Ada sebuah lagu rohani, refrennya begini: "Hari ini, hari ini, harinya Tuhan. Harinya Tuhan. Mari kita .... Dst-dst." Hari ini di Subah--tak tahu-- harinya siapa, karena 5 menit sebelum misa harian dimulai, datang dua orang pria. Keduanya berpakaian necis, mengenakan topi agama. Sebuah topi tanpa kanopi, atau penahan sinar, biasa dipakai oleh orang muslim berdoa, atau kondangan. Mereka agak memaksa bertemu pastor stasi Subah. Ketika ditemui di sakristi, mengajak ke ruang tamu. Ruang tamu tak punya, lalu di garasi. Dengan nada yang tak nyaman, mereka meminta bantuan. Disodorkan sebuah proposal pembangunan mushola RT 2, katanya. Karena jam mulai misa sudah tiba, proposal mau dipel'ajari dulu oleh pastor stasi, untuk kemudian disampaikan pada bendahara. Namun salah satu meminta bernada mendesak, proposal tak usah diberikan bendahara. Untuk pemberian bantuan cukup dari romo saja katanya. Aneh bin ajaib, salah satu bilang, 'Cukup, dari uang saku romo saja..". Spontan, keanehan muncul, darimana orang tak katolik ini, tahu soal uang saku romo, dan ngarani lagi.
Mereka terus mencoba mendesak dibantu, dan harus sore itu juga. Alasannya, nanti malam akan ada rapat laporan penggalangan dana, katanya. Pengudud '76, merasa tak nyaman dengan perilaku kedua orang tersebut. Lalu dengan tegas, mengatakan bahwa proposal akan saya bawa dalam doa di Misa. Mohon petunjuk Tuhan, untuk mengambil keputusan. Atas tanggapan seperti itu, mereka mendesak untuk meminta proposal itu kembali. Terjadilah tarik-ulur. Proposal tetap di tangan pengudud '76, dan diselipkan di Injil. Lalu akan pimpin ekaristi, dan mempersilahkan kedua orang itu ikut misa, jika bersedia.
Mereka tak mau, lalu katanya akan datang kembali sesudah misa. Pengudud '76 mempersilahkan mereka tak usah datang lagi. Bantuan akan dikirim sendiri oleh romo stasi, dengan koster ke panitia pembangunan mushola. Atas sikap terakhir ini, mereka kelihatan resah dan ketakutan. Apa mau di kata, misa harus mulai. Dan mereka pergi. Pikiran pengudud '76, mereka tak akan kembali lagi.
Ternyata, sehabis misa, mereka nongol lagi. Lalu ditemuilah mereka oleh pastor stasi, dengan Ibu guru aktivis, dan koster. Intinya, mereka mohon bantuan. Karena dijawab, akan dipelajari dulu, dan bantuan akan diserahkan langsung ke panitia, mereka mendesak untuk minta lagi proposal, dan tak apa jika memang tak akan bantu. Tapi sudah kojor. Proposal ada di pastor stasi, tak diserahkan pada mereka lagi. Dengan tegas, bantuan akan diserahkan besok pagi pada panitia pembangunan mushola. Pastor stasi & koster akan mencari alamat panitia sampai ketemu. Reaksi mereka nampak makin resah, dan takut. Hari mulai gelap, suara adzan maghrib mulai terdengar dengan kerasnya. Agar acara tarik ulur segera selesai, pengudud '76 mempersilahkan mereka untuk pulang. Dan menyuruh untuk doa maghrib. Jika tidak, akan dipanggilkan polisi tetangga. Mereka lalu masih mau menarik lagi proposal itu lagi. Kali ini, dengan tegas pengudud '76 menyatakan, 'Tak usah takut dengan proposal, saya besok akan mengurusnya. Akan saya sampaikan bantuan langsung pada panitia pembangunan mushola. Tak cari dengan koster, sampai ketemu." Kelihatan mereka makin resah. Tapi karena ada ketegasan tuan rumah mereka terpaksa pergi. '
Tak lama kemudian, katekis mampir ke pastoran. Cerita, dua hari lalu kedua orang itu sudah datang ke gereja. Hendak menemui romonya. Ketika dimintai nama, alamat, mereka tak mau memberikannya. Koster juga menambahi keterangan, dua orang itu bukan warga RT 2. Kami tak kenal.
Ada keanehan dalam dua orang tersebut. Minta bantuan, seperti nodong. Bukan katolik, tapi fasih sebut istilah koster. Tahu pula 'uang saku romo'. Dan kata orang dekat gereja, RT 2 tak sedang bangun mushola.
Itulah kejadian hari ini. Orang jawa bilang "Uwong golek-golek...!". Lalu hari ini, harinya siapa ? Harinya, 'Wong golek-golek....!'.
Wasalam. Wilujeng. Rahayu.
-pengudud '76-
Kamis, Juni 07, 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar