Selasa, Januari 26, 2010

Nyembah Patung ...........?!

Rm Loogman sudah sekian lama jadi peng-obat. Mengobati orang-orang. Berbagai macam orang, dari berbagai tempat, berbagai latar belakang budaya, berlainan agama, pada datang kepadanya. Sebuah hari Jum'at peng-udud '76 pergi hendak menjumpainya. Berangkat dari Purwokerto, berkendara memakai Pick-up Cevrolet-Luv.

Ketika sampai Karangrau, terasa ada yang tak beres di kawat gasnya. Pedal diinjak, gas jadi gedhe, tapi tak mau turun-turun putaran mesinnya.  Jebul kabelnya nyangkol. Agar perjalanan lancar, maka berhenti di Pom Besin Buntu. Beli solar, tapi kendaraan lalu ditinggal. Diteruskan dengan naik bis, ke Purworejo.

Ketika sedang menunggu bis, jam menunjukkan sekitar 12-an siang. Beberapa saat menunggu, bis belum datang-datang. Kebetulan, corong pengeras suara sebuah tempat ibadat, sedang menyuarakan kotbah oleh seseorang. Disuarakan dengan keras lewat sound-sytem siang itu, tentang patung & gambar. Dikupas secara sekilas, keberadaan patung-patung & gambar yang ada di gereja katolik. Dengan adanya patung & gambar itu, dikatakan bahwa orang kristiani, sudah membuat kuburannya sendiri. Orang yang paling bodoh adalah orang kristiani katolik. Bodoh, karena berdoa dengan menyembah patung-patung & gambar. Bukankah itu perbuatan musirik, menurut suara dari pengeras suara, siang itu.

1. Peng-udud '76 sudah puluhan tahun beriman katolik. Selama jadi katolik, belum pernah diberi pelajaran, bahwa menjadi katolik itu, berarti menyembah patung, menyembah gambar. Dan selama tahunan belajar dokumen ajaran Gereja, tak ada satu bagianpun ajaran Katolik yang mengatakan, berdoa secara katolik itu menyembah patung & gambar. Jadi jika ada pihak yang mengatakan, orang katolik itu menyembah patung, berarti orang itu belum 'dhong...'. Alias belum mengerti. Agar ngerti harus belajar pada pengajar-pengajar katolik. Belajarnya, musti pada yang katolik sejati. Bukan pada orang yang bukan katolik. Atau baca buku, yang dijual di kaki lima, yang kerap pengarang & penerbitnya, tak diketahui asal-usulnya, tanpa 'imprimatur' & 'nihil obstat'.

2. Untuk lebih mendalami secara tepat keberadaan patung & gambar dalam agama katolik, idealnya juga belajar ilmu filsafat, terutama fenomenologi, epistemologi, anthropologi, logika, sejarah gereja, dan ...logi-logi yang lain. Terutama, belajar dalam kerangka teologi. Mempelajari agama katolik dengan dibantu ilmu-ilmu itu, menjadikan orang bisa mengerti arti patung & gambar secara tepat. Patung & gambar adalah bentuk-bentuk simbol. Orang hidup tak bisa lepas dengan kegiatan simbolisasi. Tulisan adalah simbol. Bahasa, ucapan adalah juga simbol. Nyanyian, not, juga simbol. Simbol-simbol itu dipakai manusia untuk memperlancar manusia dalam berkomunikasi. Dengan sesamanya, dan lalu juga dengan Tuhannya. Manusia jaman kini saja, jika jauh selalu memasang kekasih, atau anaknya, dalam bentuk foto di Hp-nya. Kemana-mana, dibawa. Sebentar-sebentar dilihat. Malah foto kekasih yang di-Hp, sampai diciumi berkali-kali. Jadi, jelasnya, patung,  gambar, foto, adalah simbol, yang membantu manusia berkomunikasi dengan sesamanya. Bagi orang katolik, lalu simbol itu menjadi alat bantu, dalam berelasi dengan Tuhannya. Yang jadi Subyek tujuan, adalah Tuhan, Allah Bapa di sorga. Bukan gambar atau patung. Maka, jika dikatakan, orang katolik menyembah patung dan gambar, adalah keliru. Tidak betul. Harus belajar lagi.

Ketika membayangkan Tuhan di Sorga--yang mengasihi manusia--, dan bukan patungnya atau gambarnya, tiba-tiba sebuah bis bertrayek Jogya datang dengan membunyikan klakson, 'Dooooot.... .., dot......... .....!'. Peng-udud '76 pun, lari meloncat naik bis, menuju Rm Loogman, yang adalah seorang imam katolik, dan tidak menyembah patung. Namun orangnya baik, bantu sesama, siapa saja, terutama yang menderita... ......

Selamat bantu sesama...... ..., sambil menyongsong Bapa, yang di sorga.
Syalom. Wilujeng ndalu. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Kamis, Januari 21, 2010

Bu Harno


Bu Harno adalah seorang wanita, umat Paroki Katedral Kristus Raja. Ia pintar menyanyi & menari. Sekolahnya memang dulu di SMKI. Tembang-tembang Jawa, Banyumasan dikuasainya. Dalam hidup menggereja, ia aktif di kelompok koor karawitan. Suaminya seorang guru sekolah bruderan. Pintar juga memainkan wayang. Memang, sekaligus ia seorang dhalang. Mereka, dua-duanya adalah seniman. Seniman yang beriman.

1. Ibu Harno, sekian lama mengidap penyakit asam-urat. Konon ceritanya, setiap kali asam urat kambuh, ia mengobatinya sendiri dengan obat-obatan jamu, yang dipilihnya sendiri. Barangkali karena secara proporsi medis, kurang tepat takaran, akhirnya menjadi komplikasi. Organ-organ lainnya, malah jadi terkena imbas. Ginjalnya, levernya. Akhirnya, sakit parah. Dan lalu dua minggu lalu, dipanggil Tuhan. Didoakan, dimisakan di gereja katedral.

2. Petang hari ia dipanggil Tuhan, malam hari, orang-orang yang simpati padanya bergotong-royong, mempersiapkan acara pemakaman. Jam sembilan malam, beberapa orang mengambil peti-jenazah dari pastoran, hendak dibawa ke rumahnya. Sebuah kegiatan yang kelihatan simple, sederhana.

3. Namun hal yang sederhana itu, ternyata menguras rasa hati & tenaga. Ketika peti sudah dikeluarkan dari gudang, dicarilah alat angkutan. Seorang pemuda, baru saja berdoa di kapel Maria. Dia bawa pick-up, sabagai alat transportasinya.
Orang rajin doa, biasanya sosialitasnya tinggi, maka penjaga malampun meminta tolong meng-angkutkan peti jenazah itu ke rumah almarhumah Bu Harno. Tapi ternyata, si pemuda tak bersedia. Atas penolakan pertama, dicoba lagi oleh penjaga malam, agar luluh rasa solidaritasnya, bantu sesama. Namun, permintaan yang kedua, juga ditolaknya.
Dicarilah kemudian, atas alternatif yang kedua. Dicari becak untuk angkut peti jenasah. Tapi untuk becak-pun, tak setiap becak bersedia. Hanya becak tertentu yang berani membawa peti orang mati. Sulit ternyata cari alat angkut yang bersedia bawa barang berkaitan dengan orang mati. Ya nasib orang hidup sudah susah, menjadi matipun, juga masih susah.
Terhadap penolakan-penolakan itu, dengar-dengar ada beberapa alasan yang kerap mengemuka. Yakni, bawa peti mati, bisa bawa sial. Tak tahu, benarkah demikian, sebagai kepercayaan 'gugon tuhon'.

4. Peng-udud '76, seorang katolik. Dari kacamata iman katolik, hidup tak dilenyapkan, melainkan hanya diubah. Diubah dari dunia fana, ke alam baka. Bahwa, suatu tempat keabadian yang mulia, sudah disiapkan oleh Allah Bapa. Oleh karena itu, apa ruginya bantu sesama yang sedang menuju Bapa. Bukankah malah banyak berkahnya. Pelayanan Peristiwa kematian, adalah sebuah kesempatan mengekspresikan kasih, bagi yang sedang mati, maupun bagi Bapa yang menghendaki salah satu umat kembali padaNya. Berangkat dari peristiwa-peristiwa seperti ini, yang kesekian kali, maka Pick-up Chevrolet-Luv pengudud '76, kini ditulisi di bagian bak-nya, 'Layani angkut peti jenazah'. Siapa butuh peti jenazah.............?

Selamat meng-ekspresi-kan kasih pada sesama, yang sedang mati, dipanggil Tuhan.

Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu-rahayu-rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Selasa, Januari 19, 2010

Berkawan dengan lelembut

Sebuah hari Senin, sekitar jam sembilanan, dua orang ibu mendatangi pastoran. Kesadaran diri sebagai orang beriman katolik, mendorongnya untuk ketemu dengan pastor paroki. Salah seorang diantaranya sedang menghadapi fenomena yang tak biasa. Tak biasanya berupa pengalaman aneh. Anak gadisnya yang berusia klas dua es-em-pe, belakangan kerap diikuti orang. Bukan sembarang orang, melainkan orang yang bisa nampak dalam sekejap, bisa juga lenyap dalam sekejap. Di sekolah, dia kerap diikuti. Di rumah nenek, ada mahkluk serupa tapi tak sama, juga mengikuti. Orang kita mengatakan itu mahkluk lelembut. Remaja es-em-pe itu kerap dijumpai, dan bisa melihat mahkluk halus. 


Ibunya datang ke pastoran, untuk bisa dibantu memecahkan persoalan. Bagi dia, persoalannya, kawatir, jika anaknya berkelanjutan sering ketemu dengan makhluk halus, jangan-jangan nanti bisa omong sendiri. Atau malah lebih kerap 'ngguyu' sendiri. 


1. Peng-udud '76 tak punya kemampuan bisa lihat mahkluk halus, alias lelembut. Jika beri pendapat, atau saran, nanti malah seperti orang 'ngecap'. Bisanya, hanya ajak si Ibu, untuk melihat sejarah si anak, bagaimana asal-muasalnya bisa sampai kerap dilihati, oleh lelembut.
2. Dari proses buka lembaran sejarah, diceritakan oleh si Ibu, bahwa ketika anaknya masih usia balita, dan masih selalu digendhong, suatu malam, sekitar jam 03.00, mengalami sakit panas. Untuk penyembuhannya, dibawalah malam itu si balita ke Ibu bidan, yang adalah tetangganya. Untuk ke sana, diajaknya sebagai teman, anaknya yang pertama, serta buliknya. Menjelang sampai rumah bu Bidan, tiba-tiba di jalan munculah sesosok mahkluk, rambut panjang, pakaian putih, namun wajah hitam legam. Karena berhadapan dengan mahkluk asing & misterius, bertanyalah si Ibu, pada si Bulik, itu manusia atau bukan. Tetapi ketika pertanyaan itu dilontarkan, si Bulik, malah lari tunggang langgang pulang. 
3. Saat genting itu, jadi kaget & ketakutan pulalah si Ibu. Namun begitu mahkluk asing itu menghilang, lenyap pulalah sakit panas si anak yang tengah digendhongnya. Sampai kini, anak balita yang sekarang sudah remaja es-em-pe ini, tak pernah sakit lagi. Malah jadi anak pemberani. Hanya lalu jadi pula misteri, karena kerap lelembut manampaki diri. 
4. Penasaran, tetap penasaran, si Ibu tak rela anaknya berkelanjutan. Maka pergi ke pastoran. Karena pihak pastoran tak bisa beri penjelasan, maka diajaklah ke dua ibu itu ke orang yang pernah punya pengalaman. 
5. Di Purwokerto, ada seorang Ibu. Emanuel namanya. Dalam hidupnya, dia kerap melihat mahkluk yang aneh. Bisa nampak dalam sekejap, bisa lenyap dalam sekejap. Ketika orang-orang lain tak bisa melihatnya, dia bisa melihatnya. Mendengar keluhan Ibu si  remaja es-em-pe, Ibu Emanuel berujar, 'Itu malah disyukuri saja buuuu...........! Tak usah takut. Saya sekarang sedikitpun tak takut karena percaya pada Yesus-Kristus. Para mahkluk halus, biasanya saya ajak omong, lalu saya doakan. Mereka lalu pergi.' Mendengar jawaban itu, si Ibu remaja es-em-pe menjadi terperangah. 


Iman akan Yesus, memang memberanikan. Tak hanya itu, juga meyakinkan.

Para lelembut-pun patuh.


Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Jumat, Januari 15, 2010

Gereja Yang Adhem

Astra-Turm, Hamburg. KSP Engel und Zimmermann Architekten
Esok Senin, diadakan peletakan batu pertama, rumah ibadat Sts. Wangon. Tiga minggu lalu, sudah diadakan rapat-rapat persiapan. Salah satu persiapan rapat diadakan di sebuah hari Minggu, jam 11.00 siang. Itu rencananya, dan undangannya.


Guna mendukung rapat, jam 11, Suster & ibu-ibu menyiapkan makanan besar, nasi-sayur, dan lauk pauk. Diseting sedemikian rupa jam masaknya, agar pas jam 11, makanan siap saji, dan siap santap. Dibayangkan sembari makan siang, dengan makanan yang fresh & hangat. Diundang penggambar-perancang bangunan, seorang suami-istri, sebagai nara sumber utama. 

Ditunggu-tunggu, ternyata tak datang-datang. Dalam tenggang waktu penungguan, beberapa umat mreteli satu-satu. Pulang dhewe-dhewe.   Setengah jam. Satu jam. Satu-setengah jam. Akhirnya, narasumber utama, baru datang satu-setengah-jam kemudian. Alias molor 90 menit. Dus makanan siang, 'Sega-jangan-pun', jadi dingin, alias 'adhem', tak hangat lagi. Salah seorang ibu berkata, 'Nganti jangane adhem....!'. 


Dalam situasi genting, ada seorang psikolog bilang, 'Kepala boleh panas, namun hati harus tetap adhem. Itu jika, mau memecahkan sebuah persoalan. 


Rapat berlangsung hingga dua jam. Didahului dengan makan nasi, dilengkapi dengan 'Jangan adhem'. Dalam diskusi rapat, hendak dihasilkan sebuah bangunan yang ber-arsitektur ramah lingkungan, hemat energi. Dan yang juga ditekankan adalah nyaman, untuk dipergunakan. 


Dalam menyodorkan gambaran bangunan yang nyaman untuk dipergunakan, si perancang bangunan mengangkat cerita, bangunan-bangunan gereja yang tak ideal. Bangunan gereja yang tak ideal, dikatakannya, 'Bagus, indah, malah ada kesan mewah, namun sayang, jika digunakan untuk ibadat, komunikasi terganggu oleh gema. Itu yang pertama. Yang kedua, ada bangunan-bangunan yang bagus, tapi selalu panas, karena aliran udaranya tak lancar. Berulang kali, si perancang bangunan menekankan agar bangunan gereja yang akan dikerjakan, memenuhi dua kriteria utama, yakni 'tata-suara', dan sirkulasi udara. 


Nasi & "Jangan adhem", kadang terasa kurang enak di mulut. 
Namun bangunan gereja yang 'adhem', kini menjadi syarat yang penting, agar nyaman bagi jemaat, untuk berdoa. Dan kenyamanan bisa didapat, dengan memperhatikan tata-suara & sirkulasi udara.

Selamat membangun gereja yang 'adhem'.
Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung ypm-.

Kamis, Januari 14, 2010

Nasib Orang Mati


Dalam natalan bersama di pendopo Kabupaten Banyumas, seorang pemidato mengangkat pepatah yang biasa diucapkan warga masyarakat, "Gajah mati meninggalkan gading. Macan mati, meninggalkan belang.  Manusia mati, meninggalkan.........hutang(-jawaban dr para hadirin, spt bernyanyi ala koor).


Manusia mati  meninggalkan macem-macem. Namun apa artinya, hal-hal yang ditinggalkan itu.
Jika manusia mati, yang lebih penting adalah yang dibawa. Yang dibawa inilah yang dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.


Bagi orang kristen-katolik, yang jelas dibawa adalah relasi. Relasi dengan Tuhan. Susah untuk dibayangkan situasinya, jika relasi dengan Tuhan buruk adanya.  Atau malah, relasi itu tak ada, atau putus. Iman, adalah sebuah relasi manusia dengan Tuhan. Dalam jalinan relasi itu terdapatlah kepercayaan, keyakinan, kepasrahan, dsb. 

Manusia bisa kembali kepada Tuhan, atau masuk sorga, hanya jika relasi itu ada. Relasi ada, jika terjaga, dirawat, dihayati, dibangun, dilakukan terus menerus.   Liturgi, Ekaristi, adalah bentuk penghayatan, dan syukur atas relasi dengan Allah. Perbuatan baik, adalah perwujudan dari relasi itu. Maka betul, jika dikatakan, imanlah yang menyelamatkan. Iman, sebagai relasi, menjadikan adanya kontak kontinyu,  yang tak terputuskan. Bahkan oleh kematian. 


Relasi dengan Tuhan, dalam bentuk iman, tak terputus jika kematian datang. Relasi dengan Tuhan, tak lapuk oleh waktu. Abadi, sifatnya. Relasi itu terjalin, berkat Yesus Kristus. Relasi terjadi dalam, dan lewat Yesus Kristus.  Ini, mungkin, karena Yesus sendiri bermartabat ganda, "Dia Sungguh Allah, Dia juga sungguh manusia." Jika di era alat komunikasi Hand-phone, posisi Yesus Kristus, bisa digambarkan seperti SMS. Dua pihak bisa terjalin kontak, komunikasi. Satu realitas Allah, satu realitas manusia. Maka, tak salah juga jika Yesus Kristus, disebut sebagai "SMS"= Sarana Menuju Selamat, Sarana Menuju Sorga. 


Di sini, posisi Yesus Kristus menjadi jaminan keselamatan. Karena Dia-lah, yang menyelenggarakan komunikasi dua level itu. Komunikasi Hp, levelnya, manusiawi belaka. Komunikasi model Yesus Kristus, mencakup dua level, manusiawi-ilahi, duniawi-sorgawi. Di sini, komunikasi ala Yesus Kristus, jadi tak tertandingi.*


Selamat ber-SMS, model Yesus Kristus.


Syalom. Wilujeng Wengi. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung ypm-


*Homili misa di Kel Bp. B Kuswanto, 
Yang meninggal, dalam situasi bingung iman.

Jumat, Januari 08, 2010

Gelandangan


Di era tahun 70-80-an, mobil jenis Colt T-120, Mitsubishi, banyak mewarnai jalan-jalan di Indonesia. Dikenal dengan sebutan 'Col Teisen'. Mobil pribadi, juga angkutan umum, banyak menggunakan kendaraan model & merk tersebut. Saat ini, di beberapa tempat Jawa Tengah, kendaraan jenis itu  masih beroperasi, melayani penumpang dan barang. Salah satunya, di Krendetan Purworejo. 




1/. Belum lama, Colt T-120 Mitsubishi, pegangan peng-udud '76, melintas jalan dari arah Purwosari, menuju Purworejo. Suasananya, sore menjelang gelap. Sehingga kendaraan umum jarak pendek mulai susah didapat. Ada seorang perempuan membawa tas pasar, berpenampilan pedagang, men-stop, ingin menjadi penumpang. Berangkat dari rasa iba, terangkutlah wanita ber-tas model pasar itu, jadi penumpang. Diceritakannya, dia hendak menuju daerah Magelang, sesudah kepergiannya ke daerah Purwosari.  


Di Purwosari, dia urus tanah-rumah yang seharusnya jadi miliknya, dan dimaksudkan untuk anaknya. Ternyata gagal. Kegagalan bermula dari peristiwa pahit hidupnya. Beberapa waktu yang lalu suaminya meninggal dunia. Tiga anak kecil, jadi tanggungannya. 


Semula, suaminya punya rumah & tanah. Didiami oleh dirinya, beserta ketiga anaknya. Namun, sesudah suaminya meninggal, dia mendapat perlakuan yang tak enak dari keluarga mertuanya. Perlakuan tak enak itu selalu terjadi, hampir tiap saat, tiap hari. Rupanya, situasi itu memang diciptakan oleh saudara-saudaranya yang punya kepentingan. Agar tak krasan. Dan akhirnya memang lalu tak tahan, tak krasan sungguhan. Diambil keputusan pulang ke rumah orangtuanya di kawasan Magelang. Ketiga anak kecil, dibawanya serta. 


Sesudah satu tahun, tanah & rumah yang pernah ditinggal, didatanginya, hendak diurus sebagai hak milik anak-anaknya. Tapi apa pasal, dia justru diusir oleh saudara-saudaranya dari pihak suami yang sudah meninggal. Akhirnya, pulang gigit jari. Hak waris, hilang melayang. Jadilah ia seorang gelandangan. 


2. Ketika situasi hidup sebagai gelandangan, musibah masih saja terjadi. Anak bungsu yang sekolah, klas tiga, di SD Inpres, jatuh ketika pelajaran olahraga. Engsel siku tangannya, meleset. Bonggol tulang tangan, keluar dari posisinya. Lalu dikirim ke Puskesmas setempat. Sesudah ditangani seperlunya, dirujuk ke sebuah RSI. Semalam-sehari di rumah sakit itu, ternyata disuruh menginap, tak segera ditangani, sebagaimana yang diharapkan. Takut, tak kuat bayar, anaknya diajak pergi pulang begitu saja. Akhirnya, selama dua minggu, engsel tulang siku yang meleset itu, hanya digendhong dengan kain saja. Tak diapa-apakan dalam pengobatan. Dan itu karena keterbatasan, dan karena kebingungan. 


3. Kebetulan, pengudud '76, baru saja mendapati, salah satu umat muda dari Stasi Kaliwedi, retak tulang kakinya. Jatuh dari sepeda motor, ketika bersrempetan dengan motor orang mau kondangan, di pojok desa. Karena setiap kali menghadapi umat yang patah-tulang, maka pada sebuah hari Minggu kelima, pergi dengan seorang aktivis stasi, mencari alamat orang yang pinter menangani orang patah-tulang. Berperjalanan sekitar 4 jam, terketemukanlah seorang pengobat tulang: 'Bp Slamet Sayekti', dusun MBero, Caruban, Kandhangan Temanggung. 


Informasi tentang alamat pengobat tulang, lalu diinformasikan pada si Wanita, yang nestapa, jadi gelandangan.


4. Tak ternyana, tak terduga, dua minggu kemudian, dalam sebuah perjalanan dari Sala-3,  pengudud '76 melihat Wanita nestapa itu, jualan kios rokok, di sekitar Tempuran. Lalu, berhenti, ditanyakan nasib anaknya yang sakit tulang lengan kanan. 
Dikisahkan, esok pagi sesudah dapat informasi tempat orang bisa berobat tulang, Si Wanita nestapa minta bantuan Pak RT. Pak RT-pun bersedia menghantar dengan sepedamotor. Membawa anak kecil klas 3-SD-Inpres yang tulang sikunya mleset, ke Kandhangan. Ke Pak Slamet Sayekti, penyembuh tulang. 
Oleh Pak Slamet, diobati secara alternatif. Siku yang mleset, didesaknya dengan sikut pula. Sampai bunyi 'Cekluk'. Sakit sekali, tapi habis itu nyerinya banyak berkurang.  Katanya.



Ongkos untuk berobat bagaimana. Ketika bawa si anak, Si Wanita nestapa sudah bilang bahwa, dirinya orang miskin, tak punya apa-apa. Pak Slamet, bilang 'duwene pira. Ora mari, rasah bayar. Enteke kabeh, sejuta duaratus ribu. Boleh dicicil, sak duwene'.




5. Dalam perkembangan, si anak, Siswi Klas 3-SD-Inpres mengalami kesembuhan. Diobati dengan 'mencicil'. Uang cicilan, a.l. didapat dari jualan baju mamaknya, yang masih-bagus-bagus.


Bantu sesama, adalah perintah semua ajaran agama. Bentuknya bisa aneka jalan. Kadang malah kebetulan.


Selamat jadi berkat, bagi sesama.
Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-