dinamika stasi ini, ternyata peristiwa penolakan pembangunan gedung gereja, bukan ulah masyarakat setempat. Melainkan dikompori oleh provokator, yang nota bene orang luar daerah. Ada dua provokator berperan. Seorang pengusaha jamu. Seorang lagi, oknum mantan lurah. Keduanya, sekarang tersandung jerat hukum. Usahawan jamu terjerat kasus jamu illegal, dengan BKO (bahan kimia obat). Mantan kades, tersangkut soal raskin (beras miskin). Keduanya, sempat masuk hotel prodeo.
Menurut kesaksian-kesaksian umat, warga sekitar sebenarnya tidak mempersoalkan keberadaan gedung gereja tersebut. Sosialitas keagamaan jadi rusak karena ulah provokator. Harmoni keagamaan sekarang mulai pelan-pelan terbangun lagi. Yang unik adalah, peristiwa pembangunan mesjid. Belum lama umat dekat dengan Kapel Kaliwedi membangun mesjid. Yang dipilih sebagai bendahara pembangunan mesjid itu justru seorang katolik. Rak malah kuwalik-walik.
Hal ini sesuatu yang membanggakan. Orang katolik masih mendapat tempat di kalangan masyarakat. Juga sumur Pak Parto, si ketua stasi, digunakan airnya untuk banyak orang. Ketika mereka mau nyumbang uang, Pak Parto tidak mau.
Jadi, peran sebagai garam sebagaimana diamanatkan Injil, masih terasa di umat. Mereka masih jadi garam dunia, Tidak justru digarami oleh dunia.
Terimakasih. Wasalam:
- agt. agung pr. -
NB: Rm Teguh, kemaren saya lihat di desa ada serombongan anak pada rebutan gitar. Apakah di PSE/APP dimungkinkan dana untuk pengadaan gitar bagi anak-anak pedesaan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar