Selasa, April 05, 2011

Musik dang-dut dalam Liturgi

Apakah itu musik-nhangdut ? Musik ndhangdut terkomposisi dari beberapa suara alat musik: Kendang, ketipung, seruling, bass-gitar, icik-icik. Biasanya, ditambah dengan keybord. Di jaman kini, suara-suara instrumen itu bisa dirangkum dalam bentuk digital. Sehingga sebuah orkes ndhangdut bisa diwakili dengan sebuah alat yang namanya Organ-keyboard. Dari sana muncullah, sebuah musik tanggapan, 'Organ Tunggal'.

Jaman kini masih banyak orang memandang sebelah mata terhadap musik ndhangdut. Tentu dengan berbagai alasan, atau argumen masing-masing. Di sisi lain, banyak pula lapisan masyarakat yang tetap menggemarinya. Group-group musik ndhangdut masih banyak yang mendapat order, tanggapan. Tidak di desa, tidak di kota, sama saja.
Ketika masih di Seminari-menengah, era tahun delapan-puluhan, jika opera sore hari, selalu diputarkan musik-musik oleh bidel sound-system.  Suatu sore, si Bidel-sound me-relay-kan sebuah stasiun radio, yang sedang mengudarakan lagu-lagu ndhangdut. Tak lama kemudian, Si bidel Sound, dipanggil ole Rm Pamong. Untuk ditegur tentunya.

Itulah dinamika musik, yang namanya ndhangdut. Apakah mungkin musik ndhangdut masuk gereja. Apalagi untuk iringan perayaan liturgi. Jawabannya, tentu dibutuhkan diskusi panjang lebar. Beda di konsep, bisa pula beda di realita. Apalagi realita lapangan yang jauh dari pusat pengkajian soal-soal liturgi.

Sebuah Hari Minggu, di awal Bulan Maret. Peng-udud '76 layani Ekaristi, untuk pertama kali, di sebuah stasi. Kedawung namanya. Sebuah stasi berposisi di balik bukit-bukit, di balik hutan-hutan, kawasan utara Pulau Jawa.  Yang tugas koor, adalah Mudika. Bahasa liturgi, Indonesia. Lagu-lagu liturgi berasal dari daerah Sulawesi & NTT. Diambil dari buku MB. Lagu-lagu itu biasa dinyanyikan di kawasan-kawasan lain Keuskupan Purwokerto. Tak ada yang aneh. Namun saat itu ada 3 lagu yang lalu jadi khas. Menjadi khas, karena 3 lagu( pembukaan, persembahan, penutup),  musik iringannya bergaya ndhangdut murni. Memang tak pakai kendang. Sebagai ganti, suara kendang diambil dari sebuah Keyboard. Demikian juga suara seruling. Melodi sela, pakai gitar listrik. Juga suara bassnya. Sesuatu yang tak ternyana, tak terduga ketika itu. Baru seumur-umur hidup di atas bumi, merayakan ekaristi dngan iringan musik ndhangdut.

Sehabis ekaristi, seperti biasa kunjungan umat. Dari omong sana-omong sini, sambil makan, terketahuilah ternyata. Ternyata beberapa aktivis mudika yang tugas koor, adalah tokoh group ndhangdut di desanya. Dengan group-musiknya mereka biasa menghibur masyarakat, lewat acara-acara hajatan, atau tujuhbelasan.  Dengan musik itu, mereka merasa hidup, jadi lebih hidup. Dan mendapat tempat di masyarakat. Akhirnya, musik ndhangdut, adalah musik yang terbaik bagi mereka untuk melayani masyarakat. Tak hanya itu, malah juga untuk melayani Tuhan.  Jadilah Minggu siang itu, perayaan Ekaristi, dengan koor ber-iringan musik ndhangdut.

Umat Allah memberikan persembahan terbaik dalam ekaristi. Berupa 'Roti Kehidupan' dan 'Piala Keselamatan'. Juga yang terbaik, a.l. musik-lagu-pujian.
Umat Allah yang berprofesi musikus ndhangdut, juga persembahkan pada Tuhan yang terbaik dari dirinya. Bukan emas, atau permata, tapi iringan musik. Untuk koor. Dan musik tiu ber-gaya ndhangdut..

Mari beri yang terbaik pada Tuhan, dalam Liturgi kita.

Syalom. Wilujeng dalu. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung ypm-

Tidak ada komentar: