Rabu, Agustus 10, 2011

Pantura Undercover

Banyak orang bangga hati dengan julukan Indonesia sebagai bangsa yang agamis. Tempat-tempat ibadat bertebaran di mana-mana. Suara-suara doa menggema setiap kali, lewat pengeras-pengeras suara. Namun betulkah demikian hidup realnya. Nampaknya, hanya sedikit prosen yang selaras dengan penampakkan simbolisnya.

1. Di sebuah kampung, dekat stasiun kereta api Batang, beberapa bulan yang lalu terpasang di atas sebuah jalan, spanduk besar. Tulisannya kuranglebih demikian: "Lokalisasi ini ditutup ! ttd: Rt ...... Kalurahan ....... Kecamatan ......." Keadaan di sekitar tempat itu sepi. Ternyata memang, beberapa orang setempat di situ bilang, baru saja ada penggerebegan oleh masyarakat kampung. Tempat itu tadinya ramai, tempat para wanita pramunikmat menjajakan diri. Kini bubar. Termasuk para ibu-asramanya.

2. Hari-hari ini, adalah bulan puasa. Banyak orang di mana-mana berpuasa dan berdoa. Akhir dari masa itu disebut Lebaran, atau Iedul fitri. Diharap, output dari kegiatan keagamaan ini, orang menjadi suci hidupnya. Soleh perilakunya.

3. Di kawasan Batang, Alas Roban, Weleri, Pekalongan, banyak warung-warung kopi. Baik di tepi jalan, di tepi sawah, maupun di tepi hutan.  Suatu siang, dua orang perempuan minum teh panas dengan saling cerita. Cerita tambah ramai, dengan umpan balik sang penjual minuman yang sudah tua umurnya. Jadilah tiga orang bercerita tentang kisah-kisah hidupnya. Dan juga program yang akan dilakukannya. Cerita awal bermula, ketika salah seorang wanita, setengah baya, mengeluh  tentang ekonominya. Dia terkena imbas dari tulisan yang terpampang di spanduk di atas sebuah jalan di dekat stasiun kereta. Ternyata ibu itu, semula berprofesi sebagai Ibu Asrama. Dengan adanya serbuan masa, larilah dia. Dan bangkrut usahanya. Demikian juga anak-anak asuhnya. Bubar semuanya.

Siang itu, dalam rangka pelarian, ia ketemu bekas anak asuhnya, yang sudah lama pindah. Namun kegiatannya tetap sama, sebagai pramunikmat para pria, di lokasi lain. Menghadapi bekas ibu-asramanya, dia memberi tips,  resep usaha. Resepnya, adalah niteni waktu. Waktu banyak tamu, alias pria hidung belang berdatangan, adalah seminggu sebelum Hari-Raya-agama, dan seminggu sesudahnya. Saat-saati itu banyak pemudik pada pulang, dengan membawa uang. Banyak pula orang-orang yang sedang mendapatkan uang THR.

Mendengar kisah & program mereka, pengudud '76 mengisap rokok dalam-dalam berulang kali, sambil ber-ujar dalam hati: "Saat hari-raya-agama, sehabis orang berpuasa & intensif berdoa, tak bikin laku tobat, malah bikin dosa...." Jika demikian, apa artinya, berbangga diri, sebagai bangsa-agamis, namun hidup real demikian, demikian, demikian..........  Mendingan jadi negara sekuler saja.

Selamat menyambut Hari-Raya-Agama.

Syalom. Wilujeng. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Tidak ada komentar: