Sabtu, Juni 20, 2009

Yesus Kretus II

Birds collection
Pengadegan, adalah sebuah wilayah perbatasan antara Kab. Banyumas dengan Cilacap. Kontur tanahnya, bergunung-gunung, semi kapur. Mau dikatakan subur, tidak. Dikatakan gersang, juga tak begitu. Namun banyak warga yang masih hidup dalam level garis kemiskinan. Termasuk di antaranya, beberapa warga katolik.

Suatu pagi, Kijang dinas hijau, meluncur ke daerah tersebut, untuk menjumpai seorang umat, yang pernah diikutkan kursus UKM, pertanian organik, & jamur di Salatiga. Sampai di rumahnya, yang terjumpai mamaknya. Dalam pertemuan model anjangsana-nan, banyak kisah dan cerita dinarasikan olehnya. Yang aktual, adalah kisah anaknya ikut kerja, ngode di tempat seorang juragan hotel di kawasan pangandaran. Sebut saja juragan hotel itu bernama Pak Dul.

Pak Dul, semula berpenghayatan agama asli. Di Ka-Te-pe-nya tercantuma agama......(mayoritas), karena ketika dia dapat Ka-te-pe itu, tak ada kolom agama, yang boleh bertuliskan 'agama asli'. Dalam perjalanan hidupnya, Pak Dul senang berpuasa, matiraga, dan berdoa. Nenepi, wungon, tapa, tahajud, semedi adalah model-model doa rohaniah yang biasa dijalankannya. Yang dia cari adalah bisa menghayati hidup sejati.

Karena rumahnya, dekat pantai, kerap ia bermenung, bersemedi dengan memandang, menatap laut. Suatu kesempatan, dia berusaha wungon, 40 hari sebisa mungkin tak tidur. Dalam masa askese, matiraga itu, di sesi menjelang akhir dia mengalami kejadian yang tidak biasa. Atau malah luar biasa. Suatu malam, dia berdoa dengan menghadap laut yang gelap. Ketika berkonsentrasi memperhatikan ombak air yang berdeburan, naik-turun, tiba-tiba di atas air kelihatanlah olehnya, sesosok pria berambut panjang, berjubah putih. Secara detail diperhatikan, semakin heranlah batinnya, sosok pribadi yang dia amati itu ternyata persis figur orang yang menjadi sesembahan orang Katolik. Sosok pribadi itu amat mengesan bagi diri Pak dul. Sesudah pengalaman pribadi itu, dia kerap mengunjungi Gereja, untuk men-cocok-kan, sosok orang yang pernah dilihatnya, dengan sosok-pribadi yang kepadaNya orang katolik berdoa. Doa-doa diarahkannya, pada figur-pribadi yang pernah dilihatnya di pantai, di atas air ombak. Batinnya merasa cocok dengan sosok pribadi itu. Apalagi dikuatkan terus oleh sabda-sabda yang selalu dibacakan di sana, di gereja. Dan sabda itu, kemudian diketahuinya, adalah sabda, firman, ajaran dari sosok orang yang pernah mem-tampak-i-nya di pantai. Itulah firman, ajaran "Yesus Kretus', menurut ucapan 'Sang mamak', seorang umat di Pengadegan. "Pak Dul ikut katolik, karena melihat 'Yesus Kretus' di pantai", katanya.

Ajaran yang demikian membekas pada Pak Dul, adalah bagian yang menekankan kepedulian pada sesama, terutama sesama yang menderita. Karena itu, Pak Dul, sesudah berkecukupan, selalu memberikan bagian keberhasilan usahanya untuk bantu sesama yang berkekurangan. Di ambilnya karyawan-karyawan, dididiknya jadi orang mapan. Didirikan pula rumah-rumah di daerah terpencil, dengan maksud agar akses ke daerah tersebut menjadi terbuka. Dari itu dia berharap, daerah yang tertinggal, bisa jadi maju.

Kebetulan, Gereja Keuskupan Purwokerto sedang getol mengajak umat mengadakan program 'Gerah', Gerakan Seratus Rupiah. Inti dari gerakan itu adalah nilai 'Solidaritas'. Solidaritas untuk sesama, terutama yang belum sejahtera. Pak Dul, ternyata sudah meng-amal-kan nilai 'Solidaritas' itu. Malah, ketika program itu belum dicanangkan. Selamat, profisiat buat Pak Dul. Sudah menemukan hidup-sejati.

Selamat ber-Solidaritas. Untuk menyusul Pak Dul.

Syalom. Wilujeng. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Ini kisah No. 2 yang paling saya suka setelah cerita Yesus Kretus No. 1. Minta ijin untuk saya sharingkan kepada umat Katolik Indonesia di Korea ya romo............Terima kasih dan salam !