Jumat, Agustus 27, 2010

Hajat-an

Sinchan

0. Beberapa orang-muda, berbincang-bincang tentang korek-api yang canggih, di cakruk, pinggir jalan. Seorang muda pinjam, tapi tak bisa nyalakan. Cara menyapa rekannya, pakai kata-kata sbb:
- 'Piye kiye, jare canggih, kok ora bisa ngetokna geni ?.' 
+ 'Ngene lho tho, carane'. Lalu dicontohi nyalakan korek. Jres, keluar api.
-  Tanggapan kawannya, 'O ngono kuwi ta Su. Jebule gampang ya. Bareng teyeng....'.

Tho, kependekan dari 'gentho'. Su, kependekan dari asu. Terjadilah komunikasi antar manusia, model binatang.

1. Kitab Suci minggu ini, mengungkap bagaimana orang biasa pilih posisi duduk. Biasanya, orang pilih yang nyaman. Nyaman, artinya bisa berbeda-beda. Ada yang senang di bagian muka, karena merasa terhormat. Ada pula yang 'sembunyi' di bagian-bagian paling belakang. 

Dipesankan dalam perikop, 'yang duduk paling muka, akan nantinya dapat posisi terbelakang. Sebaliknya, yang terbelakang, akan dapat yang paling muka'. Apa maksudnya. Kerap ditafsir, perikop ini sebagai nasehat kerendahan hati. Kalimat lain, 'Jangan ingin dihormati. Jangan cari kehormatan. Kata yang lebih tegas lagi, 'Jangan gila hormat'.

2. Tak ada salahnya, ditafsir demikian. Namun, nasehat injili yang bisa digali secara  lain adalah, posisi sebagai tuan rumah. Jika ada orang punya gawe, dia ngundang tamu-tamu.  Tamunya aneka ragam, berasal dari berbagai lapisan. Diharapkan, tuan rumah beri tempat kehormatan bagi semua. Jangan pilih-pilih.  Tamu yang besar, diberi kehormatan. Tamu yang kecil, juga jangan disepelekan.


3. Inti pesan adalah, menghormati sesama. Tanpa diskriminasi, tanpa pandang-bulu. Tidak membeda-bedakan. Semua sesama, mestinya dipandang sebagai tamu. Bahkan tamu istimewa. Dihormati, artinya diperlakukan secara manusiawi. Inilah maksudnya. Maka pertanyaan kritiknya, 'Sudahkah kita bersikap manusiawi, terhadap sesama-sesama kita. Saudara, tetangga, karyawan, pembantu, anak, istri, dsb-dsb'.


4. Tgl 26 kemaren, adalah peringatan Ibu Teresa, dari kalkuta. Orang kudus yang dapat penghargaan Nobel. Apa yang dihargai pada Ibu Teresa ini. Tidak lain adalah, kegiatannya dalam memanusiakan orang. Para gelandangan, yang sudah sekarat, dirawati agar bisa meninggal, layaknya manusia. 

Kita bisa meniru semangat Ibu Teresa. Bersikap secara manusiawi, terhadap sesama. Tidak memandang sebelah mata: Manusia, di-binatang-binatangkan. Diperlakukan seperti benda saja. Laksana alat produksi saja.

Mari kita ambil sikap, hormati sesama, secara manusia.

Syalom. Wilujeng. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung ypm-

Rabu, Agustus 25, 2010

Bank Mingguan




Naik sepeda, nemu uang jatuh di jalan, kadang terjadi. Namun naik sepeda nemunya Bank, susah dimengerti. Tetapi itulah kenyataannya.

Hampir setiap hari Sepeda 'Polygon Siera', menyusuri jalan-jalan Purwokerto. Rutin untuk olahraga. Kerap pula untuk urusan-urusan jarak pendek, spt belanja, fotokopi, menemui orang, dsb. Jika olah raga, di tempat tertentu, Sepeda 'Si Poly' itu berhenti. Untuk relaksasi, untuk minum kopi. Dua tiga kali, akhirnya kenal dengan penjual wedang kopi. Karena pengemudi sepeda selalu bawa tas-kecil, lalu dianggap sebagai petugas 'Bank Keliling', atau bank-harian.


Penampilan seperti tukang-bank-harian, memunculkan minat pengusaha-wedang-kopi untuk pinjam dana. Dia butuh dana, untuk rehab warungnya. Ternyata betul, terpal atap sudah bolong. Sehingga jika gerimis, air masuk warung. Keseriusan pinjam-meminjam ternyata serius, karena tiga kali di utarakan, dalam tiga kali pertemuan. Dan katanya, sanggup mengembalikan. Model harian sangggup, mingguan juga sanggup.


Sebagai petugas pelayanan kerasulan-pastoral, tak nyaman rasanya berkegiatan pinjam-meminjam uang. Maka, tersepakatilah pinjaman dalam bentuk barang. Sebagai tindak-lanjut, di sebuah siang, sepeda 'Poly' mampir toko terpal, untuk beli ukuran '5x7'. Sorenya diserahkan dengan perjanjian di atas kwitansi. Dilengkapi buku kecil berlogo pramuka, untuk catatan cicilan. Dicicil 12 kali. Tiap Sabtu pagi.


Maka jadilah kini sepeda Polly, tiap sabtu pagi terima setoran cicilan. Cicilan pelunasan terpal. Dan terpal itu, kini sudah terpasang, sehingga warung kopi jadi nyaman, tidak bocor jika hujan.


Tak bermaksud cari untung, cari riba. Tapi maksud spiritual hanyalah membantu sesama. Jadilah kini penampilan tambahan, peng-udud '76 sebagai tukang 'Bank Mingguan'.


Selamat bantu sesama, dengan aneka cara.


Syalom. Wilujeng. Rahayu.

Wasalam:
-agt agung pypm-