Sabtu, Maret 27, 2010

Minggu Palma. Sebuah peristiwa politik-kah ?


Orang katolik, tiap kali memperingati, merayakan  peristiwa Minggu Palma.  Jika ditelaah lebih jauh dengan ilmu-illmu, sebenarnya Yesus diarak masa, dielu-elukan dengan daun palma itu, peristiwa politik, ataukah peristiwa iman.
 

1.      Kitab Suci.
Untuk menjawabnya, perlu pakai ilmu hermeneutik.  Dalam ilmu itu, dilihat konteks, waktu, jaman, suasana ketika peristiwa itu terjadi. Jaman Yesus diarak dengan daun palma, situasi rakyat ketika itu, sedang mengharapkan tokoh pembebas. Tokoh yang bisa melepaskan mereka dari belenggu penjajahan kekaisaran romawi. Atau semacam pahlawan-lah.
Kemunculan Yesus di hadapan public, yang kontroversial, mengagumkan, menjadikan dia dijadikan idola oleh rakyat. Mereka berharap, Yesus bisa membebaskan mereka. Harapan itu disebut harapan akan mesias. Sang penyelamat. Dari segi ini, peristiwa Yesus diarak dengan daun-daun palma, bisa disebut peristiwa politik.
 
Jika Kitab-suci dilihat dengan detail, ternyata peristiwa politik itu, digeser oleh Yesus, menjadi peristiwa iman.  Disebut peristiwa iman, karena arak-arakan, yesus dielu-elukan, lalu diadili, lalu disalib, adalah dalam rangka melaksanakan kehendak Allah Bapa. Allah Bapa yang mau menyelamatkan umatnya dari belenggu dosa.  Jadi motif pokok, dari peristiwa yang kita peringati ini, adalah kasih. Allah yang karena kasihnya, menyapa manusia dengan peristiwa Yesus Kristus.


2.      Makna.

      Peristiwa Yesus diarak ini, nampaknya relevan kembali di masa kini. Cocok lagi. Jaman sekarang banyak orang ingin menjadi tokoh. Seseorang yang  jadi tokoh, biasa  dapat yang namanya, pangkat & drajat.  Dalam kepangkatan, kedrajatan, selalu ada penghormatan. Dan ada pula fasiitas penunjang.  Di sini pangkat, jadi penting. Drajat , jadi penting. Status, jadi penting. Dan lalu fasillitas, malah jadi yang memukau. Penghormatan, jadi utama. Malah-malah bahasa masyarakat, menyebut dengan kata keras 'gila hormat'.

Jika Yesus sebagai tokoh, apakah dia punya pangkat. Apakah dia punya drajat. Lalu statusnya, apa. Penghargaannya, apa. Itu-itu semua, tak ada.  Apalagi mahkota.

Dari kacamata iman, mahkotanya, adalah salib. Pangkat-nya adalah kasih. Statusnya,  jadi korban.  Dia, Allah yang mengorbankan diri, sampai mati disalib. Dan itu dilakukannya, karena motifasinya, kasih. Dia merendahkan diri, mengosongkan ke-allah-an-nya. Menjadi manusia biasa, namun,  martabatNya, tetap, ialah Allah.  Inilah keistimewaan Yesus.


3.      Orang katolik, setiap kali minggu palma, mau menimba semangat Yesus itu: Semangat mengorbankan diri. Demi terlaksanya kehendak Bapa pada umatnya. Kehendak Bapa, adalah supaya hidup kita dilandasi semangat kasih. Semangat rendah-hati. Semangat pelayanan.  Semangat berkorban. 

           Semangat korban, kini terasa penting, terasa relevan. Banyak kasus yang sekarang ruwet, akibat dari orang-orang, yang mementingkan diri, dengan mengorbankan orang lain.  Cari untung, cari selamat, cari nikmat, tapi orang lain yang dikambinghitamkan, dikorbankan.
          Mari, kita memperbesar semangat ber-korban. Mengurangi egoisme. Mengurangi menang sendiri. Mengurangi menyalahkan orang-lain. Mengurangi ngrumpi. Mengurangi ngrasani. Mengurangi nggosip. And mengurangi .........

S  Syalom. Wilujeng. Rahayu.
WWasalam: agung pralebda

Tidak ada komentar: