Minggu lalu, Pak Carik, yang juga Pro-diakon meninggal dunia, dipanggil Tuhan. Waktunya, teramat singkat. Minggu masih makan bersama, dalam acara kunjungan, Jumat masuk Rumah-sakit, dan sabtu malam, langsung tiada. Mengagetkan & dan menrenyuhkan. Dialah yang dulu terceritakan sebagai tokoh, dalam kisah Senjata makan tuan. Ketika sedang pimpin ibadat, Hp-nya berbunyi di sakunya, padahal alba terkunci dengan singel.
Sayang, orang rajin dan saleh, cepat tiada. Yah itulah hidup, salah satunya harus menghadap Bapa dalam peristiwa kematian. Jazadnya tentu dimakamkan di pemakaman, atau disebut juga kuburan.
Berbicara tentang kuburan, di kawasan Subah-Weleri, ada yang lucu-lucu. Lucunya, beberapa kuburan, diwarnai dengan warna-warna cat, yang biasa dipakai partai politik. Apakah para saudara yang dikubur itu masih berpolitik, tentu tidak. Warna yang dipakai untuk mengecat batu nisan, adalah hijau, atau biru muda.
Sudah menjadi rahasia umum, warna hijau, menjadi kekhasan aliran NU. Dan warna biru, merupakan kekhasan aliran Muhamadiyah. Dari cat yang dikenakan pada batu nisan, menunjukkan dia beragama aliran apa. Atau mungkin, ahli warisnya, yang menganut aliran agama itu.
Jika dilihat dan direnungkan, rasanya kuburan itu terasa jadi lucu. Orang mati masih berkotak-kotak, atau dikotak-kotakkan dalam aliran-aliran agama tertentu.
Orang hidup, terkotak-kotak dalam agama-agama, aliran-aliran, atau partai-partai. Ketika sudah di liang kuburpun masih juga dikotak-kotakkan. Dibeda-bedakan, a.l. dengan warna-warna. Dan itu semua yang melakukan adalah manusia. Apakah di sorga sana, juga akan dikotak-kotakkan ? Siapa yang akan meng-kotak-kan. Manusia, kadang-kadang berperilaku melebihi Tuhan. Juga ketika sudah di alam kubur.
Sebaiknya, memang manusia tak usah melebihi wewenang Tuhan.
Mari beragama, tanpa memaksa, atau melibihi wewenang Tuhan.
Syalom. WIlujeng. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung ypm_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar