Sebelum hari natal, didahului masa adven. Adven, dari khasanah bahasa Latin juga, 'adventus'. Artinya, kedatangan.
Jadi masa adven, dimaksudkan sebagai masa mempersiapkan kedatangan.
Yang datang adalah 'Sang Penebus', Yesus Kristus. Dia datang lewat peristiwa kelahiran. Lahir sebagai jabang bayi. Lahirnya, diperingati sebagai hari Natal.
Kerap ada keluhan, kenapa ya, kok Natal rasanya gini-gini saja. Monoton. Sama dengan tahun lalu.
1. Di bagian dari wilayah Kampung Laut, suatu kali diadakan perayaan Natal, secara special. Ekaristi, dilanjutkan dengan makan-makan. Juga makan nasi. Daerah tersebut, yang namanya air, agak susah. Posisi wilayahnya, di muara-muara sungai. Dibilang pedesaan, iya. Dibilang, daerah minus, juga bisa iya.
Karena akan ada pesta natal, dengan makan nasi, maka ibu-ibu pada bersiap-siap. Satu hari sebelumnya sudah nyediakan ini-itu. Malam harinya ngebut, nglembur masak ini-itu, agar habis ekaristi, jam 11-an, sudah siap santap. Sampai-sampai beberapa ibu, tidurnya amat minim. Kelelahan.
Karena kurang tidur & kelelahan, ketika ikut ekaristi, wajahnya muram. Wajah orang capai. Mukanya, seperti orang yang baru murung. Mukamurung. Akibatnya, keikutsertaan dalam ekaristi malah tak optimal, tak seperti hari biasanya. Dus perayaan natal, malah melahirkan 'mukamurung'. Mudah emosi, mudah marah.
2. Di bagian wilayah lain, pada kesempatan lain, juga pernah diadakan perayaan natal. Rapat-rapat dilakukan. Persiapan, dimatangkan. Jadwal, ditetapkan. Akhirnya menjadi kesepakatan.
Namun, dua hari menjelang hari 'H'. Ada laporan kepada pengudud '76, bahwa acara dibatalkan, diundur lain waktu, sesudah rapat terakhir. Karena ada anggota umat yang sedang punya hajad.
Ketika hari unduran tiba, peng-udud '76 datang ke lokasi. Ternyata tak ada acara istimewa. Yang ada malah laporan komplain, kenapa hari 'H' tak datang.
Setelah ekaristi, lalu diadakan rapat kecil evaluasi. Dari evaluasi terketahui, bahwa ada mantan pengurus yang sakit hati. Sebenarnya tak mau diganti, tetap ingin duduk sebagai ketua stasi. Karena dia pintar & punya HP, lalu romonya diapusi. Umat-umat lainnya juga diapusi. Dus natal malah melahirkan tindakan ngapusi. Tak hanya itu, juga sakit hati.
Natal, adalah saat sakral. Bukan karena ada sinar kilat yang melesat dari langit. Bukan pula karena ada penampakan istimewa, yang heboh & spektakuler. Bukan karena seperti ada durian jatuh, orang dapat nomer lotre, hadiah puting beliung. Bukan pula karena ada menara natal yang begitu tinggi.
Kesakralan natal, disebabkan di belakang perayaan itu ada makna. Maknanya, adalah Firman, menjadi daging. Sabda menjadi manusia. Peristiwa inkarnasi. Allah mengosongkan diri, turun jadi manusia sejati. Merendahkan diri. Dan itu terjadi, karena 'Sang Dia', yang mengasihi. Mengasihi manusia, demi keselamatannya. Terbebas dari belenggu dosa.
Secara waktu, natal adalah saat biasa saja. Yang tidak biasa, natal adalah saat, kesempatan, manusia me-nge-set ulang hidupnya. Hidup harus di-set ulang, dikonstruksi lagi, dimaknai lagi, bahwa Allah mencintai umatnya terus menerus. Maka hidup riilpun harus distandartkan pada cinta ilahi. Kalau begini, natal mestinya merupakan saat lahir kembali setiap manusia, jadi manusia baru. Natal bukan kelahiran 'mukamurung'. Bukan pula kelahiran 'perbuatan ngapusi' dan bukan kelahiran 'sakit hati'.
Selamat hari Natal.
Maap lahir & batin.
Syalom. Wilujeng. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-