Rabu, Juni 24, 2009

Mie Ayam

Seorang umat di daerah minus, Pengadegan, tepatnya, ingin menjadikan 'plus' hidup ekonomi keluarganya. Lalu diputarlah otak, berusaha. Dibukanya sebuah warung 'mie ayam'. Posisinya di pinggir jalan desa, persis di depan rumah emaknya. Perlengkapan yang tentu tak ketinggalan adalah gerobak mie ayam. Dipelajari dan dikuasainya meracik bumbu mie-ayam. Dengan maksud agar rasanya enak, harga terjangkau dan tentu saja lalu laris. Harapannya, rezeki cair terus.

Apa yang di angan, ternyata jadi kenyataan. Begitu dibuka, warung mie ayam laris. Dari hari ke hari, laris manis. Diakui banyak orang, rasanya memang enak. Warung mie-ayam, menjadi besar dan bisa jadi tumpuan ekonomi, itulah harapan yang dibayangkan.

Namun sayang, enaknya mie ayam, tak seenak sikap dan reaksi orang. Terutama orang yang tak suka. Ada saja orang yang tak suka keberhasilan orang lain.

Kebetulan, yang buka usaha seorang beriman kristen. Tak sembarang kristen. Melainkan kristen-katolik. Tak sembarang katolik, melainkan katolik-roma. Dari sejarahnya, pemeluk kristen aliran ini, kerap tak disukai orang. Bukan karena buruk tabiatnya, melainkan karena baik kinerjanya. Itu biasanya lho !.

Ternyata sejarah macam itu ber-ulang. Ada tetangga, yang tak senang dengan usaha mie ayam yang berkembang itu. Rasa 'tak-senang' itu, tak hanya disimpan dalam hati oleh si tetangga. Melainkan dipraktekannya. Agama kristen yang dipelulk si pemilik warung mie ayam, digunakannya untuk menghancurkan usaha. Diceritakannya, pada orang-orang sekitar, baik sedesa maupun luar desa, disarankan agar jangan beli mie ayam yang enak itu. Alasannya, satu, mie ayam itu, 'mie ayam kristen'. Jangan beli yang dari kristen-kristen itu. Dus jadilah si tetangga, sebagai penggosip. Tak hanya penggosip, malainkan malah jadi provokator. Memprovokasi, supaya orang tak beli mie ayam.

Efek buruk dari provokasi itu, ternyata mandi bin mujarab. Lama kelamaan, warung mie ayam di pinggir desa makin sepi. Lama kelamaan pula, pengeluaran dengan pendapatan, jadi tak imbang. Pendapatan, selalu jadi lebih kecil. Akhir di kata, warung mie-ayam-pun terpaksa ditutup.

Umat si pemilik warung mie ayam, sudah tahu mengapa jadi begini. Salah satu saudaranya memberitahu, perihal kegiatan sabotase, oleh si tetangga itu. Maka dia tak kaget. Hanya lalu satu yang bisa dilakukannnya, 'Ngelus dha-dha'. Kok, ya, ada, manusia macam itu. Tentu saja, dia juga berdoa. Mendoakan si tetangga, yang bikin petaka. Hatinya prihatin. Perih dalam batin. Prihatin dengan keadaan.

Keprihatinan umat pemilik warung mie-ayam, ternyata ber-efek. Tak tahu apakah karya Tuhan yang mahakuasa, atau siapa. Yang jelas, dalam perkembangannya, si tetangga yang provokator--yang ajak orang agar tak beli mie ayam kristen--, tiba-tiba rumahnya disita bank. Salah satu anggota keluarganya, diam-diam memakai sertifikat rumah, untuk agunan bank, guna dapat kredit. Dan ternyata, kreditnya 'macet'. Kini si tetangga, hidupnya terlunta-lunta. Rumah tak punya, harus ngindung pada rumah tetangga. Tentu saja yang sedang 'kosong'.

a. Orang beragama kristen katolik, kerap dipersulit. Namun, di belakang kesulitan, kerap pula muncul 'rahmat', dan berkat tak terduga.
b. Di belakang agama katolik, ada Yesus Kristus. Siapapun tahu, siapa Dia. Allah yang menjelma jadi manusia. Mempermainkan agama katolik, mempermainkan pula 'Dia', yang menjelma jadi manusia.
c. Orang jawa kerap bilang, 'Gusti Allah ora sare..........'
d. Di belakang agama, ada Tuhan, yang kepadanya orang ber-iman. Mempermainkan agama, sama saja mem-permainkan Tuhan. Bisa fatal, bermain-main dengan agama.

Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Tidak ada komentar: