Rabu, April 08, 2009

Gorilya

Menjadi semakin menarik, ketika persoalan petani mulai didiskusikan. Di manakah posisi mereka, dalam lingkaran proses produksi & proses perniagaan pangan. Ternyata, bukan sebagai subyek, melainkan sebagai obyek. Ketika, hasil produksi padi semakin meningkat, ternyata ongkos produksi juga makin naik. Maka, margin keuntungan yang didapat, tetap, atau malah kerap-kali turun. Padahal harga pupuk, insektisida, & sarana penunjangnya, tak pernah turun. Itu saja kadang, barangnya tak ada.

Dalam masa Or-ba, dan juga masih sekarang ini, petani telah tidak menjadi tuan atas benih-benih padi sendiri. Juga tidak bisa menentukan harga gabah, atau beras. Sudah sekian lama terdeteksi, memang ada upaya pembasmian benih-benih padi lokal. Dalam upaya apa, supaya petani tetap tergantung dengan bibit-bibit rekayasa genetik. Nota-bene, benih-benih itu boros terhadap pupuk kimia, & relatif tak tahan terhadap serangan hama. Siapa yang diuntungkan dalam hal ini, produsen pupuk & bibit, produsen insektisida kimiawi. Mereka-mereka adalah pemain-pemain kelas dunia. Laksana Goliat, jika mau disejajarkan dengan gambaran tokoh Kitab-suci.


Siapa tak kenal, Charoen-Pokhand, Pfizer, Basf, dsb. Tak sejajar dan tak sebanding para petani berhadapan dengan mereka. Oleh karena itu, benar & tepatlah, gerakan kembali ke alam yang digalakkan. Pertanian berwawasan lingkungan. Lebih rinci lagi pertanian sehat, dalam bentuk pertanian organik. Kegiatan-kegiatan ini mengarah agar petani menjadi subyek, berhak menentukan bibit padi sendiri, dan bisa menentukan harga hasil tanamannya.

Maka, usaha-usaha, sekecil apapun, yang mengarah ke pertanian ramah lingkungan, bisa dikategorikan sebagai 'gerilya', seperti ketika para pejuang kemerdekaan berjuang melawan pemerintah kolonial. Gerilya melawan siapa. Gerilya melawan Goliat, yang sekarang menjelma dalam perusahaan-perusahaan korporasi, serta para pemain kuat yang men-dominasi hidup para petani. Di sinilah nampaknya, Gereja bisa ambil bagian dalam kegiatan pemberdayaan. Membantu para petani punya 'daya'. Daya agar bisa jadi subyek. Tidak terus menerus jadi alat produksi. Atau obyek penjualan konsumsi.

Dalam kaitan kegiatan pem-berdaya-an, Paroki Kristus-Raja, Katedral Purwokerto, beberapa kali sudah mengirim para petaninya, untuk kursus pertanian. Baik ke KPTT Salatiga, maupun ke Lembah Hijau. Tak hanya yang katolik, yang non-katolik juga diikutkan. Sesudah Paskah tahun ini, beberapa petani & aktivis masyarakat, sudah mengutarakan keinginannya, untuk ikut kursus. Dan itu juga mungkin karena ada dana pengembangan. Maka baik, jika tiap paroki meng-alokasikan sebagian dananya, untuk pem-berdaya-an.

Seorang Imam amat senior, berulangkali mengatakan, Gereja akan kuat ber-akar jika, sudah menjangkau kaum tani & nelayan.

Selamat mem-berdaya-kan.
Syalom. Wilujeng. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Tidak ada komentar: