Minggu, Juni 10, 2012

Tangisan Pro-Diakon

Seorang Pro-diakon paroki menangis !? Tentulah menimbulkan tandatanya, mengapa dan kenapa. Apakah merasa pelayanannya pada umat tak diterima. Apakah diprotes, gara-gara kalimatnya menyinggung umat yang lain, ketika memimpin pendalaman iman ?

Seorang prodiakon stasi, bagian dari Paroki Batang, rajin dalam menjalankan tugas: membantu imam membagi komuni, mengirim orang sakit, mengajar agama, mimpin pendalaman iman. Juga jika kunjungan romo, dia selalu ikut serta. Dalam kesehariannya, salah satu kegiatan menopang penghasilan adalah bertani. Suatu hari juga dikembangkannya dengan beternak. Selama beberapa hari dibuatnya kandang. Deperuntukkan kandang itu memelihara wedus. Sebuah investasi orang-orang desa, sebagai celengan.

Suatu hari dibelinya dua ekor wedus. Tentu saja sesudah kandang itu siap dihuni. Tak kurang seekor harganya, tujuhratus ribu rupiah. Pagi hari didapatkannya dua wedus. Diantarkannya oleh si penjual. Besar harapan Bapak Prodiakon itu dapat untung. Jika gemuk, nanti harganya tinggi. Dan jika beranak, berarti tabungannya tambah.

Tapi, itulah harapan. Kenyataan, di luar dugaan. Sore hari sesudah mencari rumput, didapatinya wedus yang seekor mati. Padahal baru paginya datang. Kagetlah ia. Tak hanya itu, menjadi delog-delog. Tak bisa banyak omong, mulutnya. Batinnya jadi tertekan. Tak hanya satu, atau dua jam, melainkan dua hari. Malah sempat meneteskan air mata, alias menangis. Menangis, karena wedusnya yang baru datang, mati tiba-tiba.

Tetangga, dan umat selingkungan, sebagian datang, bertanya dan menghibur, serta membantu mencari tahu, apa penyebab wedus itu mati. Seorang warga lingkungan, berpengalaman dalam hal beternak. Dia melihat gejala, dan tanda-tanda pada wedus yang mati itu. Si tetangga memberi kesimpulan sebagai temuan, wedus itu mati karena dientup model. Jadi kena racun hewan yang mirip laba-laba.

Di balik kesedihan Pak Prodiakon, ada keriangan di anak-anak muda. Wedus yang mati itu harus segera ditangani. Karena racunnya tidak mematikan manusia, maka disembelihlah wedus itu untuk dimasak, menjadi gulai kambing. Jadilah malam itu pesta dadakan bagi umat selingkungan.

Imam, diakon, pro-diakon adalah pelayan Sabda Tuhan, dan pelayan sakramen. Bagaimanapun masih manusia, punya hati, punya rasa. Maka wajar jika bisa terharu, bisa meneteskan air-mata. Itulah bagian-bagian hidup. Yang musti dijalani. Selamat menjadi pro-diakon.

Wasalam. Wilujeng. Rahayu.
-agung ypm-
dari pantura

NB: Model = Hewan melata, disebut juga Kala-Jengking. Jika ngentop dengan njengking.
                                          disebut juga Kala-Mentel. Karena kalau jalan menthel-menthel.

Tidak ada komentar: