Minggu 12 April esok, hari Paskah. Tri hari suci, menjelang Paskah, adalah saat-saat merenung, Yesus yang dihukum salib, karena dikhianati muridnya sendiri, Yudas Iskariot. Memang pengkhianatan, tak hanya menjadikan hati jengkel, tapi juga banyak hal jadi kacau-balau, tidak karu-karuan. Maka, tak mengherankan jika ada pepatah, 'fitnah, lebih kejam daripada pembunuhan'. Pembunuhan, tak berarti musti pembunuhan nyawa, bisa juga pembunuhan karakter, nama baik, dsb.
1. Dalam Misa malam Paskah, biasanya begitu ramainya. Juga esok paginya, minggu paskah. Peristiwa minggu-paskah mengingatkan saya akan stasi-stasi di Kampung-Laut. Banyak cerita bisa didapat dari sana.
Salah satunya tentang kepemimpinan stasi. Pernah ada seorang pengurus stasi, yang masa kepemimpinannya sampai 17 tahun. Tak pernah ganti. Dan tak rela jika diganti. Namun, atas desakan masa(NB: umat), suatu saat dalam pemilihan, dia tak terpilih lagi. Tersusunlah kepengurusan baru. Kegiatan ini-itu mulai jalan. Namun ternyata, orang-yang tergantikan itu masih memainkan dominasi & kecerdikannya. Memang intelektualitasnya cukup tinggi. Dan ini yang paling menentukan, 'dia punya HP'. Pintar SMS, dan pintar bikin berita. Berita-nyapun bisa dipuntir-puntir sesuai dengan kepentingannya.
Suatu saat, akan diadakan 'Paskahan'. Dengan Misa-Paskah dan makan besar. Direncanakan dengan matang oleh pengurus baru. Namun komunikasi dengan pastor stasi tetap lewat orang bekas ketua stasi itu. Bermodalkan kepercayaan, nampaknya banyak hal terasa tak ada halangan yang ber-arti. Ketika rapat persiapan, terjadi tarik ulur soal waktu, namun nampaknya tak soal serius. Memang, pengurus yang tergantikan juga punya bala & kepentingan. Rasanya, ketika itu bisa diakomodir. Tinggallah menunggu rapat kepastian waktu paskahan.
Dua hari menjelang hari "H", ketua stasi yang tergantikan mengirim kabar via SMS, 'Rm, acara paskahan digeser. Tidak jadi tanggal 10. Diundur, menunggu rapat berikutnya !'. Sampai di sini, OK. Sms terkirim, Sms diterima.'
Beberapa waktu kemudian, ketemu Ketua stasi baru. Dia laporan, bahwa 'Paskahan dilangsungkan tetap tanggal 10. Rm ditunggu-tunggu, tetapi tidak datang'. Demikian kata ketua stasi baru, yang tidak punya HP.' Wah....duh. Kok jadi gini.........!.
Usut, punya usut, ternyata kabar pengunduran acara paskahan, adalah kabar-kabaran, alias palsu. Disengaja oleh ketua lama, agar paskahan kacau. Dan itu terjadi karena ada persaingan. Persaingan menduduki jabatan ketua stasi. Dus betulah, frase, 'Setiap perjuangan, selalu ada Yudas-nya'.
2. Ketika ramai-ramainya kasus Waduk Kedung-Ombo, saya pernah dikit-dikit ikut terlibat. Bersama para mahasiswa relawan, mengirim beras, buku, pakaian pantas pakai, guru mengajar, dsb. kepada penduduk yang rumahnya tenggelam. Dengan naik truk, minibus, & kijang berombongan ke daerah Kab Grobogan. Barang bantuan, diteruskan distribusinya dengan perahu buatan Alm Rm Mangunwijaya. Selama hampir satu minggu, kegiatan jalan lancar. Tapi suatu malam, tiba-tiba kelompok-relawan disergap, digiring oleh aparat. Dikumpulkan di Kecamatan. Di sana ditanyai macem-macem, ini-itu, di-interogasi dengan diwedeni senjata sungguhan. Mumet, ngantuk, kesel, ngelih.
Sesudah di Solo, diadakan rapat darurat, dengan mengundang wartawan. Dalam rapat semi evaluatif itu, terketahui, bahwa peristiwa penangkapan Rm Mangun & relawan mahasiswa, karena ada yang melaporkan ke aparat. Dan yang melaporkan itu, ternyata kawan relawan sendiri. Dia ternyata kagol karena suatu hal.
Dan dalam rapat itu, berkali-kali Rm Mangun memberi semangat pada para mahasiswa dengan mengatakan, 'Setiap perjuangan, selalu ada Yudas-nya....!'. Kadang dalam bahasa Indonesia. Kadang, dalam bahasa Jawa, 'Saben perjuangan, mesthi ana Yudhas-e...! Ning perjuangan kemanusiaan, aja mandheg mung merga Yudhas !'.
3. Antara Prupuk dengan Slawi, terdapat sebuah tempat. Namanya, 'Balapulang'. Ada orang mengatakan, nama itu bermula dari bala-tentara Sultan Agung, yang mau menyerang ke Batavia, gagal tak jadi berangkat meneruskan perjalanan. Terus pulang. Bisa demikian, karena logistik yang sudah dipersiapkan dibakar oleh Kompeni. Kompeni, jadi tahu karena ada mata-mata, biasa disebut antek. Antek kompeni. Dus mengkhianati bala sendiri. Maka, betulah frase yang mengatakan, 'Setiap perjuangan, selalu ada Yudhas-e'.
Betul apa yang dikatakan Rm Mangunwijaya(alm.), ber-ulang-ulang, 'Setiap perjuangan, selalu ada Yudhas-e. Namun perbuatan baik, jangan berhenti hanya karena Yudhas'.
Selamat, berjuang untuk kebaikan, tanpa berhenti hanya karena Yudhas.
Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-
Jumat, April 10, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar