Selasa, April 20, 2010

Senang Lele, Senang Iman

Senin lalu, Kijang Hijau Dinas, ber-tukar-an dengan Mitsubishi-L-3000 Keuskupan. Ditukarkan, dengan maksud agar orang-orang yang berminat & mendaftar bisa ter-angkut. Ada sebelas orang mendaftar untuk mencari kemungkinan, supaya hidup menjadi maju, terutama dalam hal ekonomi. Mereka adalah, dua orang Suster, empat umat katolik, dan enam warga moslem. Satu diantaranya, istri lurah dan bergelar haji.

Keinginan maju, direalisasikan dengan belajar bersama. Tidak belajar mata pelajaran ilmu-bumi, melainkan belajar beternak lele. Bukan lele-dumbo yang sudah biasa,melainkan Lele-lokal yang rasanya istimewa. Gurih, nikmat, sehat.

Jam 06.00 pagi minibus L-300 berangkat, via Kaliwedi, Wangon, menuju Winduaji-Bumiayu. Di Bumiayu, kecuali ngampiri satu pemuda pengembang tanaman jamur, sekaligus melihat gudang pengembangan jamur. Sudah lumayan, meski belum balik modal, namun sudah bisa jual. Harga rata-rata 1 kg Jamur tiram, duabelasaribu.

Dari Winduaji, langsung menuju Pekalongan. Di Pekalongan, begitu datang, sudah disambut oleh orang yang akan men-cerita-i pengalamannya, beternak Lele-lokal. Dipersilahkan rombongan,untuk makan siang dulu. Sesudah itu, duduk bersama, seperti klompencapir, model melingkar. Nara sumber cerita, lalu disambung tanya jawab. Kemudian, praktek langsung melihat lele-lele.

Lele adalah hewan jenis ikan. Jika dikelola, bisa cepat jadi duit. Bisa untuk nopang ekonomi. Ekonomi rumahtangga. Banyak orang sudah berusaha mencobanya. Ada yang berhasil. Ada yang tak berhasil, lalu putus asa, tak ingin lagi usaha ternak ikan-lele. Seneng makannya, tak seneng meliharanya.

Nara sumber, punya pengalaman banyak tentang per-lele-an. Duit, yang dicari banyak orang, mengalir dengan mudah karena jam-terbang pengalamannya yang cukup lama, dalam per-lele-an. Pengalaman itulah yang ditularkan kepada rombongan dari Purwokerto, yang ingin maju hidupnya.

Beberapa nasehat yang disharingkannya a.l. adalah sbb, untuk sukses jadi peternak lele, pertama-tama orang harus senang dulu. Senang dengan lele. Ini kunci utama. Senang melihat lele. Senang merawat lele. Senang makan ikan lele. Senang dapat uang dari lele. Tanpa rasa 'Senang' ini, jangan harap usaha lele bisa berhasil. Rasa senang inilah yang tiap kali memberi semangat. Juga bahkan ketika gagal. Mendengar pengalaman yang berhikmah ini, anggota-anggota rombongan manthuk-manthuk.

Kebetulan, bacaan Kitab-Suci, hari sebelumnya tentang para murid yang, sesudah kebangkitan Yesus, kembali ke profesi semula, jadi nelayan lagi. Mengapa mereka jadi nelayan lagi, menangkap ikan lagi. Nampaknya, karena itulah bidang yang mereka kuasai. Mau tak mau. Gelem ra gelem. Bidang perikanan inilah yang menghidupi para murid, dan lalu juga mereka hidupi. Nampaknya, mereka menyenangi profesi ini. Diluar alasan lain, yang barangkali itulah satu-satunya yang bisa mereka kerjakan.

Bacaan pertama, tentang Stefanus. Karena ajaran Yesus yang dia setiai, Stefanus rela mengalami penganiayaan. Bahkan sampai meregang nyawa. Ini tak mungkin terjadi jika dia tak dihidupi ajaran Yesus, sekaligus juga jika tidak menghidupi ajaran itu. Pendek kata, ajaran Yesus bagi stefanus adalah soal hidup atau mati. Dan, Stefanus memilih mati, demi ajaran itu. Pilihan ini tentu dijatuhkan, karena Stefanus merasakan daya ajaran Yesus. Dan dia menyenangi ajaran Yesus itu. Ajaran yang menguatkan, dan menghidupkan.

Orang beriman-pun rasanya musti senang. Senang punya iman. Senang jadi orang beriman. Bukan sembarang iman. Melainkan iman-katolik.

Tanpa rasa senang, juga dalam beriman, hidup beragama serasa sebagai beban.

Selamat 'Senang', dalam beriman.

Syalom. Wilujeng. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

NB: Terimakasih untuk 'Nara Sumber' per-lele-an, Rm Mardi Usmanto.

Tidak ada komentar: