Masing-masing agama mempunyai titik-titik ke-khas-san-nya. Ke-khas-an inilah yang menjadi daya tarik bagi orang yang melihatnya. Dan lalu, ada yang kemudian memberanikan diri menjadi pemeluknya. Atau sekurang-kurangnya, lalu menjadi hormat terhadap ajaran sebuah agama.
Nilai khas dalam ajaran Katolik, antara lain tentang perkawinan. Perkawinan katolik, adalah sakramen. Artinya, tanda & sarana Allah menyelamatkan manusia. Dalam pernikahan model sakramen, yang terlibat tidak hanya dua pihak, melainkan tiga pihak. Pertama, pria. Kedua, wanita. Ketiga Tuhan Allah. 'Tuhan-Allah'-lah yang menyatukan pria & wanita, menjadi satu, sebagai suami-istri. Kitab Suci Katolik menyatakan, 'Apa yang disatukan Allah, tak boleh diceraikan manusia'. Inilah salah satu ajaran katolik, yang levelnya berbobot sebagai dogma.
Berangkat dari ajaran inilah, mengalir ketentuan dalam Gereja Katolik, bahwa perkawinan bersifat monogam & tak terceraikan. Monogam berbeda dengan setereogam. Stereo--biasa dipakai dalam tata suara audio--berarti bercabang dua. Terpisah. Mono, berarti satu. Tak ada cabang. Tak mendua. Perkawinan katolik, bersifat mono. Monogami. Bukan poligami.
Dan juga tak terceraikan, karena pernikahan adalah penyelenggaraan ilahi. Allah sendiri terlibat di dalamnya. Karena keterlibatan Allah inilah, maka tak dikenal yang namanya 'perceraian'. Inilah segi minus, namun lalu jadi nilai plus perkawinan katolik.
Di sebelah selatan Kota Slawi, terdapat sebuah warung makan. Truk-truk 'SJ' dari Magelang, biasa transit di warung ini. Para crew, sopir-kernet pada istirahat, makan-minum, mck. Relasi para crew dengan pemilik warung, sudah seperti keluarga. Pemiliknya, adalah seorang Ibut tua. Dia mengelola warung makan, dibantu oleh dua menantunya. Dua cucu, juga meramaikan suasana warung makan sederhana itu.
Suatu kesempatan, salah seorang menantu cerita tentang salahsatu crew mobil truk, yang agak lama tak kelihatan. Sebut saja namanya 'Si-Dul'. Didiskusikan oleh mereka bertiga, bahwa perkawinan Si-Dul, tak lancar. Tak lancarnya, karena beda agama. Ternyata pula, calon mempelai pria berstatus sebagai duda. Kebetulan agamanya kristen-protestan. Si-Dul, sudah cerai, dan mau menikah lagi.
Menantu pertama, mengatakan bahwa pernikahan 'Si-Dul', tak bisa dilangsungkan. Alasannya, agama kristen tak membolehkan 'cerai'.
Menantu kedua, menimpali, bahwa pernikahan 'Si-Dul', bisa dilangsungkan, karena sudah ditentukan tempat dan waktunya.
Diceritakan, orangtua si Dul, penganut muslim, maka tak mempersoalkannya. Agama orangtuanya membolehkan perceraian Si-Dul dengan istri pertama.
Diskusi bertemakan 'pernikahan' ramai. Masing-masing menurut argumennya.
Di tengah-tengah diskusi, Si Ibu tua, mengutarakan pengertiannya, 'Kanggone Islam ta, cerai entuk-entuk baen. Kanggone Kristen ta, jere cerai ya bisa. Sak ngertine inyong, sing paling kenceng kuwi Katolik. Ora bisa pegatan. Nganti mati pisan..!'
Gema kekatolikan, terdengar di sebuah warung makan kecil, pinggir jalan. Menjadi sebuah pengertian: 'Sing paling kenceng kuwi katolik'. Tentu dalam hal perkawinan. Yakni bersifat monogam & tak terceraikan. Inilah ketatnya agama katolik dalam hal moral. Moral perkawinan. Yang menjadi keunggulannya. Keunggulan ajaran tentunya.
Selamat menghayati ajaran perkawinan, yang 'monogam & tak terceraikan'.
Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-
Selasa, Juni 02, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar