Dalam evaluasi DPP, Dekenat tengah, Rabu lalu, antara lain dievaluasi, sejauh mana nilai 'Solidaritas' sudah menjadi semangat hidup umat beriman. Ada berbagai ragam pengalaman disampaikan. Ada yang berupa gerakan 'semen'-nisasi rumah umat yang masih berlantai tanah. Ada bantuan modal usaha jok. Ada bantuan pemasangan listrik. Ada ini, ada itu, dsb-dsb.
Solidaritas, ada dalam dua tataran. Pertama tataran promosi. Kedua, tataran aksi. Yang aksi inilah, yang kerap tak mudah. Butuh energi, waktu, dan biaya. Namun nilai 'solidaritas' bagaimanapun dan di manapun mesti diupayakan realisasinya. Karena itulah aliran dari ajaran gereja. Allah, yang adalah kasih mesti mengalir dalam tindakan real.
Seorang tokoh masyarakat, dalam berbagai bicaranya, mempersepsi, bahwa tindakan amal kasih orang-orang kristen, adalah gerakan kristenisasi. Itu tak betul. Peng-udud '76 seorang katolik, selama jadi katolik tak pernah ber-pemahaman begitu. Seorang aktivis kemasyarakatan lain, cerita, dirinya ketika sedang makan siang, tak bisa menikmati nasi dan lauk yang disantapnya, ketika tetangga di sebelahnya, anak-anaknya menangis kurang makan. Maka dihampirinya, tetangga sebelah. Diajaknya makan. Sesudah itu, dia baru bisa makan siang, dengan sewajarnya.
Tindakan amal kasih adalah tindakan hakiki antar manusia. Semua orang wajib hukumnya. Semua orang dari segala latar-belakang, mesti meng-usaha-kan nilai itu.
Seorang katolik, sudah pada hakekatnya berbuat amal-kasih, amal-solidaritas. Jika tidak demikian, maka malah dipertanyakan kekatolikannya. Jadi ada titik-temu antara katolik dengan bukan katolik. Titik temunya, dalam perbuatan amal-soleh.
1. Di genthawangi, remaja-remaja SMP, pada sukarela mempersiapkan peralatan ekaristi: Piala, roti, anggur, corporal, dsb-dsb. Juga membersihkan lantai. Tanpa disuruh. Sebuah kegiatan solidaritas.
2. Di Kebon-dalem, selatan Pasar Sari Mulyo, seorang cacat jadi gelandangan. Tidurnya di kuburan. Kakinya cacat, maka untuk jalanpun harus dengan tongkat teken, tertatih-tatih. Untuk urus dirinya sendiri sudah amat repot. Memang, bisanya hanya jadi pengemis, dengan meletakkan kaleng dikalungkan di dadanya. Yang menarik, celana, pakaian, dan sarung yang dia pakai, yang ngurusi adalah orang-orang pasar. Mereka menggantinya, jika sudah kumal. Mencucinya, dsb. Orang-orang pasar itu, adalah para pemulung, tukang sampah, bakoel wedang, tukang potong ayam. Sebuah tindakan solidaritas.
Prinsip solidaritas, adalah, 'Yang kuat' membantu yang 'lemah'. Apakah ini kristenisasi ? Bukan, tentu saja.
Mari ber-solidaritas
Syalom. Wilujeng. Rahayu.
Wasalam:
-agung pypm-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar