TIU: Orang boleh kaya, tapi idealnya, kaya di hadapan Allah.
TIK: Orang jadi bersemangat kaya, model baru.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
0. Pernah ada pertanyaan, 'sebaiknya orang katolik, kaya atau tidak'. Kerap terdengar pula kalimat-kalimat, bahwa orang miskin lebih dekat dengan Kerajaan Sorga. Lalu nasib orang-kaya, bagaimana.
Jujur saja, menjadi orang miskin, atau terlalu miskin, katakanlah melarat, repot sekali. Terasa banyak hal kurang. Untuk ini, kurang. Untuk itu kurang.
1. Sebenarnya, tak ada saran dari Kitab Suci, untuk jadi miskin. Miskin dalam arti melarat. Kitab Suci memberi saran agar kita bersikap bijak terhadap harta benda.
* Terlalu lekat dengan harta benda. Menumpuk-numpuk, muncul istilah bernada keras, yaitu tamak, rakus, serakah, ngaya.
* Terlalu murah, tak disiplin dengan harta benda, muncul kata, boros, royal, foya-foya, tanpa-perhitungan.
2. Untuk bersikap bijak atas materi, atas harta-benda, kita bisa melihat hidup Santo-santa.
* Ibu Teresa dari Kalkuta India: Dia mempersembahkan apa yang dia punya agar orang miskin, bisa mati dengan layak.
* St Ignatius dari Loyola, yang kita peringati Sabtu kemaren:
Kalimat injili ini, nampak menjadi semangat dasarnya:"Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri?".
Diriwayatkan: "Ignatius lahir pada tahun 1491 di Guipuzooa di daerah Baskia, Sepanyol. Ia putera bungsu keluarga bangsawan Loyola. Di masa mudanya ia tinggal bersama dengan orang-orang istana dan tentara. Pada tahun 1521 dalam pertempuan untuk mempertahankan benteng Pamplona ia mengalami luka berat. Berbulan-bulan lamanya ia terikat pada tempat tidurnya. Namun masa itu penuh rahmat baginya. Ia mulai menyadari bahwa hatinya digerakkan kesana kemari oleh roh-roh yan berbeda-beda. Dengan menuruti gerakan roh yang baik diambilnya keputusan untuk selanjutnya mencari kemuliaan Allah yang lebih besar, bukan lagi hal-hal yang dikagumi dunia. Maka seluruh sisa hidupnya dibaktikannya untuk mengabdi yang Mahaagung. Dalam ziarahnya ke Tanah Suci dan selama tahun-tahun pengembaraan-nya di Sepanyol, Perancis, Vlaanderen dan Italia, ia selalu mencari kemuliaan Allah dan keselamatan jiwa-jiwa, baik dalam studi maupun dalam kerasulan, baik dalam percakapan-percakapan maupun dalam doanya.
Bagi Ibu Teresa & St. Ignasius, harta benda, adalah tempat mencari dan sarana memuji Allah.
3. Yesus beri saran, kurang lebih begini: 'Hendaklah engkau kaya di hadapan Allah',
'Jangan ngumpulkan harta, untuk diri sendiri. Karena jika sewaktu-waktu nyawa kita diambil, untuk siapakah harta itu.' *
Lalu apa yang bisa kita buat ?
Jujur saja, menjadi orang miskin, atau terlalu miskin, katakanlah melarat, repot sekali. Terasa banyak hal kurang. Untuk ini, kurang. Untuk itu kurang.
1. Sebenarnya, tak ada saran dari Kitab Suci, untuk jadi miskin. Miskin dalam arti melarat. Kitab Suci memberi saran agar kita bersikap bijak terhadap harta benda.
* Terlalu lekat dengan harta benda. Menumpuk-numpuk, muncul istilah bernada keras, yaitu tamak, rakus, serakah, ngaya.
* Terlalu murah, tak disiplin dengan harta benda, muncul kata, boros, royal, foya-foya, tanpa-perhitungan.
2. Untuk bersikap bijak atas materi, atas harta-benda, kita bisa melihat hidup Santo-santa.
* Ibu Teresa dari Kalkuta India: Dia mempersembahkan apa yang dia punya agar orang miskin, bisa mati dengan layak.
* St Ignatius dari Loyola, yang kita peringati Sabtu kemaren:
Kalimat injili ini, nampak menjadi semangat dasarnya:"Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri?".
Diriwayatkan: "Ignatius lahir pada tahun 1491 di Guipuzooa di daerah Baskia, Sepanyol. Ia putera bungsu keluarga bangsawan Loyola. Di masa mudanya ia tinggal bersama dengan orang-orang istana dan tentara. Pada tahun 1521 dalam pertempuan untuk mempertahankan benteng Pamplona ia mengalami luka berat. Berbulan-bulan lamanya ia terikat pada tempat tidurnya. Namun masa itu penuh rahmat baginya. Ia mulai menyadari bahwa hatinya digerakkan kesana kemari oleh roh-roh yan berbeda-beda. Dengan menuruti gerakan roh yang baik diambilnya keputusan untuk selanjutnya mencari kemuliaan Allah yang lebih besar, bukan lagi hal-hal yang dikagumi dunia. Maka seluruh sisa hidupnya dibaktikannya untuk mengabdi yang Mahaagung. Dalam ziarahnya ke Tanah Suci dan selama tahun-tahun pengembaraan-nya di Sepanyol, Perancis, Vlaanderen dan Italia, ia selalu mencari kemuliaan Allah dan keselamatan jiwa-jiwa, baik dalam studi maupun dalam kerasulan, baik dalam percakapan-percakapan maupun dalam doanya.
Bagi Ibu Teresa & St. Ignasius, harta benda, adalah tempat mencari dan sarana memuji Allah.
3. Yesus beri saran, kurang lebih begini: 'Hendaklah engkau kaya di hadapan Allah',
'Jangan ngumpulkan harta, untuk diri sendiri. Karena jika sewaktu-waktu nyawa kita diambil, untuk siapakah harta itu.' *
Lalu apa yang bisa kita buat ?
Kita bisa niru semangat Ibu Teresa dan St Ignatius:
Harta benda, kita cari,kita pakai, untuk mengabdi Allah.
Harta benda, bukanlah tujuan, melainkan hanyalah sarana.
Harta benda, kita cari,kita pakai, untuk mengabdi Allah.
Harta benda, bukanlah tujuan, melainkan hanyalah sarana.
NB:
Kaya di hadapan Allah ber-arti, menggunakan kekayaan, untuk memperkaya juga saudara-saudara yang lain.
Di sini tidak ada egoisme. Tak ada penindasan.
Yang ada solidaritas, bela-rasa.
Mari kita menerapkannya.
Wasalam:
-agt agung ypm-