Selasa, Maret 31, 2009

Bel-bu

Banyak orang sudah pada tahu, apa itu 'Bel-bu'.
Bel-bu adalah 'RW'.
Rw adalah B1.
B1 adalah tapianauli.
Tapianauli, adalah penjual lapo.
Lapo adalah, semacam rica-rica, terbuat dari daging.
Dagingnya, daging anjing.
Kerap dimasak sebagai tongseng. Tongseng sebagai jamu.
Maka disebut dengan nama sandi, 'Tongseng Jamu'.
Anjing, sebutan lain-nya 'Asu'.
Maka, tongseng daging anjing, disebut juga 'Tong-seng Asu'. Disingkat, 'Seng-Su'.
Bahasa prokem Jogya, meng-istilahkannya, 'Bel-bu'.

1. Saya asli dari Kecamatan Gamping Yogya. Jika pulang, kerap lewat Pasar Godean. Pasar itu ramai, baik siang maupun malam. Di sekitar pasar, jika malam, terdapat penjual 'Bel-Bu'. Tak-tanggung-tanggung, tak hanya satu, melainkan empat. Ada empat penjual bel-bu. Maksud lewat pasar itu, a.l untuk menikmati 'Bel-bu'.

Ketika ramai-ramai gejolak FPI, penjual-penjual bel-bu itu didatangi, digrebeg oleh kelompok berseragam agamis warna putih berlabelkan 'fpi' itu. Para penjual dituntut untuk menghentikan kegiatannya. Dilarang jualan bel-bu. Alasannya, bel-bu hukumnya haram. Dilarang agama, dilarang Tuhan. Jika nekat makan bel-bu, tak akan masuk akhirat.

Antara kelompok agamis berseragam putih, dengan para penjual bel-bu bersitegang. Penjual bel-bu, menantang kelompok agamis berseragam warna putih, 'Silahkan nglarang orang jualan, tapi ganti kami dengan pekerjaan. Kami harus kerja apa. Anak-istri, keluarga butuh makan. Kami cari nafkah. Kami jualan, untuk me-nafkah-i anak-anak...........!?'.

Masa fpi, cukup banyak. Daripada ribut, para penjual bel-bu, meng-iya-kan desakan para laskar agamis berseragam putih, yang demikian ngototnya membela agama, membela Tuhan. Tapi karena para laskar tak beri solusi nafkah, empat hari kemudian, para penjual bel-bu, bukak lagi. Pembeli-nya, juga berdatangan lagi, membeli, menikmati belbu. Murah-meriah.

2. Sebuah kios di tepian lapangan Jatilawang, Banyumas, juga jualan bel-bu. Orangnya sederhana, ramah. Anaknya perempuan, SD klas dua. Badannya gendhut. Mungkin, karena juga kerap menikmati bel-bu. Kemarin, kijang hijau dinas, paroki Katedral, juga mampir ke kios tersebut. Menikmati bel-bu. Rasanya enak. Harganya, pas. Enam-ribu-rupiah.

3. Di pertigaan jalan ke arah Wisma Kaliori, & Wisma Catur nugraha, juga terdapat sebuah warung di tengah kebun, semi ladang. Warung itu juga jualan bel-bu. Cukup laris, orang-orang desa pada beli.


Agamawan tertentu, memang meng-haram-kan bel-bu.
Tak tahu, apa kepantasan seseorang masuk sorga ditentukan hanya dengan tidak makan bel-bu. Kok terlalu simplis. Terlalu simpel. Bukankah bel-bu, juga ciptaan Tuhan. Diciptakan untuk menunjang hidup manusia. Dan arah manusia adalah memuliakan Allah. Bel-bu, bukankah, sehat, murah-meriah, terjangkau.

Masyarakat, yang mengkonsumsi bel-bu, biasanya toleran. Tak fanatik.
Selamat menikmati suasana toleran, suasana tak fanatik.
Dan itu, berkat, 'Bel-bu'.

Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Senin, Maret 30, 2009

Kaos Kaki

Suatu hari, saya pakai sepeda-motor, pakai sepatu-sandal, lalu kaki terasa perih, karena lecet. Maka mampirlah ke toko pakaian di Karang-Lewas. Begitu sampai di dalam, bilang pada penjaganya,
- 'Kaos kaki bu............!?'.
+ Bayangannya, tanggapan si ibu penjaga toko itu, lalu mengambilkan jenis-jenis kaos kaki, memamerkannya, agar dagangan terbeli. Tetapi bayangan itu mleset.
- Si ibu penjaga toko, malah ngomong dengan gaya diplomatis, setengah agak ketus,
'Masih banyak kok pakkkkk......!'.
+ Karena saat itu memang butuh, mau beli kaos kaki, maka diulangi lagi kata semula, 'Ada kaos kaki Bu.......!?'
- Jebul, jawaban si ibu, tetap sama, 'Maaf, masih banyak pak..........!'

Merasa urusan tak gathuk-gathuk, keluarlah saya dari toko. Sambil pikiran membawa 'tanya', di sebelah toko ada kios kaki-lima, jual rokok & minuman, maka mampirlah ke kios itu, beli teh botol dan udud '76 sebatang. Sambil udud, ngobrol sama pemilik kios. Dalam obrolan, ada beberapa orang keluar masuk toko tadi. Penampilannya, necis-necis, pakai pakaian resmi, baju dimasukkan bersepatu. Rata-rata bawa tas seukuran stof-map. Sepatunya, ada pula yang model sepatu sandal, persis yang saya pakai.
* Saat moment ramai spt itu, si pemilik kios kaki-lima, bilang, 'Waahhh, tumben dina kiye 'sales'-e rame....'.
+ Atas komentar si pemilik kios, konfirmasilah saya atas pengalaman yang baru saja terjadi, 'Pak kula wau ajeng tumbas kaos kaki teng toko niku, kok jawabanne ibune sing jaga ngaten niki, 'Masih banyak kok pak....?. Dan lalu, tidak dilayani. Ngantos ping loro maneh, 'Masih banyak kok Pak...!.' Niku pripun nggih... karepe ?'.

Atas pertanyaan konfirmatif saya, pemilik kios lalu mengamati saya, dari ujung kaki sampai ujung rambut: Sepatu, celana-panjang hitam, baju putih dimasukkan, bawa tas cangklong-cangking seukuran stof-map, rambut diminyaki.
* Lalu pemilik kios bilang, 'Woowwwww, lha sampeyan persis kayak sales ngaten kok.............! Sampeyan dikira, nawakna kaos kaki !'. Sambil dia tertawa ngakak.
+ O.................., mau beli kaos kaki, malah dikira nawak-ke kaos kaki. Dadi kuwalik-walik.

Orang memang bisa, --dan malah-- mudah tertipu oleh penampilan seseorang.
Namun, penampilan, bisa juga dipakai untuk menipu seseorang.

Selamat, ber-penampilan. Namun tidak dengan men-tipu, tentunya.
Semoga pula, tidak tertipu oleh penampilan seseorang.

Syalom. Wilujeng. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-