Jumat, Juni 26, 2009

Jum'at Kliwonan, dapet-nya 'thuyul'

Selasa minggu lalu, adalah 'malem Selasa kliwon'. Jum'at minggu ini, adalah juga 'malem jum'at kliwon'. Waktu-waktu demikian, bagi para pedagang pantura, antara Tegal - Batang, merupakan saat-saat sakral. Banyak di antara mereka pada libur. Demikian juga di kawasan pantai selatan. Saat-saat sakral diisi dengan kegiatan kerohanian. Banyak yang melakukan tirakatan di tempat-tempat tertentu. Juga tak terkecuali di daerah Purwokerto, banyak orang masih menghayati saat-saat demikian untuk memberi perhatian pada alam kerohanian.

Tak ketinggalan, Paroki Katedral Kristus raja mengadakan pula malam tirakatan, 'Jum'at kliwonan'. Beberapa stasi juga menyelenggarakan hal yang sama. Stasi Genthawangi, mengadakan malem-Jum'at-kliwonan, dengan mengadakan misa malam. Stasi Ajibarang, mengadakan misa pas saat Jumat kliwon dengan memakai bahasa Jawa-Banyumasan. Kebetulan saat itu jadwal misa harian. Bertepatan dengan malam jumat kliwonan.

Sebelumnya, Stasi Wangon juga mengadakan doa malam tirakatan 'Malem Selasa Kliwonan'. Diadakan misa di depan Gua Maria. Waktunya malam, jam tuju-an. Dipakai liturgi jawa. Homilinya, jawa banyumasan. Demikian juga tema homilinya. Dibuat ajakan para umat melihat tentang hakekat manusia, pria dan wanita. Dunia. Juga alam sekitar, ruang, waktu. Dan mengapa ada jumat kliwon. Apa maksudnya. Diangkat juga hal faham jawa, tentang dunia-ciptaan. Tak ketinggalan, tentang ciptaan tak kasat mata, alias lelembut.

Dunia lelembut, adalah dunia lembut. Kecil, bahkan lebih kecil daripada rambut. Termasuk di situ, jin, dhemit, thuyul, gendruwo, wedon, kuntilanak, banaspati, dsb. Untuk itu, dibuka, dibacakan buku pendukung. Yang dipakai ketika itu, adalah buku tentang 'paranormal', terbitan 'Nusatama Yogyakarta'. Salah satu bab, cerita-cerita tentang pengalaman meng-alami thuyul-thuyul. Rupanya, tema kecil ini yang banyak menarik perhatian. Sehingga buku, yang memuat tentang thuyul-pun, dipinjam oleh umat-umat. Saat ini belum kembali. Ternyata, sudah dipinjam, berganti tangan. Dari tangan satu ke tangan yang lain. Banyak orang yang ingin tahu tentang 'thuyul'.

Sistem Hitungan hari, Pon-Wage-Kliwon-Legi-Pahing, adalah sebuah ke-arif-an lokal. Hasil 'budi' dan 'daya' lokal. Menjadi sebuah butir-butir kebudayaan. Sekarang masih dipakai, sekarang masih dimaknai. Sekarang masih di-hayat-i. Gereja, akan mendarat, dirasakan keramahannya, bagi masyarakat, jika memperhatikan ke-arifan-ke-arifan lokal.

Selamat, menjadi arif. Juga secara lokal.
Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-