0. Beberapa orang-muda, berbincang-bincang tentang korek-api yang canggih, di cakruk, pinggir jalan. Seorang muda pinjam, tapi tak bisa nyalakan. Cara menyapa rekannya, pakai kata-kata sbb:
- 'Piye kiye, jare canggih, kok ora bisa ngetokna geni ?.'
+ 'Ngene lho tho, carane'. Lalu dicontohi nyalakan korek. Jres, keluar api.
- Tanggapan kawannya, 'O ngono kuwi ta Su. Jebule gampang ya. Bareng teyeng....'.
Tho, kependekan dari 'gentho'. Su, kependekan dari asu. Terjadilah komunikasi antar manusia, model binatang.
- 'Piye kiye, jare canggih, kok ora bisa ngetokna geni ?.'
+ 'Ngene lho tho, carane'. Lalu dicontohi nyalakan korek. Jres, keluar api.
- Tanggapan kawannya, 'O ngono kuwi ta Su. Jebule gampang ya. Bareng teyeng....'.
Tho, kependekan dari 'gentho'. Su, kependekan dari asu. Terjadilah komunikasi antar manusia, model binatang.
1. Kitab Suci minggu ini, mengungkap bagaimana orang biasa pilih posisi duduk. Biasanya, orang pilih yang nyaman. Nyaman, artinya bisa berbeda-beda. Ada yang senang di bagian muka, karena merasa terhormat. Ada pula yang 'sembunyi' di bagian-bagian paling belakang.
Dipesankan dalam perikop, 'yang duduk paling muka, akan nantinya dapat posisi terbelakang. Sebaliknya, yang terbelakang, akan dapat yang paling muka'. Apa maksudnya. Kerap ditafsir, perikop ini sebagai nasehat kerendahan hati. Kalimat lain, 'Jangan ingin dihormati. Jangan cari kehormatan. Kata yang lebih tegas lagi, 'Jangan gila hormat'.
2. Tak ada salahnya, ditafsir demikian. Namun, nasehat injili yang bisa digali secara lain adalah, posisi sebagai tuan rumah. Jika ada orang punya gawe, dia ngundang tamu-tamu. Tamunya aneka ragam, berasal dari berbagai lapisan. Diharapkan, tuan rumah beri tempat kehormatan bagi semua. Jangan pilih-pilih. Tamu yang besar, diberi kehormatan. Tamu yang kecil, juga jangan disepelekan.
3. Inti pesan adalah, menghormati sesama. Tanpa diskriminasi, tanpa pandang-bulu. Tidak membeda-bedakan. Semua sesama, mestinya dipandang sebagai tamu. Bahkan tamu istimewa. Dihormati, artinya diperlakukan secara manusiawi. Inilah maksudnya. Maka pertanyaan kritiknya, 'Sudahkah kita bersikap manusiawi, terhadap sesama-sesama kita. Saudara, tetangga, karyawan, pembantu, anak, istri, dsb-dsb'.
4. Tgl 26 kemaren, adalah peringatan Ibu Teresa, dari kalkuta. Orang kudus yang dapat penghargaan Nobel. Apa yang dihargai pada Ibu Teresa ini. Tidak lain adalah, kegiatannya dalam memanusiakan orang. Para gelandangan, yang sudah sekarat, dirawati agar bisa meninggal, layaknya manusia.
2. Tak ada salahnya, ditafsir demikian. Namun, nasehat injili yang bisa digali secara lain adalah, posisi sebagai tuan rumah. Jika ada orang punya gawe, dia ngundang tamu-tamu. Tamunya aneka ragam, berasal dari berbagai lapisan. Diharapkan, tuan rumah beri tempat kehormatan bagi semua. Jangan pilih-pilih. Tamu yang besar, diberi kehormatan. Tamu yang kecil, juga jangan disepelekan.
3. Inti pesan adalah, menghormati sesama. Tanpa diskriminasi, tanpa pandang-bulu. Tidak membeda-bedakan. Semua sesama, mestinya dipandang sebagai tamu. Bahkan tamu istimewa. Dihormati, artinya diperlakukan secara manusiawi. Inilah maksudnya. Maka pertanyaan kritiknya, 'Sudahkah kita bersikap manusiawi, terhadap sesama-sesama kita. Saudara, tetangga, karyawan, pembantu, anak, istri, dsb-dsb'.
4. Tgl 26 kemaren, adalah peringatan Ibu Teresa, dari kalkuta. Orang kudus yang dapat penghargaan Nobel. Apa yang dihargai pada Ibu Teresa ini. Tidak lain adalah, kegiatannya dalam memanusiakan orang. Para gelandangan, yang sudah sekarat, dirawati agar bisa meninggal, layaknya manusia.
Kita bisa meniru semangat Ibu Teresa. Bersikap secara manusiawi, terhadap sesama. Tidak memandang sebelah mata: Manusia, di-binatang-binatangkan. Diperlakukan seperti benda saja. Laksana alat produksi saja.
Mari kita ambil sikap, hormati sesama, secara manusia.
Syalom. Wilujeng. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung ypm-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar