Di dunia, ada berbagai virus. Virus influensa, virus hepatitis, virus herpes, dsb. Sifat virus, adalah menyebar secara tak kelihatan. Itulah virus-virus penyakit, yang sifatnya negatif, karena merugikan. Bahkan mematikan.
Dalam dunia bahasa, kata virus, jaman kini, dipakai pula untuk penyebaran hal-hal yang positif. Group musik Dewa-19, punya lagu berjudul 'virus-virus Cinta'. Dunia sepeda, kini juga kena wabah virus. Virus bersepeda. Banyak orang mulai bersepeda, baik untuk olahraga, maupun untuk aktivitas harian. Banyak pula yang untuk kegemaran.
Dari sebuah toko sepeda di Purwokerto, dulu terbeli oleh peng-udud '76, sebuah sepeda berkeranjang, warna hitam. Ketika belanja ke toko terpal, karyawan-karyawan toko, beri kalimat, 'Wah sepedanya bagus !'. Gara-gara berkelakar di pagi hari sesudah sport-sepeda, Sepeda angin itu, dibeli oleh tukang bersih-bersih gedung Keuskupan. Model bayarnya, semampunya. Hebat, kini sudah lunas. Sehingga sertifikat sepeda sudah diserahkan pada si pembeli, si karyawan bersih-bersih.
Karena tak ada sepeda, maka beli sepeda pengganti. Model & merknya sama persis. Hanya satu yang beda, warnanya. Warnanya, merah. Tak lama juga, pegawai masak, seorang ibu tertarik melihat sepeda itu. Sebuah pagi menjelang ekaristi harian, ibu itu menemui. Tak untuk mohon doa. Tapi bilang pelan-pelan, kalau boleh beli sepeda warna merah, berkeranjang. Dengan ringah hati, sepeda warna merah itupun berpindah tangan. Gaya bayarnya, sama. Semampunya. Jika lunas sertifikat diserahkan.
Dua sepeda, sudah tiada. Maka untuk olah raga tak ada sarana. Seorang pedagang sepeda di pasar manis, tiap hari nunggui sebuah. Model sport. Lebih dua minggu, sepeda itu tak payu-payu. Melihat pengudud '76 gonta-ganti sepeda, pedagang itu melancarkan rayuan penawarannya. Mula-mula pasang harga, sejuta duaratus. Lalu turun, sejuta. Dalam penawaran-penawaran, tak banyak kata, karena pengudud '76 tak banyak bicara. Hanya udad-udud. Lama-lama si pedagang bosan. Lalu Dia ngomong dengan mengatakan jujur, bahwa, dalam dagang sepeda, yang penting harga 'sudah numpang'. Lalu dia berikan harga delapan-ratus lima puluh ribu rupiah. Dan dengan jujur pula, katanya hanya ambil untung lima--puluh ribu. Karena harga belinya, semula delapan ratus ribu. Hitung-itung, limapuluh ribu dalam dua minggu. Jadi sehari, dia dapat uang dari barang itu, empat ribuan. Senilai semangkok mie-ayam. Tak mudah memang cari duit.
Tiap hari sepeda model sport, menemani olah raga. Sejam-sehari, olah raga. Itu programnya. Manfaat, terasa. Karena dengan program itu, badan terasa lebih 'fresh', lebih segar.
Suasana sepeda, ternyata menular. Koster, lalu juga beli sepeda 'Ru-Kas'. Baru tapi bekas. Gaya bayarnya, sama. Sederhana, dicicil sak-nduwene.
Belum lama, denger pula, Rohaniwati sebelah beli sepeda. Juga model 'rukas'. Baru tapi bekas.
Seorang umat yang pikirannya tak 100%, tiap hari ke pastoran. Tak tawari sepeda. Ternyata, dia mau. Kini dia bersepeda. Dengan catatan, jika malam kembalikan. Untuk dicek oleh penjaga malam.
Seorang umat lain lagi, juga tak 100% jiwanya. Tapi bisa hidup normal. Hanya kadang-kadang selip. Katanya punya sepeda, tapi rusak. Maka, ditawarkan padanya, untuk direparasikan. Empat hari lalu sepeda rusak itu dinaikan ke pick-up. Tak untuk dijual, tapi untuk direparasikan. Di-stel-stel, dan diganti bannya. Harapannya, jika sembuh sepedanya, insya allah, sembuh pula pemiliknya.
Akhirnya, makin lama, makin banyak orang bersepeda. Menyehatkan fisik, menyehatkan, kanthong. Juga menyehatkan udara. Dan yang jelas, menyehatkan lingkungan hidup.
Mari menyebarkan virus. Bukan virus influensa, tapi virus bersepeda.
Syalom. Wilujeng. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung ypm-
Dalam dunia bahasa, kata virus, jaman kini, dipakai pula untuk penyebaran hal-hal yang positif. Group musik Dewa-19, punya lagu berjudul 'virus-virus Cinta'. Dunia sepeda, kini juga kena wabah virus. Virus bersepeda. Banyak orang mulai bersepeda, baik untuk olahraga, maupun untuk aktivitas harian. Banyak pula yang untuk kegemaran.
Dari sebuah toko sepeda di Purwokerto, dulu terbeli oleh peng-udud '76, sebuah sepeda berkeranjang, warna hitam. Ketika belanja ke toko terpal, karyawan-karyawan toko, beri kalimat, 'Wah sepedanya bagus !'. Gara-gara berkelakar di pagi hari sesudah sport-sepeda, Sepeda angin itu, dibeli oleh tukang bersih-bersih gedung Keuskupan. Model bayarnya, semampunya. Hebat, kini sudah lunas. Sehingga sertifikat sepeda sudah diserahkan pada si pembeli, si karyawan bersih-bersih.
Karena tak ada sepeda, maka beli sepeda pengganti. Model & merknya sama persis. Hanya satu yang beda, warnanya. Warnanya, merah. Tak lama juga, pegawai masak, seorang ibu tertarik melihat sepeda itu. Sebuah pagi menjelang ekaristi harian, ibu itu menemui. Tak untuk mohon doa. Tapi bilang pelan-pelan, kalau boleh beli sepeda warna merah, berkeranjang. Dengan ringah hati, sepeda warna merah itupun berpindah tangan. Gaya bayarnya, sama. Semampunya. Jika lunas sertifikat diserahkan.
Dua sepeda, sudah tiada. Maka untuk olah raga tak ada sarana. Seorang pedagang sepeda di pasar manis, tiap hari nunggui sebuah. Model sport. Lebih dua minggu, sepeda itu tak payu-payu. Melihat pengudud '76 gonta-ganti sepeda, pedagang itu melancarkan rayuan penawarannya. Mula-mula pasang harga, sejuta duaratus. Lalu turun, sejuta. Dalam penawaran-penawaran, tak banyak kata, karena pengudud '76 tak banyak bicara. Hanya udad-udud. Lama-lama si pedagang bosan. Lalu Dia ngomong dengan mengatakan jujur, bahwa, dalam dagang sepeda, yang penting harga 'sudah numpang'. Lalu dia berikan harga delapan-ratus lima puluh ribu rupiah. Dan dengan jujur pula, katanya hanya ambil untung lima--puluh ribu. Karena harga belinya, semula delapan ratus ribu. Hitung-itung, limapuluh ribu dalam dua minggu. Jadi sehari, dia dapat uang dari barang itu, empat ribuan. Senilai semangkok mie-ayam. Tak mudah memang cari duit.
Tiap hari sepeda model sport, menemani olah raga. Sejam-sehari, olah raga. Itu programnya. Manfaat, terasa. Karena dengan program itu, badan terasa lebih 'fresh', lebih segar.
Suasana sepeda, ternyata menular. Koster, lalu juga beli sepeda 'Ru-Kas'. Baru tapi bekas. Gaya bayarnya, sama. Sederhana, dicicil sak-nduwene.
Belum lama, denger pula, Rohaniwati sebelah beli sepeda. Juga model 'rukas'. Baru tapi bekas.
Seorang umat yang pikirannya tak 100%, tiap hari ke pastoran. Tak tawari sepeda. Ternyata, dia mau. Kini dia bersepeda. Dengan catatan, jika malam kembalikan. Untuk dicek oleh penjaga malam.
Seorang umat lain lagi, juga tak 100% jiwanya. Tapi bisa hidup normal. Hanya kadang-kadang selip. Katanya punya sepeda, tapi rusak. Maka, ditawarkan padanya, untuk direparasikan. Empat hari lalu sepeda rusak itu dinaikan ke pick-up. Tak untuk dijual, tapi untuk direparasikan. Di-stel-stel, dan diganti bannya. Harapannya, jika sembuh sepedanya, insya allah, sembuh pula pemiliknya.
Akhirnya, makin lama, makin banyak orang bersepeda. Menyehatkan fisik, menyehatkan, kanthong. Juga menyehatkan udara. Dan yang jelas, menyehatkan lingkungan hidup.
Mari menyebarkan virus. Bukan virus influensa, tapi virus bersepeda.
Syalom. Wilujeng. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung ypm-