Kamis, Januari 21, 2010

Bu Harno


Bu Harno adalah seorang wanita, umat Paroki Katedral Kristus Raja. Ia pintar menyanyi & menari. Sekolahnya memang dulu di SMKI. Tembang-tembang Jawa, Banyumasan dikuasainya. Dalam hidup menggereja, ia aktif di kelompok koor karawitan. Suaminya seorang guru sekolah bruderan. Pintar juga memainkan wayang. Memang, sekaligus ia seorang dhalang. Mereka, dua-duanya adalah seniman. Seniman yang beriman.

1. Ibu Harno, sekian lama mengidap penyakit asam-urat. Konon ceritanya, setiap kali asam urat kambuh, ia mengobatinya sendiri dengan obat-obatan jamu, yang dipilihnya sendiri. Barangkali karena secara proporsi medis, kurang tepat takaran, akhirnya menjadi komplikasi. Organ-organ lainnya, malah jadi terkena imbas. Ginjalnya, levernya. Akhirnya, sakit parah. Dan lalu dua minggu lalu, dipanggil Tuhan. Didoakan, dimisakan di gereja katedral.

2. Petang hari ia dipanggil Tuhan, malam hari, orang-orang yang simpati padanya bergotong-royong, mempersiapkan acara pemakaman. Jam sembilan malam, beberapa orang mengambil peti-jenazah dari pastoran, hendak dibawa ke rumahnya. Sebuah kegiatan yang kelihatan simple, sederhana.

3. Namun hal yang sederhana itu, ternyata menguras rasa hati & tenaga. Ketika peti sudah dikeluarkan dari gudang, dicarilah alat angkutan. Seorang pemuda, baru saja berdoa di kapel Maria. Dia bawa pick-up, sabagai alat transportasinya.
Orang rajin doa, biasanya sosialitasnya tinggi, maka penjaga malampun meminta tolong meng-angkutkan peti jenazah itu ke rumah almarhumah Bu Harno. Tapi ternyata, si pemuda tak bersedia. Atas penolakan pertama, dicoba lagi oleh penjaga malam, agar luluh rasa solidaritasnya, bantu sesama. Namun, permintaan yang kedua, juga ditolaknya.
Dicarilah kemudian, atas alternatif yang kedua. Dicari becak untuk angkut peti jenasah. Tapi untuk becak-pun, tak setiap becak bersedia. Hanya becak tertentu yang berani membawa peti orang mati. Sulit ternyata cari alat angkut yang bersedia bawa barang berkaitan dengan orang mati. Ya nasib orang hidup sudah susah, menjadi matipun, juga masih susah.
Terhadap penolakan-penolakan itu, dengar-dengar ada beberapa alasan yang kerap mengemuka. Yakni, bawa peti mati, bisa bawa sial. Tak tahu, benarkah demikian, sebagai kepercayaan 'gugon tuhon'.

4. Peng-udud '76, seorang katolik. Dari kacamata iman katolik, hidup tak dilenyapkan, melainkan hanya diubah. Diubah dari dunia fana, ke alam baka. Bahwa, suatu tempat keabadian yang mulia, sudah disiapkan oleh Allah Bapa. Oleh karena itu, apa ruginya bantu sesama yang sedang menuju Bapa. Bukankah malah banyak berkahnya. Pelayanan Peristiwa kematian, adalah sebuah kesempatan mengekspresikan kasih, bagi yang sedang mati, maupun bagi Bapa yang menghendaki salah satu umat kembali padaNya. Berangkat dari peristiwa-peristiwa seperti ini, yang kesekian kali, maka Pick-up Chevrolet-Luv pengudud '76, kini ditulisi di bagian bak-nya, 'Layani angkut peti jenazah'. Siapa butuh peti jenazah.............?

Selamat meng-ekspresi-kan kasih pada sesama, yang sedang mati, dipanggil Tuhan.

Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu-rahayu-rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Tidak ada komentar: