Jumat, Februari 19, 2010

Pe-nulis

Belakangan, dunia tulis-menulis sedang maraknya. Banyak kursus jurnalistik diselenggarakan. Banyak lomba menulis dan mengarang juga diadakan. Menjadi kian semarak ketika beberapa penulis muda, seperti mendapat durian runtuh ketika tulisannya diangkat ke layar lebar, menjadi sebuah film. Apalagi film itu laris manis. Ambil contoh, film "Laskar Pelangi'. Film yang diangkat dari sebuah novel itu, menjadikan si penulis mendapatkan honor ratusan-juta-rupiah.

Tapi ternyata tak mudah juga menulis. Dari sekian banyak, hanya beberapa saja, yang karyanya diminati oleh publik. Namun demikian, tak ada jeleknya, orang mengekspresikan pengalaman atau ide-idenya dalam bentuk tulisan. Secara psikologis, ekspresi tertulis bisa menyehatkan jiwa orang. Apalagi jika tulisan itu bisa dirasakan nilai kemanfaatannya oleh orang lain.

1. Seorang Pak Guru, Petrus namanya. Tinggalnya di Desa Jurangbahas, barat Wangon. Dia memelihara dua ekor sapi. Sapi-sapi itu tiap hari mengeluarkan 'lethong', atau kotoran sapi. Ternyata, kotoran sapi Pak Guru Petrus, laris. Tiap hari ada orang yang memintanya. Sehingga tak perlu membersihkan sendiri. Kotoran sapi itu diminta oleh seorang petani, yang juga aparat kalurahan desa. Oleh Pak tani, kotoran sapi diolahnya menjadi pupuk organik. Pupuk organik buatannya, dipakai untuk menyuburkan tanaman padi di sawah. Dengan demikian, pembelian pupuk kimia, bisa dikurangi.
          Pak Tani, yang juga aparat desa, makin hari makin trampil buat pupuk organik, setelah ikut kursus pertanian sehat. Oleh Pak Guru Petrus, direkomendasikan Si Pak tani ikut kursus pertanian sehat di Kota Salatiga. Kursus bisa berlangsung, berkat Gereja membantu biaya pelatihannya. 

2. Suatu sore, pengudud '76, mendatangi Rumah Pak Guru Petrus untuk melihat, kotoran sapi dan pengelolaanya. Sayang ketika itu Pak Guru sedang pergi kondangan. Yang di rumah, adalah anaknya. Seorang gadis, namanya Satya. Ternyata, Satya bukan gadis biasa, melainkan istimewa. Dia adalah pemenang lomba penulisan yang diadakan oleh Komsos Keuskupan Purwokerto. Dari omong-bicara sambil menunggu bapaknya, dia cerita pengalamannya. Sekolahnya, kini di Univ Sanata Dharma. Jurusan farmasi. Sebelumnya, sekolah model asrama di SMA Van Lith. Kemampuannya tulis menulis, didapatkannya ketika mengenyam pendidikan di sana. 
        Dia menulis tentang arsip gereja. Dia melihat sebuah fakta, yakni kondisi pengarsipan gereja. Diperih-hatin-kannya, arsip gereja mudah lapuk. Karena terbuat dari kertas. Dia ber-ideal, alangkah bagusnya, jika arsip gereja disimpan dalam model digital. Alias dikomputerisasi. Maka karangannyapun diberi judul,  'Buku Induk Paroki Lapuk? Gunakan Database Internet donk!'. Judul ini, yang menjadi ide-sarannya. Alias solusi yang dia usulkan.
      Dari cerita Satya berproses menulis, jika dirinci, ada empat hal yang menjadi langkah-langkahnya. Pertama, fakta. Kedua, idealitas. Ketiga, keprihatinan. Keempat, ide-solusi atas fakta yang memprihatinkan.  

3. Sebuah malam, sekitar jam 23-nan, peng-udud '76 mendengarkan radio. RRI-Pro 3, sedang mengudarakan siarannya. Yang disiarkan adalah peristiwa aktualita. Yang sedang aktual, adalah ada seorang anak gadis Indonesia, tulisannya mendapat penghargaan 'International Unicef Award'.  Sesudah berita, dilanjutkan dengan wawancara dengan si penulis.  
      Si penulis yang menjadi pemenang, ternyata adalah Gabriela. Dia masih berstatus sebagai pelajar SMA St. Maria Cirebon. Duduk di klas II. Malam itu dia sedang di perjalanan. Berkat alat komunikasi Hp, penyiar RRI, malam itu berhasil mewawancarainya. Diceritakannya oleh Gabriela, sejarah hidupnya, hingga bisa menjadi penulis handal. Sampai bisa dapat penghargaan internasional. 
     Kesukaannya menulis dimulai sejak SD. Mula-mula dia senang buat puisi. Lalu berkembang menjadi prosa, Cerpen. Lalu kisah naratif, dsb. Dia memanfaatkan secara sungguh-sungguh bimbingan jurnalistik yang diadakan oleh sekolahnya. Dua orang guru Bhs Indonesia, dikatakan, amat besar jasanya.  
     Tulisan yang memenangi lomba tingkat internasional itu, berkisah tentang Pemilu. Saat itu, Pemilu legislatif sedang amat semaraknya. Gabriela mengalami sebuah fakta, para caleg mengadakan kampanye. Mengutarakan janji-janji. Sayang, kata banyak orang, janji-janji itu kerap tak ditepati. Janji, tinggal janji. Itulah keprihatinan hati Gabriela.  Berangkat dari rasa prihatin itulah, Gabriela punya gambaran, sebuah ide. Gambaran ide yang muncul, berupa figur seorang Caleg yang bijak. Caleg yang bijak, adalah yang betul-betul pro rakyat. Perjuangannya dilandasi semangat 'dari rakyat, untuk rakyat'.
     Ide tulisan Gabriela munculnya, unik. Dikisahkannya, suatu malam, sekitar jam 3 pagi, dirinya terbangun. Karena masih malam, ingin tidur lagi. Tapi mata tak bisa terpejam. Lalu ia berdoa, agak cukup lama. Sesudah doa dia tertidur. Namun kemudian terbangun lagi. Ketika bangun inilah, ide tentang caleg yang bijak itu muncul. Di siang hari, ide itu dituangkannya dalam bentuk tulisan. Lalu dikirimkan dalam lomba penulisan internasional. Dan, ternyata lalu menang. 
     Mendengar narasi Gabriela bagaimana ia menulis, ada pola yang sama dengan yang dibuat Satya, yakni melewati langkah-langkah. Sekurang-kurangnya, ada empat langkah: Fakta, idealitas, keprihatinan, ide solutif. 

Output dari penulisan ide, terasa manfaatnya bagi sesama. Satya, dari penulisannya mendapat hadiah uang satu juta. Digunakannya uang itu, tujuhratuslimapuluhribu untuk beli TV. Digunakan sebagai sarana media di kost-kosannya. Sisanya, duaratuslimapuluhribu, disumbangkan pada paguyuban mahasiswa-mahasiswi Purwokerto, yang kuliah di Yogya. 
     Gabriela, tulisannya tentang Caleg yang bijak, dibaca banyak orang. Ada pesan moral di dalamnya. Sekolahnya, bangga. Suster OP Purwokerto juga besar hatinya, karena sekolah Gabriela di SMA St. Maria. Sekolalah dibawah asuhan Yayasan St Dominikus.

Seorang remaja, numpang Kijang hijau dinas. Dia kerap baca tulisan di Blog 'Lelaku'. Lalu minta diajari bisa nulis. Pengudud '76, tak bisa banyak ngajari, kecuali bilang, ikut empat langkah. Seperti langkah-langkah Satya & Gabriela, dalam menulis. 

Selamat menulis.
Syalom. Wilujeng wengi. Rahayu.
Wasalam:
-agt agung pypm-

Tidak ada komentar: