Seorang
Pro-diakon paroki menangis !? Tentulah menimbulkan tandatanya, mengapa
dan kenapa. Apakah merasa pelayanannya pada umat tak diterima. Apakah
diprotes, gara-gara kalimatnya menyinggung umat yang lain, ketika
memimpin pendalaman iman ?
Seorang
prodiakon stasi, bagian dari Paroki Batang, rajin dalam menjalankan
tugas: membantu imam membagi komuni, mengirim orang sakit, mengajar
agama, mimpin pendalaman iman. Juga jika kunjungan romo, dia selalu
ikut serta. Dalam kesehariannya, salah satu kegiatan menopang
penghasilan adalah bertani. Suatu hari juga dikembangkannya dengan
beternak. Selama beberapa hari dibuatnya kandang. Deperuntukkan kandang
itu memelihara wedus. Sebuah investasi orang-orang desa, sebagai
celengan.
Suatu
hari dibelinya dua ekor wedus. Tentu saja sesudah kandang itu siap
dihuni. Tak kurang seekor harganya, tujuhratus ribu rupiah. Pagi hari
didapatkannya dua wedus. Diantarkannya oleh si penjual. Besar harapan
Bapak Prodiakon itu dapat untung. Jika gemuk, nanti harganya tinggi.
Dan jika beranak, berarti tabungannya tambah.
Tapi,
itulah harapan. Kenyataan, di luar dugaan. Sore hari sesudah mencari
rumput, didapatinya wedus yang seekor mati. Padahal baru paginya
datang. Kagetlah ia. Tak hanya itu, menjadi delog-delog. Tak bisa
banyak omong, mulutnya. Batinnya jadi tertekan. Tak hanya satu, atau
dua jam, melainkan dua hari. Malah sempat meneteskan air mata, alias
menangis. Menangis, karena wedusnya yang baru datang, mati tiba-tiba.
Tetangga,
dan umat selingkungan, sebagian datang, bertanya dan menghibur, serta
membantu mencari tahu, apa penyebab wedus itu mati. Seorang warga
lingkungan, berpengalaman dalam hal beternak. Dia melihat gejala, dan
tanda-tanda pada wedus yang mati itu. Si tetangga memberi kesimpulan
sebagai temuan, wedus itu mati karena dientup model. Jadi kena racun
hewan yang mirip laba-laba.
Di
balik kesedihan Pak Prodiakon, ada keriangan di anak-anak muda. Wedus
yang mati itu harus segera ditangani. Karena racunnya tidak mematikan
manusia, maka disembelihlah wedus itu untuk dimasak, menjadi gulai
kambing. Jadilah malam itu pesta dadakan bagi umat selingkungan.
Imam,
diakon, pro-diakon adalah pelayan Sabda Tuhan, dan pelayan sakramen.
Bagaimanapun masih manusia, punya hati, punya rasa. Maka wajar jika
bisa terharu, bisa meneteskan air-mata. Itulah bagian-bagian hidup.
Yang musti dijalani. Selamat menjadi pro-diakon.
Wasalam. Wilujeng. Rahayu.
-agung ypm-
dari pantura
NB: Model = Hewan melata, disebut juga Kala-Jengking. Jika ngentop dengan njengking.
disebut juga Kala-Mentel. Karena
kalau jalan menthel-menthel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar